Bab 13

Malam itu, Adlia tengah bersimpuh dalam mihrabnya. Adlia telah menyelesaikan salat isya, wanita itu tidak langsung meninggalkan sajadah. Bibir Adlia terus berzikir, merapalkan kalimat-kalimat tauhid. Tidak lagi terdengar suara tangis, hanya air mata yang menjadi saksi dalam kepiluan.

Di tengah kesendiriannya, wanita itu memohon ampunan, mengagungkan asma Allah. Jiwanya rapuh, pikirannya benar-benar kalut. Adlia menyatukan kedua tangan, ia bermunajat, memohon petunjuk dari Illahi Rabbi.

Ya Rabb ... inikah jalan terbaik untukku? Entah mengapa hatiku tidak bisa menolak permintaan mbak Jihan. Dalam hatiku telah terpatri nama satu lelaki. Lelaki yang selalu menjagaku, lelaki yang selalu menjaga pandangannya.

Ya Allah ... berdosakah diriku, jika hatiku hanya mencintainya, saat diri ini telah halal bagi orang lain? Aku tidak ingin menjadi istri yang durhaka, tapi ... perasaanku benar-benar tertuju pada lelaki yang kucintai.

Aku memohon petunjuk dari-Mu, Ya Rabb. Engkau Maha Pembolak-balik hati. Tidak ada yang tidak mungkin bagimu.

Bibir Adlia tidak mampu berucap, ia hanya bermunajat dalam batinnya.

Adlia mengusap wajahnya, menyelesaikan rangkaian doa dengan sujud syukur pada Allah Ta'ala. Adlia bangun dari simpuhnya. Ia membuka mukenah dan melipat sajadah. Adlia menggantung peralatan salat dengan rapi.

Adlia melangkah, meninggalkan mihrab yang ia sediakam di sudut kamarnya. Adlia menuju tempat tidur, ia mengenakan hijab sorong dan kaus kaki yang ia letak di tempat tidur. Selesai mengenakan hijab dan kaus kaki, Adlia melangkah menuju cermin seukuran dirinya yang menempel di dinding.

Adlia menelisik wajahnya pada cermin. Terlihat jelas bahwa dirinya habis menangis. Adlia tidak ingin mengundang pertanyaan Hilmi dan Fira. Adlia kembali melangkah ke meja rias, ia menuangkan bedak tabur dan memoleskan ke wajah. Ia juga sedikit memoles bibirnya dengan liptint warna nude.

Adlia kembali menatap wajahnya pada cermin meja rias. Dirasa sudah lebih segar dari sebelumnya, Adlia melangkah keluar kamar, menuju ruang makan, di mana sudah menunggu Hilmi dan Fira.

Melihat kedatangan kakaknya, Fira tersenyum lebar. Ia menarik kursi untuk Adlia di sebelahnya. Adlia yang paham maksud Fira, ia langsung duduk di sisi kanan Fira dan berhadapan dengan Hilmi.

"Kalian sudah salat?" tanya Adlia.

"Sudah, Mbak. Alhamdulillah," jawab Fira, sembari menuangkan air dari teko ke gelas.

Adlia melirik Hilmi yang hanya diam tanpa kata. Merasa ditatap, Hilmi pun menjawab, "Sudah."

Fira merasakan kecanggungan di antara Adlian dan Hilmi. Ia menatap Adlia dan Hilmi secara bergantian. Keningnya mengkerut, kedua alis tebal Fira seakan menyatu.

Sejak kepulangan mbak Jihan dan keluarganya, kenapa mas Hilmi menjadi lebih diam, ya? Kenapa mereka berdua jadi canggung, sih? Atau jangan-jangan ... mas Hilmi suka sama mbak Lia? Duh ... Ya Allah, kalau beneran suka, jodohkanlah mereka berdua. Saya ingin mbak Lia bahagia, ya Allah. Aamiin.

Fira sibuk bercengkerama dengan dirinya dalam batin. Ia tidak menyadari tatapan lekat Adlia. Fira tersadar dari lamunan saat Adlia mencubit pipinya.

"Aduuuh ... sakit, Mbak!" gerutu Fira, sembari mengusap bekas cubitan Adlia.

"Anak gadis, jangan kebanyakan ngelamun. Kesambet, ha ... siapa yang mau nolongin?" ucap Adlia, tersenyum menggoda.

"Ngga apa-apa, kalau kesambet mas Fujii," jawab Fira, balik mengejek Adlia.

"Mas Fuji?" Hilmi bertanya heran, siapa mas Fuji yang dimaksud Fira.

"Fujii ... i-nya ada dua, Mas!" pungkas Fira.

"Iya. Fujii ... i-nya dua." Hilmi mengikuti cara bicara Fira, membuat Fira mendengus kesal. "Siapa sih dia?" tanya Hilmi, masih penasaran.

"Fujii Kaze, Mi. Penyanyi asal Jepang," jawab Adlia, memberitahu Hilmi.

"Dia itu ... beh ... manis banget!" ucap Fira, sangat antusias.

"Heleh ... pasti gantengan saya, kan?" imbuh Hilmi.

"Nope!" sanggah Fira. Ia langsung membentuk tanda silang dengan kedua tangannya. "Mungkin bagi mbak Lia, Mas itu ganteng ... Hehe ..." lanjut Fira, menggoda Adlia.

"Begitu, ya?" Hilmi tersenyum menatap Adlia yang tidak ada respon dari wajahnya. "Benarkah yang dikatakan Fira, Lia?" timpal Hilmi, ikut menggoda Adlia.

"Karena saya kenalnya sama kamu, tidak kenal dengan si Fujiii, kamu lebih gantenglah!" ungkap Adlia, sembari menyendokkan nasi ke piringnya dan Fira.

Melihat Adlia tidak mengisi piring di hadapannya dengan nasi, wajah Hilmi tampak berubah. Ia menautkan kedua alisnya.

"Kenapa piring saya tidak sekalian?" cicit Hilmi.

"Apa tanganmu sudah tidak berguna lagi?" Alih-alih menjawab, Adlia malah bertanya balik pada Hilmi.

"Ya, masih. Tapi, kan ..."

"Tapi, apa?" sanggah Adlia, memotong kalimat Hilmi.

"Mas Hilmi maunya Mbak yang nyendokkan nasi ke piringnya. Seperti itu," timpal Fira, malah semakin menggoda Adlia.

"Jangan cerewet! Cepat dimakan, keburu malam."

Fira dan Hilmi tersenyum senang, melihat Adlia lebih segar dan mau bercanda. Karena, sejak kepulangan Jihan, Azam, dan Nurliyah, Adlia hanya mengurung diri di kamar.

Mereka bertiga makan dengan hikmat tanpa suara. Hanya dentingan sendok yang terdengar memenuhi ruang makan.

Beberap menit kemudian, mereka bertiga selesai makan malam. Fira dengan cekatan membawa piring kotor ke wastafel. Sedangkan Adlia, ia memasukkan nasi yang tersisa ke dalam rice cooker. Ia juga memasukkan ayam bakar yang tersisa ke dalam wadah kedap udara, untuk dimasukkan ke dalam kulkas.

Melihat kesibukan Adlia dan Fira, Hilmi tidak tinggal diam. Ia berinisiatif membersihkan meja. Hilmi mengambi tisu basah dan mengelap meja, kemudian Hilmi mengulangi mengelap meja dengan tisu kering.

Fira yang sudah selesai mencuci piring, menuju ke meja makan. Ia tersenyum melihat Adlia dan Hilmi sibuk membereskan makanan dan meja setelah makan malam.

"Kita seperti keluarga, ya?" tutur Fira.

"Kita kan memang keluarga, Fir." Adlia yang baru berdiri datang, membawa sepiring jeruk menjawab pertanyaan random Fira.

"Maksudnya bukan itu, Mbak," sanggah Fira.

"Lalu?"

"Iiiih, sudahlah, Mbak." Fira melangkah, meninggalkan dapur menuju taman samping, yang diikuti oleh Adlia dan Hilmi.

Sesampainya di gazebo, Adlia meletakkan piring yang berisi jeruk yang ia bawa. "Dimakan jeruknya, biar segar," tutur Adlia.

Adlia dan Hilmi duduk di gazebo, sedangkan Fira sibuk memberi makan ikan-ikan yang terlihat kelaparan. Hening. Kecanggungan kembali melanda. Adlia dan Hilmi masih sama-sama merasa canggung sejak selesainya lamaran Azam.

"Mi ..." panggil Adlia, tanpa menatap Hilmi. Sedangkan yang dipanggil menoleh, menatap lekat.

"Bisakah saya tidak terlalu formal kepadamu?" tanya Adlia.

"Maksudnya?"

"Saya merasa ... selama ini kita terlalu formal. Bisa saya menggunakan aku berbicara padamu?" timpal Adlia, kembali bertanya.

Hilmi menatap tajam Adlia. Seketika pikirannya penuh akan pertanyaan, mengapa tiba-tiba Adlia ingin berbicara santai padanya. Padahal yang seakan menjaga jarak di antara mereka Adlia.

"Tidak ada yang melarang, Lia," jawab Hilmi, berbeda dengan apa yang ada dipikirannya.

Adlia tersenyum menatap Hilmi. Ia beralih menatap gemerlap bintang yang terlihat indah. "Cantik, ya?" ujar Adlia.

"Iya, cantik ... bahkan sangat cantik." Hilmi menjawab dengan menatap Adlia, baginya Adlia sangat cantik dibandingkan bintang yang bertebaran di langit sana.

"Besok ... pagi, aku berangkat ke Pekanbaru. Mau ke bandara, mau pulang ke Jawa." Masih menatap lautan bintang, Adlia memberitahukan niat keberangkatannya ke Jawa.

"Aku boleh ikut? Sekalian mau ke rumah bibi," ucap Hilmi, meminta Izin. Hilmi dan Jihan memang memiliki bibi, adik perempuan dari ayah merek, yang tinggal di D.I. Yogyakarta. Karena memang, Edi Pranoto berasal dari D.I. Yogyakarta.

"Terserahmu saja, Mi."

"Mbaaakkk!" pekik Fira, yang tiba-tiba berlari ke arah Adlia dan Hilmi berada. Kedua insan yang tengah berbincang terkejut mendengar suara Fira yang menggelegar.

"Ada apa?" tanya Adlia panik.

"Kita belum booking tiket!" jawab Fira, heboh.

"Astaghfirullah ... iya, lupa." Adlia menepuk jidatnya, ia sibuk akan pulang ke Jawa, tapi belum memesan tiket.

"Kebiasaan!" ujar Hilmi. Ia mengeluarkan ponsel dari saku baju. Hilmi mengusal layar ponsel, menekan aplikasi untuk memesan tiket pesawat.

"Loh ... kenapa Mas yang pesan?" cicit Fira, penasaran.

"Terserah saya, dong. Memangnya tidak boleh?"

"Ya ... boleh-boleh saja, tandanya uang mbak Lia, ngga berkurang. Hahaha ... hahaha ...."

Tawa Fira terdengar renyah di telinga. Adlia dan Hilmi hanya tersenyum melihat tingkah Fira.

"Besok penerbangan jam 07.00 yang ada. Kalian sudah packing?" tanya Hilmi, agar bisa memastikan keberangkatan dari Dumai.

"Sudah, dong. Tapi, nanti punya Mbak Lia dilihat lagi, ya. Siapa tau ada yang kurang," tutur Fira.

"Berarti, besok berangkat ke Pekanbaru jam 03.00."

Hilmi melirik jam tangannya. Ia kembali berkata, "Ini sudah 09.15. Malam ini sekarang selesaikan packing, kalian tidur di rumah, takut besok tidak keburu," ucap Hilmi.

"Loh ... memangnya Mas Hilmi ikut juga?" tanya Fira heran.

"Menurut kamu?" timpal Hilmi, yang menggoda Fira.

Entah mengapa Hilmi merasa suka menggoda Fira. Ia merasa bahwa Fira sosok adik yang periang. Apalagi melihat Adlia yang selalu tersenyum melihat tingkah konyol Fira.

"Biasa aja, dong. Jangan ngegas juga! Iiiih ...."

Adlia hanya menggeleng melihat sikap Fira. Baginya, Fira selalu terlihat lucu dan menggemaskan. Hilmi menatap Adlia yang tersenyum menatap Fira. Meskipun bibirnya tersenyum, sorot mata Adlia tetap memancarkan kepedihan.

Hanya Hilmi yang mampu merasakan, bahwa saat itu Adlia bagaikan kastil yang telah kosong ribuan tahun. Terlihat kuat dan kokoh, namun begitu rapuh, bisa kapan saja roboh karena terlalu lama menahan kemegahannya.

Ya Allah ... bolehkah aku meminta Adlia menjadi milikku? Meskipun harus menunggu seribu tahun, aku ingin dia yang ada bersamaku, yang halal untuk kutatap dan kusentuh. Aku mencintainya, Ya Allah. Izinkan aku bersamanya. Aamiin.

Doa Hilmi dalam hati.

Terpopuler

Comments

Kikan Dwi

Kikan Dwi

amin tapi yaa jangan seribu tahun juga mi, emang yakin kamu masih hidup seribu tahun lagi ?

2024-04-14

1

Utayi🌿

Utayi🌿

seribu tahun ? memang si adlia bisaa hidup seribu tahun😭

2024-03-19

1

Utayi🌿

Utayi🌿

astagaaa bisa gitu🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2024-03-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!