Bab 5

Malam itu, selesai melaksanakan salat isya. Azam, Jihan, dan Hilmi berkumpul di ruang keluarga. Adlia yang diminta menginap di rumah Hilmi, juga ikut berkumpul, karena menurut Hilmi Adlia tetaplah keluarga mereka.

Setelah memberikan waktu dan ruang untuk Azam dan Jihan, Adlia dan Hilmi yang sejak sore sudah kembali tidak melihat titik terang pada wajah keduanya.

Azam mengembuskan napas berat, ia menatap istrinya yang seharian enggan bicara dengannya.

"Baiklah ... saya di sini untuk menceritakan dan meluruskan apa yang terjadi di antara kami. Saya akan bercerita tanpa ada yang saya tutupi,” tutur Azam mengingat peristiwa di mana pertengkaran antara dia, istrinya dan ibunya terjadi. Pria itu menceritakan kepada kedua adik istrinya, Hilmi dan Adlia.

Saat itu, hari minggu pagi. Saat Azam tengah bersantai bersama istri dan ibunya. Perdebatan yang tidak diinginkan akhirnya terjadi. Nurliyah yang sangat mendambakan cucu, mengetahui perihal kondisi menantunya, Jihan.

“Tak ado yang nak miko sampaikan?” tanya Nurliyah, dengan logat melayu.

Azam dan Jihan merasa tidak ada yang ingin disampaikan hanya bertukar pandang. Jihan memberikan kode pada Azam dengan gerakan alis, sedangkan Azam hanya membalas dengan mengangkat kedua bahu, yang artinya Azam tidak tahu apa maksud ibunya.

“Tidak ada, Mak.” Azam dan Jihan menjawab hampir bersamaan.

“Memangnya kenapa, Mak?” tanya Jihan lembut.

“Mak bukan nak menyudutkan miko, tapi ... apo miko sado kalau pernikahan miko dah sembilan tahun?” Nurliyah langsung to the point menyampaikan isi hati.

Sadar arah ucapan mertuanya, Jihan diam membisu. Lidahnya keluh, bibirnya terkunci. Wanita itu merasa ada ribuan sembilu yang menghujam dirinya. Jihan tertunduk, dadanya terasa sesak, bahkan setetes air mata sudah berhasil lolos. Kala itu, matanya berkaca-kaca siap membanjiri wajahnya yang cantik.

“Mak!” sanggah Azam memberi peringatan pada Nurliyah.

“Engkau anak Mak satu-satunyo. Tak ado anak lain lagi, kalau Mak ado anak lain, ha ... Mak tak betanyo masalah iko. Mak nak gendong cucu, kalau bukan dari miko, siapo lagi yang Mak haghap, Zam?”

Azam tidak dapat berkilah. Benar adanya yang diucapkan oleh ibunya. Azam menoleh pada Jihan, ia merasa sakit melihat Jihan hanya tertunduk lesu. Azam menarik napas dan mengembuskan dengan kasar.

“Mak ... Mak tahu perihal jodoh, rezeki, maut itu sudah diatur oleh Allah Ta’ala. Anak itu rezeki, Mak. Kami juga sudah berusaha, namun kenyataannya Allah belum memberikannya. Itu belum rezeki kami, Mak.” Azam menjelaskan dengan menahan emosi, ia tidak ingin sampai mengeluarkan kalimat yang menyakiti ibunya.

“Kau pike ... Mak tak tau kondisi binik engkau?”

Nurliyah mengeluarkan amplop putih yang bertanda dari salah satu rumah sakit di Pekanbaru. Saat Nurliyah mengeluarkan amplop itu, Jihan membelalakkan mata, ia terkejut kenapa amplop hasil periksa tes dirinya ada pada ibu mertuanya.

“Apa ini?” tanya Azam menerima amplop yang disodorkan ibunya.

“Bahkan kau tak ondak cakap dengan lakik kau,” cibir Nurliyah pada Jihan.

“Cukup, Mak!” seru Azam yang sudah tidak tahan mendengar istrinya disudutkan.

Azam langsung membuka isi amplop itu, ia membaca setiap kata yang terangkai dengan teliti. Seketika mata Azam membelalak, ia terkejut dengan apa yang ia baca. Dirinya bagaikan tersambar petir. Surat yang berisi keterangan hasil pemeriksaan rahim, menyatakan bahwa Jihan tidak bisa mengandung. Azam menyandarkan diri lemas, surat yang ia baca jatuh begitu saja.

“Bang ...” lirih Jihan menyentuh lengan suaminya. Air matanya tidak mampu ia tahan lagi. “Ma ... maaf ... maafkan a ... aku, Bang.” Suara Jihan benar-benar lirih di tengah isak tangisnya.

Azam tidak mampu berkata apapun. Ia juga tidak mungkin marah pada istrinya. Ini bukan kesalahan istrinya. Azam menggenggam tangan Jihan dengan erat, pria itu kembali membenarkan posisi duduknya. Tatapan penuh cinta ia sampaikan pada istrinya.

“Dengarkan Abang!” pinta Azam. Ia mengusap kepala Jihan dan berkata, “Ini bukan kesalahan kamu. Ini sudah kehendak Allah Ta’ala. Tidak ada yang bisa lari dari kehendak-Nya. Semua sudah ada garis ketentuan sebelum kita ditiupkan ke dalam rahim ibu kita,” tutur Azam pelan dan lembut.

“Tapi, Bang ... Abang pasti menginginkan seorang anak hadir dalam kehidupan kita. Sedangkan aku? Aku tidak bisa ... tidak bisa memberikan itu.” Jihan merasa dirinya orang yang paling malang. Terlebih lagi, ibu mertuanya sangat mendambakan seorang cucu.

“Jangan begitu, Dinda. Apakah kamu lupa akan kisah Nabi Zakaria yang sangat mendambakan kehadiran malaikat kecil, bahkan sampai usia senja?” tutur Azam kembali menenangkan istrinya yang sudah terlanjur pilu.

Mendengar ucapan Azam, Nurliyah menatap putranya tajam dan berkata, “Kau nak samokan engkau dengan Nabi Zakaria? Kau tak ondak mike Mak engkau?” ketus Nurliyah menyudutkan Azam.

“Mak!”tegas Azam suaranya terdengar meninggi.

“Bang ...” lirih Jihan sembari menyentuh lengan Azam, menahan Azam untuk tidak meninggikan suara pada ibunya.

“Sekaghang, Mak nak tanyo dengan Jihan,” tutur Nurliyah menatap menantunya tajam. Ia pun berkata, “Kalau kau yang ado di posisi Mak, sebaga seoghang Emak, apo nak kau buat?”

Jihan yang mendengar pertanyaan mertuanya langsung menatap Nurliyah tajam.

“Kalau pertanyaan itu yang kutanyakan pada Mak, bagaimana perasaan Mak?”

Azam dan Nurliyah sama-sama terkejut mendengar ucapan Jihan dengan nada tinggi. Tidak pernah Jihan membantah atau meninggikan suara di depan suami dan mertuanya.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka, bahkan isak tangis Jihan sudah tidak terdengar lagi. Wanita itu merasa dirinya sudah tidak dapat menahan semua yang ia tahan selama ini. Bukan hanya sekali Nurliyah menyudutkan dirinya perihal anak, bahkan Nurliyah pernah membahas soal anak saat sedang berkumpul bersama keluarga.

Akan tetapi, selama itu Jihan masih bersabar. Namun, kali ini Jihan sudah tidak mampu menahan uneg-uneg yang ia pendam. Jihan dan Nurliyah saling menatap tajam.

“Suko ati kau nak cakap apo, yang Mak ondak cucu dari kau, Zam!”

“Cukup, Mak!” Azam menengahi perdebatan yang akan berlanjut pada ibu dan istrinya.

“Dah lah!” tutur Nurliyah marah. Ia membenarkan posisi duduknya. “Mak kase pilihan. Kau caghi Madu apo kau nak ceghaikan Jihan dan kawin lagi!” sergah Nurliyah.

Bukan hanya Jihan yang bagaikan tersambar petir. Azam juga merasakan hal yang sama. Kala itu, dirinya benar-benar tidak menyangka bahwa ibunya memberikan pilihan yang jelas tidak ingin dia lakukan. Ia menatap Jihan yang kembali terisak, pilu hati Azam melihat keadaan istrinya yang seperti itu.

“Itu bukan suatu pilihan, Mak. Aku tidak akan melakukan keduanya!” sergah Azam.

“Mak tak peduli! Kau pilih ajo pilihan tu. Dan Jihan ...” ucap Nurliyah yang beralih pandang pada menantunya. “Mak bukan tak sayang dengan engkau, Nak. Lakik kau tak ado sedagho lain, cuma diolah anak Mak. Miko butuh peneghus,” tutur Nurliyah kala itu lembut.

Ada rasa iba menyusup dalam hati Nurliyah, hanya saja dia memang sangat mendambakan seorang cucu. Jihan bukanlah menantu yang buruk. Nurliyah pun sangat menyayangi Jihan, namun kali ini dia benar-benar ingin cucu dari keturunan Azam. Cucu yang bisa meneruskan garis keturunan keluarga.

“A ... aku ... aku paham, Mak,” ucap Jihan terputus-putus karena isak tangisnya.

“Maafkan Mak, Nak!” Nurliyah menggeser duduknya dan meraih tangan Jihan. Wanita itu menggenggam tangan menantunya. Nurliyah pun berkata, “Tapi ... Mak mohon, Nak! Agar garis keturunan ayahmu tidak putus, tolong kabulkan permintaan Mak yang dah tuo ni.”

Mendengar suara iba dari mertua yang selama ini sudah sangat menyayanginya, Jihan merasa tersudut dan harus membuat pilihan. Namun, dia tidak ingin berpisah dari suaminya. Hanya ada satu pilihan yang harus dia pilih. Cukup lama Jihan terdiam dalam tangisnya, ia menganggukkan kepala pelan.

“Aku ... aku ... mengizinkan bang Azam menikah lagi, Mak!”

Satu kalimat yang membuat Nurliyah bahagia dan langsung memeluk menantunya. Akan tetapi, berbeda dengan Azam. Pria itu terkejut bukan kepalang, ia seakan tersengat ribuan aliran listrik. Menikah lagi? Tidak mungkin, itulah yang ada dalam benak Azam.

“Jangan membuat keputusan disaat seperti ini! Aku tidak akan pernah melakukannya!”

Azam bangun dari duduknya, ia pergi masuk ke kamar yang disusul oleh Jihan. Saat itulah, terjadi pertengkaran yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Keputusan Jihan dan keegoisan Nurliyah yang tidak masuk akal membuat Azam marah.

Sedangkan Jihan, wanita itu malah menyusun pakaiannya ke dalam koper, ia berniat pulang ke rumah orangtuanya, yang sekarang hanya ditempati oleh adiknya di Dumai.

“Izinkan aku untuk pulang ke Dumai, Bang. Aku ingin berziarah dan menenangkan pikiran, aku ingin berjumpa dengan kedua adikku.”

“Tidak! Kita sudah sepakat, seribut apapun tidak ada yang boleh melibatkan keluarga!” larang Azam membuat Jihan menatapnya tajam.

“Aku tidak akan melibatkan mereka. Aku ingin berziarah, menenangkan pikiranku dan bertemu kedua adikku. Aku tidak akan melibatkan keluargaku, seperti yang dilakukan ibumu!”

Jihan terdiam sejenak. Ia menatap tajam manik mata yang selalu ia cintai. “Jadi, kumohon ... izinkan aku pulang ke Dumai. Aku tidak mungkin tinggal di sini dengan perasaan seperti ini, sedangkan Abang setelah zuhur sudah harus ke Kampar.”

Azam terdiam usai menceritakan apa yang terjadi. Pria itu melirik istrinya yang duduk di antara kedua adiknya. Azam tertunduk lesu, ia menarik napas dalam dan mengembuskan dengan berat.

"Itulah yang terjadi di antara kami,” imbuh Azam mengakhiri ceritanya.

Setelah mendengar penjelasan Azam, sorot mata Hilmi memancar tajam, seakan siap memangsa. Rasa sakit menyusup dalam benaknya. Pria itu melirik pada Jihan yang mulai terisak. Hilmi menggenggam tangan kakaknya yang mulai gemetar. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka, hanya isak tangis Jihan yang terdengar.

Terpopuler

Comments

MentariSenja

MentariSenja

hanya bs ksh jempol ya thor

2024-04-29

1

Wahyu Adara

Wahyu Adara

Kampar itu kota yah, thor?

2024-04-24

1

Kikan Dwi

Kikan Dwi

coba itu mak nya yg diposisi jihan

2024-04-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!