BAB 19

Selamat membaca, semoga suka sama ceritanya. Saya menerima kritik dan saran. 😘💞

*

*

Jovicca mengerutkan dahinya, suara pria ini seperti tidak asing di telinganya. Tetapi tidak tahu siapa.  

“Maaf, Ibu Xellan sedang di kamar mandi.” 

“Kau siapa? Terus kenapa kau yang mengangkat telepon Xellan? Dan lagi, suaramu tidak asing, apakah aku mengenalmu?” tanya Jovicca lagi.  

Xellan bukanlah tipikal orang yang mudah membiarkan orang asing menyentuh barangnya. Tetapi pria ini bisa mengangkat telepon Jovi, berarti dia bukan orang asing, tetapi siapa? Dan kenapa Xellan tidak pernah bercerita tentang pria ini kepadanya. Walaupun wanita itu terkadang suka menutupi hal lain dari Jovicca. Tetapi itu sebatas pekerjaan, tidak dengan urusan pribadinya.

Belum sempat pria itu berbicara, suara Xellan sudah lebih dulu terdengar. “Hallo, Jov? Kenapa nelepon?” 

“Kamu di mana? Dan sama siapa?” tanya Jovicca serius. 

“Aku lagi di kantor.” 

“Jangan berbohong Xellan.” 

Jovicca menekankan setiap kata di kalimat yang diucapkanya. Membuat Xellan harus berpikir keras untuk mencari alasan.

Xellan lama terdiam, wanita itu bingung harus menjawab apa. Sekarang dia benar-benar kepergok sedang bersama pria asing.

“Xellan? Kamu masih di situ?” tanya Jovicca karena tidak mendengar suara Xellan sama sekali.

“Iya, Jov. Aku di sini.”

“Pertanyaanku kenapa gak di jawab?” 

“Aku lagi di luar, sedang meeting sama klien, Jov.” Sebisa mungkin Xellan menutupi kegugupannya, dia takut Jovicca ini curiga kepadanya.

“Klien? Yakin klien? Kenapa dia berani menyentuh barangmu?” tanya Jovicca lagi, membuat Xellan gelagapan menjawab pertanyaan orang di seberang telepon.

“Aku juga gak tahu, mungkin memang udah sifatnya yang gak sopan, nyentuh-nyentuh barang orang.”

“Terus tadi kenapa bilangnya di kantor?” tanya Jovicca curiga. Wanita itu mengerutkan dahinya, kenapa sahabatnya ini terlihat sangat mencurigakan?

“Itu, tempat meetingnya gak jauh dari kantor. Jadi aku bilang aja di kantor.” Itu tidak sepenuhnya salah. Memang sekarang dia sedang di cafe dekat dengan kantornya.

Kan bisa bilangnya lagi di cafe dekat kantor. 

“Jangan bohongin aku ya, Lan. Jangan sampai aku tahu dari orang lain. Aku gak suka di bohongin.”

Xellan mengangguk, walaupun dia tahu wanita di seberang telepon tidak akan bisa melihatnya. “Aku gak lagi bohong kok, Jov.” 

“Yaudah, kamu lanjut dulu meetingnya. Nanti kabarin aku kalau kamu sudah sampai rumah ya. Jangan pulang ke maleman.” 

“Iya, Jov.” Xellan tersenyum lega. Untuk sekarang Jovicca percaya sama perkataannya, kedepannya wanita itu harus lebih berhati-hati lagi.

Jovicca menutup teleponnya bertepatan dengan Alvian yang keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya menatap datar Jovicca yang bermain ponsel di atas kasur. Dia langsung melangkahkan kakinya keluar kamar, lelaki itu ingin turun ke bawah untuk makan malam.

Jovicca hanya melihat Alvian yang berjalan keluar kamar. Melihat sikap dingin suaminya, perempuan berambut panjang itu tidak berminat untuk berbicara atau sebatas menyapa Alvian. 

Saat sudah sampai di bawah, Alvian langsung berjalan ke meja makan. Di sana sudah ada Remon yang duduk di bangku utama, dan Renata yang duduk di sebelahnya.

“Jovicca mana, Al?” tanya Renata yang melihat anaknya hanya turun sendirian.

“Di kamar, Ma.” jawab Alvian singkat.

“Kenapa kamu tinggal sendiri? Ajak ke bawah sini buat makan malam.” Beluk juga Alvian duduk, dia harus naik lagi ke atas untuk menjemput wanita manja itu.

Alvian berbalik dan naik tangga lagi menuju kamarnya. 

“Makan malam,” ucap Alvian setelah membuka pintu kamar.

Jovicca hanya melirik pria itu sebentar,  dia langsung bangun dan berdiri. Setelah melihat yang melihat Jovicca sudah bangun dari kasur lantas pria itu keluar dari kamar. Alvian berjalan menuruni anak tangga sendirian, meninggalkan Jovicca di belakangnya. 

Dasar cowok gila. Apaan cowok kayak. Tau istrinya lagi lemes, main di tinggal aja.

 

Jovicca berjalan pelan-pelan menuruni anak tangga. 

“Alvian, kenapa gak bantuin Jovicca turun? Badannya masih lemes loh itu,” ucap Renata yang melihat anaknya hanya cuek terhadap Jovicca.

“Dia bisa sendiri, Ma,” balas Alvian cuek. Pria itu menarik kursi untuk duduk dan bergabung bersama kedua orang tuanya.

Tak lama kemudian Jovicca datang dan langsung duduk tepat di samping Alvian. 

“Bagaimana keadaan kamu, Jov?” tanya Renata yang di balas senyuman manis dari menantunya itu.

“Jovicca udah baikan kok, Tante.” Renata mengangguk sebagai jawaban. 

Jovicca berdiri hendak mengambil nasi dan lauk berserta sayurnya untuk Alvian. Walaupun pria itu bersikap dingin kepadanya, tetapi Jovicca tetap masih melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Renata tersenyum melihat Jovicca dengan telaten menyiapkan makan untuk anaknya. 

Mereka makan dengan hening, hanya terdengar suara sendok dan piring yang saling bersentuhan.

“Papa sudah siapin tiket pesawat untuk kalian bulan madu ke Swiss,” celetuk Remon setelah selesai menghabiskan makanannya 

Jovicca yang sedang makan langsung terbatuk saat mendengar ucapan Remon. 

“Maaf, Om. Apa itu gak terlalu cepat? Saya baru mengenal Alvian beberapa belakang ini. Dan itu juga kami tidak terlalu dekat,” balas Jovicca mencoba memberikan pengertian.

“Dengan kalian bulan madu berdua, itu bisa mempererat hubungan kalian, Jov.” Kali ini Remon yang memberikan pengertian ke menantunya itu.

“Iya tap-” 

“Saya tidak mau,” ucap Alvian memotong ucapan Jovicca. Pria itu memperlihatkan wajah dingin andalannya. Pria itu dengan santai lanjut makan nasi di piringnya, mengabaikan Remon yang menatapnya tajam.

“Itu sudah menjadi keputusan, Papa. Tidak ada penolakan Alvian,” tegas Remon kepada anaknya.

“Saya bilang tidak tetap tidak.” Suara Alvian mulai meninggi, pria itu berhenti makan dan balas menatap tajam mata ayahnya.

“Kamu mau menetang Papa, Alvian?!” Remon mulai emosi, dia merasa tidak di hargain oleh anaknya.

Bukan hanya Remon, emosi Alvian juga kepancing karena mendengar perkataan ayahnya. 

Kedua mata tajam itu saling beradu tetap, membuat atmosfer di ruang makan menjadi panas. 

“Pa, sudahlah. Mereka sudah besar, mereka bisa mengatur waktu bulan madu mereka sendiri,” ujar Renata mencoba menenangkan suaminya.

“Papa sudah beli tiket, kamu harus pergi ke Swiss bersama Jovicca. Untuk urusan kantor, bisa Papa yang handle.” 

Karena tidak terima dengan perintah ayahnya, Alvian menggebrak meja dengan kuat, membuat ketiga orang yang ada di sana terlonjak kaget.

*

*

Terimakasih sudah mampir. 🥰

Jangan lupa tinggalkan jejak yaa … ✨💞

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!