Seperti biasa, Alvian bersiap untuk berangkat kerja. Dengan setelan kemeja rapi yang dipadu jas hitam, pria itu terlihat berwibawa. Tas kerjanya sudah menggantung di tangan, langkahnya tegap saat keluar dari kamar.
“Al, tunggu sebentar.”
Langkah Alvian terhenti, meski tidak sepenuhnya berbalik. Dia hanya melirik sekilas ke arah Jovicca yang datang tergesa dengan sebuah kotak bekal di tangannya.
“Ini bekal buat lo bawa ke kantor,” ucap Jovicca lembut. “Gue udah masak pagi-pagi tadi biar lo bisa makan siang nanti.”
Tanpa menjawab, Alvian mengalihkan pandangannya. Dia melangkah lagi menuju pintu, tetapi Jovicca cepat-cepat bergerak, berdiri tepat di hadapannya.
“Al, bawa ini, ya.” Nada suara Jovicca terdengar memohon. “Gue udah bangun lebih pagi buat nyiapin ini khusus buat lo.”
Alvian memandangnya dingin, rahangnya mengeras. Tangannya terangkat, tapi bukan untuk mengambil bekal itu. Sebaliknya, dia menyibak jalan dengan gestur tegas, menghindari Jovicca tanpa sepatah kata pun.
“Gak perlu.”
“Mubazir, masa gak dibawa? Nanti di kantor lo juga pasti makan, kan? Tenang aja, gak gue masukin racun. Gue juga gak mau jadi janda muda,” ucap Jovicca sambil menyodorkan kotak bekal itu tepat di depan Alvian. Dia sudah menduga akan ditolak, tapi tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri.
“Gue bilang enggak ya, enggak. Awas!” Alvian mendorong Jovicca ke samping dengan tegas, lalu melanjutkan langkahnya tanpa ragu.
“Cowok sombong! Lo gak bisa bersikap baik sedikit apa? Gue udah cape bangun pagi-pagi supaya bisa masakin bekal buat lo, masa gak mau menghargai usaha orang sama sekali?” Nada suara Jovicca naik.
Langkah Alvian terhenti sejenak. Dia menoleh dengan ekspresi datar, suaranya dingin saat menjawab, “Gue gak minta dibuatin bekal.”
Tanpa menunggu reaksi, pria itu kembali melangkah, meninggalkan Jovicca yang berdiri mematung dengan wajah merah padam.
“Gila!” gumam Jovicca sambil mengepalkan tangannya kesal. “Nyesel gue masakin buat dia. Tau gitu mending gue tidur tadi. Argh… cowok gak tahu diri!” serunya, frustrasi.
Dengan kesal, dia meletakkan kotak bekal itu di atas meja makan. Pandangannya beralih ke arah jendela, mencari ide untuk mengalihkan rasa kecewanya.
“Nanti gue anter ke kantor Xellan aja deh. Mubazir kalau gak ada yang makan. Sekalian jalan-jalan juga, biar gak bosen sendiri di rumah.”
Setelah mengambil keputusan, Jovicca melangkah ke kamar untuk bersiap-siap pergi. Di dalam hati, dia sudah bertekad untuk tidak lagi membuatkan bekal untuk Alvian, meskipun, entah mengapa, dia tahu keputusan itu mungkin tidak akan bertahan lama.
***
“Tumben lo dateng pagi? Kesambet setan apaan?” celetuk Veron begitu melihat Alvian melangkah masuk ke kantor.
Pria itu hanya menanggapi dengan tatapan dingin, lalu melanjutkan jalannya menuju ruangan. Veron, yang dasarnya suka jahil, mengikuti di belakangnya tanpa diundang.
“Al, gue baru dapet gosip menarik.” Suaranya terdengar antusias. “Jordan, lo tau kan, si jomblo abadi itu? Gue lihat dia ketemuan sama cewek, loh. Emang gak jelas mukanya, cuma bayangan aja. Tapi gue yakin banget itu cewek! Akhirnya dia nggak jomblo lagi. Gue sampai gak percaya!” Veron terkekeh kecil sambil menopang dagunya, tampak berpikir serius seolah sedang menganalisis sesuatu yang penting.
“File untuk meeting mana?” Alvian memotong panjang lebar cerita Veron tanpa sedikit pun menunjukkan minat. Suaranya tegas, tanpa nada basa-basi.
Veron mengerjapkan mata, seolah baru sadar bahwa Alvian sama sekali tidak peduli dengan gosipnya. “Aelah nih bocah, weyy masuk sejam lagi. Lo dateng-dateng langsung nanyain tentang kerjaan.”
Alvian tetap diam, fokusnya tidak teralihkan dari berkas-berkas yang berserakan di atas mejanya. Tangannya sibuk membolak-balik dokumen tanpa menghiraukan keberadaan Veron.
“Oy, Al. Ais! Bocah ini emang gak bisa diajak ngobrol. Lo tuh jangan terlalu serius jalanin hidup. Hidup lo sama muka lo sama aja, datar kaya wajan gepeng!” seru Veron, mencoba menyindir dengan nada bercanda.
Namun, seperti biasa, Alvian hanya menanggapi dengan kesunyian yang dingin. Menyadari usahanya sia-sia, Veron menyerah. Dengan mengangkat bahu, dia keluar dari ruangan pria dingin itu sambil bergumam, “Ngobrol sama Al tuh sama aja kaya ngomong sama tembok….”
Veron kembali ke mejanya yang terletak tepat di depan ruangan Alvian. Dari balik kaca ruangan, dia masih bisa melihat Alvian yang tenggelam dalam pekerjaannya.
Namun, meskipun terlihat sibuk, pikiran Alvian mulai terusik. Kata-kata Veron tadi menggema di kepalanya. ‘Jordan punya pacar? Sejak kapan?’
Tidak bisa dipungkiri, Alvian cukup penasaran dengan wanita itu. Jordan bukan tipe pria yang sembarangan dekat dengan orang lain, apalagi seorang wanita. Sejak mereka saling mengenal, Alvian tidak pernah sekalipun melihat sahabatnya itu menjalin hubungan, bahkan sekadar menunjukkan ketertarikan pun jarang.
Jordan selalu terlihat fokus pada dirinya sendiri—karier, hobi, dan kehidupannya yang sederhana namun terarah. Tapi sekarang? Ada seorang wanita yang berhasil menembus pertahanan Jordan yang selama ini terlihat kokoh.
'Siapa dia?' pikir Alvian sambil memandangi meja kerjanya, seolah bisa menemukan jawabannya di sana. Ada dorongan halus di hatinya untuk mencari tahu lebih jauh, meski dia sendiri belum tahu alasannya apa.
***
Xellan sibuk di mejanya, menatap layar laptop dengan mata yang terasa berat. Semalaman dia tidak tidur, tenggelam dalam tumpukan dokumen kantor yang harus segera diselesaikan. Baru saja laporan terakhir selesai diketik, napas panjangnya terdengar, mencerminkan rasa lega yang bercampur lelah.
Dia merebahkan tubuhnya di sandaran kursi, mencoba memberi jeda sejenak. Tubuhnya terasa kaku, kepala berat, dan matanya perih. Beberapa hari terakhir begitu melelahkan, tugas kantor datang bertubi-tubi tanpa memberinya ruang untuk bernapas. Hampir setiap malam dia begadang demi mengejar tenggat waktu.
Saat Xellan mulai menikmati momen istirahatnya, suara dering ponsel memecah keheningan. Dia melirik ponsel yang tergeletak di meja. Dengan gerakan malas, Xellan meraihnya dan langsung mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa peneleponnya.
“Kapan kita bisa bergerak?” Suara berat dari seberang telepon langsung dikenali Xellan.
Wanita itu menghela napas, mencoba menahan emosi. “Gue lagi sibuk akhir-akhir ini.”
“Gue udah gak bisa nunggu. Kalau lo gak bisa lakuinnya sekarang, gue bakal cari orang lain.”
Nada tegas itu membuat Xellan mendongakkan kepala. Rahangnya mengeras, dan tatapannya tajam meskipun tak ada yang bisa melihatnya. “Lo bisa sabar sedikit? Bukannya gue udah bilang waktu itu supaya lo gak bersikap berlebihan? Semua ini juga terjadi karena kecerobohan lo sendiri!” bentak Xellan, nadanya penuh amarah.
Orang di seberang telepon terdiam, tapi Xellan tidak berhenti. “Gue juga suka sama dia, dan gue juga pengen cepat-cepat memilikinya. Tapi, lo tahu kan, semua ini butuh waktu. Kita gak bisa main asal gerak. Lo harus ngerti itu!” lanjutnya, suaranya meninggi dengan tegas.
Beberapa detik hening. Dari seberang, terdengar helaan napas panjang. Orang itu tahu wanita ini sedang emosi, dan lebih baik tidak memperkeruh keadaan. “Baiklah,” ucapnya singkat, nada suaranya melembut, menunjukkan tanda menyerah untuk saat ini.
Xellan memijit pelipisnya, berusaha meredakan amarah yang masih tersisa. Pikirannya kalut, tapi dia tahu, dia harus tetap memegang kendali akan emosinya.
“Jadi, lo bisa kapan?” orang di seberang telepon bersuara lagi.
“Nanti gue kabarin. Untuk sekarang, tujuan kita jangan biarkan Alvian sama Jovicca merasa nyaman satu sama lain,” tegas Xellan, suaranya penuh determinasi.
“Gue tunggu.”
Tanpa membuang waktu, Xellan langsung menutup telepon tanpa berniat memberikan balasan lagi. Dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya setelah percakapan penuh tekanan itu.
Namun, sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya. “Xellan, lo ngomong sama siapa?”
Xellan tersentak. Tubuhnya kaku seketika, matanya melebar saat melihat Jovicca berdiri di belakangnya. Wanita itu tampak penasaran, namun dengan tatapan penuh kecurigaan.
Pikiran Xellan langsung berputar cepat. ‘Apakah dia mendengar obrolanku tadi?’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments