Alvian melangkah santai ke ruang tamu, namun langkahnya terhenti seketika ketika matanya bertemu dengan sosok yang sedang duduk di depan ibunya.
Mata Alvian yang biasanya dingin tiba-tiba saja terkejut, tetapi dia berusaha menyembunyikannya dengan ekspresi datar yang sudah menjadi ciri khasnya.
Renata, yang melihat kedatangan anaknya, dengan hangat berkata, "Al, sini duduk di samping mama, dekat Jovicca."
‘Namanya Jovicca.’ Alvian melangkah ke arah kursi yang disediakan dan duduk dengan jarak yang cukup dekat dengan Jovicca.
Jovicca, yang sejak tadi menahan amarah, tersenyum tipis. "Tante, Om, sebelumnya saya minta maaf, saya datang ke sini hanya untuk menyetujui permintaan cerai Alvian," ujarnya dengan nada yang hampir tidak bisa menyembunyikan kebosanan.
Walau sudah muak dengan sikap arogan pria itu, Jovicca tetap menjaga sopan santun, berusaha menghargai orang tua di depannya.
Remon, yang tampaknya tidak ingin langsung menyetujui keputusan tersebut, menghela nafas panjang. “Jovicca, saya minta maaf atas perlakuan anak saya yang kurang bijaksana. Mungkin kita bisa membahas ini lebih baik lagi. Tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan.” Renata mengangguk setuju, mencoba memberi harapan agar masalah ini bisa diselesaikan dengan bijak.
Jovicca hanya tersenyum tipis, tapi tidak bisa menahan rasa kesalnya. “Maaf, Om, tapi say—”
Tiba-tiba Alvian memotong kalimat Jovicca dengan suara tegas, hampir terdengar sarkastis. “Saya tidak ingin bercerai.”
Jovicca menatapnya dengan pandangan yang campur aduk, tidak habis pikir. Tentu saja dia terkejut, bukankah Alvian selama ini yang menginginkan mereka bercerai?
Dengan kerutan di dahinya, Jovicca menjawab, “Maksud lo apa? Bukannya lo yang minta cerai selama ini?"
Alvian hanya mengangkat bahunya dan menjawab dengan nada tenang yang malah terdengar dingin, "Saya batalkan."
Jovicca hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Batalkan? Lo kata ini ajang ngasi doorprize? Seenak jidat batal-batalin. Gak bisa gitu, ya. Gue tetap minta cerai!”
Alvian, dengan ekspresi yang tetap datar, menjawab, "Tapi saya tidak ingin bercerai."
Jovicca terdiam beberapa detik, tak tahu harus berkata apa. Dia memutar bola matanya, kesal. “Ck, lo gak usah sok drama deh. Lagian lo udah siapin surat cerai kan? Mana sini, gue tinggal tanda tangan, terus langsung pergi.”
Alvian mengangkat alisnya, tatapan tetap tidak berubah. “Sudah saya bakar,” jawabnya dengan tenang, seolah semuanya adalah urusan sepele baginya.
Jovicca merasa seperti terbakar oleh omongan Alvian yang begitu sarkastis. "Lo pikir itu kertas corat-coret anak tk? Main dibakar seenaknya," gumam Jovicca, memalingkan wajah ke arah lain, berusaha untuk tetap tenang meski hati sudah penuh amarah.
"Udah gak usah banyak basa-basi, siniin aja suratnya. Gue orang sibuk, masih ada urusan lain," ucap Jovicca, membuka telapak tangannya di depan wajah Alvian.
Alvian hanya mengangkat bahu acuh, lalu mengambil ponselnya yang bergetar.
Jovicca mendengus kesal, "Lo gak ngerti, ya? Lo pikir gue bisa sabar terus-terusan?"
Jovicca meringis, "Lo emang gak ada otak, ya?"
Alvian hanya mengangkat bahu, kembali fokus pada ponselnya. “Sudah saya katakan tidak ingin bercerai, berarti tidak bercerai."
Perdebatan di antara mereka semakin memanas, namun tanpa sadar, Remon dan Renata diam-diam mengamati dengan tatapan cemas. Kedua orang tua itu saling melirik, khawatir anak-anak mereka tak akan menemukan jalan tengah.
Suasana tegang di ruangan itu akhirnya sedikit mereda saat Renata berdiri dan melangkah mendekati Jovicca. Dengan senyum lembut dan teduh, wanita paruh baya itu duduk di samping Jovicca, mengelus rambut panjangnya dengan penuh kelembutan. “Sayang, kita omongan masalah ini baik-baik ya,” ucap Renata, mencoba menenangkan amarah Jovicca yang masih membara.
Meski masih kesal dengan Alvian, Jovicca tak bisa menahan rasa nyaman yang muncul begitu melihat senyum tulus Renata. Seperti menemukan pelabuhan yang damai di tengah badai yang mengguncang kehidupannya.
"Iya, Tante," jawab Jovicca, dengan senyum kecil yang manis meski sedikit canggung, seolah hati yang keras perlahan menghangat.
Tiba-tiba, tangan Jovicca sudah ditarik oleh Alvian dengan paksa. Rasa kesalnya langsung membakar, dan tanpa pikir panjang, dia berusaha melepaskan genggaman pria itu.
“Alvian, Jovicca mau dibawa kemana?!” teriak Renata yang tak digubris lelaki itu sama sekali.
‘Percuma ganteng, kalau kelakuannya kasar, gak sopan, gak bisa menghargai cewek, gampang marah, wajah dingin kayak es. Apa yang bisa dilihat darinya? Modal ketampanan doang. Orang lain juga bisa ganteng, tapi gak semua punya sikap yang kayak dia.’ pikirnya dalam hati.
“Lepasin! Gue bisa jalan sendiri,” ucap Jovicca dengan nada yang tajam, mencoba melepaskan tangan yang terjerat.
Namun, Alvian tak bergeming sedikit pun, hanya sibuk dengan ponselnya, seakan dia tak peduli.
Jovi akhirnya pasrah, dia hanya bisa mengikuti langkah pria itu dengan satu tangannya ditarik Alvian. Wajahnya cemberut, menahan amarah yang tak kunjung reda.
Mereka tiba di taman belakang. Suasana seketika menjadi hening, hanya suara langkah kaki dan desiran angin yang terdengar. Jovicca menatap Alvian dengan kesal, namun pria itu tampak tenggelam dalam ponselnya, seakan dunia di sekitar tak ada artinya.
‘Apa sih nih cowok? Narik-narik gue ke sini, terus diem-dieman gak jelas gitu? Jadi orang aneh banget dah. Sial banget gue punya suami gak aneh begini.’ batinnya mengolok-olok Alvian.
Jovicca berbalik, hendak kembali ke ruang tamu. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Alvian yang seperti ini. Katanya mau bicara, tapi malah diem aja dari tadi. Sebelum Jovicca melangkah, tangannya sudah ditahan oleh Alvian.
"Saya mau bicara."
Jovicca memutar bola matanya, jengah dengan sikap pria itu yang tak jelas. "Mau ngomong ya tinggal ngomong, ribet banget sih jadi orang. Bukannya ngomong malah diem doang, udah 10 menit gue tungguin lo kaya orang tolol ini. Kalau gak mau ngomong, gue mau ke ruang tamu, ngambil tas, terus pulang," ucapnya sambil menyingkirkan tangan kekar Alvian.
Wanita itu merasa kesal, entah kenapa setiap kali berhadapan dengan pria ini, rasanya seperti ada yang mengganjal di dalam hatinya.
"Duduk." Lagi-lagi, Jovicca hanya bisa menurut. Dia duduk di samping Alvian, melipat tangannya di dada dan menatap lurus ke depan dengan wajah masam yang menunjukkan betapa jengkelnya dia.
"Saya ingin membatalkan perceraian," ujar Alvian dengan tegas.
Jovicca langsung berdecak, kesal. “Gue gak mau! Lagian lo kesurupan apa gimana sih, tiba-tiba batalin gitu aja? Apa mungkin lo terpikat sama kecantikan gue malam itu?”
“Tapi gak mungkin sih, lo juga punya cewek, kan. Gue gak peduli itu pacar lo kek, selingkuhan lo kek, calon istri bini lo kek, bodo amat lah ya, itu bukan urusan gue. Selain itu, lo sama gue gak terlalu deket, kita gak punya perasaan satu sama lain, hanya status di atas kertas putih. Jadi, kalau bercerai sekarang itu gak masalah, sebelum hubungan ini terlalu jauh. Setelah kita bercerai, lo bisa bebas lakuin apa aja. Mau pacaran lagi, mau nikah lagi, mau single sampe bangkotan, juga terserah dah, bukan urusan gue. Dan gue juga mau bebas, gak melulu terikat sama hubungan gak jelas ini," ujar Jovicca panjang lebar.
Walaupun sedang berkutat dengan ponselnya, Alvian tetap mendengarkan ocehan panjang wanita itu. Dia menunggu hingga Jovicca berhenti bicara, tanpa memberikan reaksi apapun.
Merasa tidak mendapat balasan, Jovicca menoleh ke sampingnya. Melihat Alvian yang sibuk dengan ponsel, rasa kesalnya semakin memuncak.
Dia merasa tidak dihargai, berbicara panjang lebar namun pria itu malah asyik dengan dunia kecilnya sendiri. Tanpa membuang waktu lagi, Jovicca berdiri hendak pergi ke ruang tamu, tempat Remon dan Renata berada.
"Argos Vander."
Satu nama itu mampu menghentikan langkah Jovicca. Dengan cepat, dia menoleh dan menatap tajam wajah datar di depannya.
"Kenal dengan nama ini?" Alvian mengangkat satu alisnya, matanya yang terlihat penuh ejekan diarahkan ke Jovicca.
Jovicca merasa geram. Apa yang dimaksud pria ini? Dari mana dia tahu nama itu? Argos Vander bukan orang sembarangan, semua masalah tentang pria itu sudah ditutup rapat-rapat. Tapi Alvian? Sepertinya cukup bermain-main dengan batas kesabarannya.
"Mau lo apa?" jawab Jovicca dengan nada yang penuh ketegasan, tak mau kalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Rey
rencana apa yang di maksud Xellan?
semakin menarik 🤗
2024-02-06
1