BAB 3

Jovicca membuka kedua mata indahnya, perlahan, seperti ada beban yang menahan setiap kelopak mata itu untuk terbuka. Dengan susah payah, ia mencoba duduk, tubuhnya terasa berat dan kaku, dan perlahan ia bersandar di kepala kasur. 

Pandangannya menyapu sekeliling kamar yang masih terasa asing, mencari-cari sosok yang semalam tidur bersamanya. Namun, Alvian tidak ada. Ruangan itu kosong, sepi, seakan-akan segala yang terjadi semalam hanyalah mimpi buruk yang cepat berlalu.

“Dia sudah pulang ya? Kenapa gak ngomong dulu sih? Minimal ijin sebelum pergi kek,” ucap Jovicca dengan nada kesal, suaranya terdengar hampa. 

Pikirannya kembali terjerat kenangan semalam, suara Alvian yang terdengar kasar dan terburu-buru, menyebut nama gadis lain. Chesy, nama itu terus berputar-putar di kepalanya, seperti gonggongan anjing yang tak henti bersuara.

“Siapa Chesy? Apa itu pacarnya? Apa dia punya cewek lain?” Pertanyaan-pertanyaan itu membelit hatinya dengan ketajaman yang tak bisa dia hindari. 

Perasaan marah dan kecewa menghimpit dadanya, setiap helaan napas terasa sesak. Ia tahu betul kalau Alvian tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi tidak pernah ia bayangkan, pria yang telah lama mengabaikan perasaannya, ternyata juga mampu mengkhianati kepercayaan yang ada dalam pernikahan mereka.

Kemudian, beberapa pertanyaan muncul dalam pikirannya. Apa yang bisa dia lakukan? Marah-marah? Memaki lelaki itu? Atau malah menghajar suaminya yang seolah tak peduli? 

Tapi, itu semua tidak mungkin. Ia bukan siapa-siapa baginya, hanya seorang gadis yang dijual pada keluarga kaya. Ia tahu betul bahwa sejak awal Alvian sudah terang-terangan menolak pernikahan ini, menolak segala bentuk komitmen yang seharusnya dimiliki oleh seorang suami kepada istrinya.

Jovicca merasa dirinya hanyalah bagian dari sebuah transaksi, bukan sebuah hubungan. Dia tidak punya hak untuk marah, untuk menuntut, atau bahkan untuk berharap lebih. Dia hanya gadis yang terjebak dalam takdir ditentukan orang lain, menjalani peran yang diberikan tanpa bisa memilih.

“Gak penting ah, mau pacarnya kek, calon istrinya kek, atau cewek yang disukainya kek. Itu bukan urusan gue,” ucap Jovicca dengan nada acuh tak acuh, seolah masalah itu tidak layak untuk dipikirkan lebih lanjut.

Dia lebih memilih untuk mengabaikan semuanya. Lagi pula, dia juga terpaksa menerima pernikahan ini, bukan karena cinta, tapi karena takdir yang menuntut. 

Namun, Jovicca tetap menganggap pernikahan itu adalah hal yang sakral dan harus dihormati. Itu sebabnya, meskipun hatinya terasa kosong, dia tetap setia. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah menutup hati untuk orang lain dan menerima keadaan yang ada.

“Sekarang gue mau mandi, habis itu pulang, terus interogasi Xellan soa masalahsemalam. Awas aja lo, Lan,” ucap Jovi sambil berbicara pada dirinya sendiri, mulutnya melengos kesal.

“Argh, kok sakit?”

“Gue tau sih pertama kali tuh sakit, tapi gak kebayang bakal sesakit ini,” keluh Jovicca, menahan rasa sakit itu. 

Sementara pikirannya sibuk mengingat kejadian semalam, lamunan Jovicca terhenti saat mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Refleks, dia langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Alvian keluar hanya dengan mengenakan handuk putih, tubuhnya basah dengan tetesan air yang belum sepenuhnya mengering. Rambut hitamnya yang sedikit panjang tampak sedikit acak-acakan, dan mata tajamnya menatap Jovicca sejenak. 

Kulit sawo matang itu terlihat kontras dengan warna handuk putih yang dipakainya. Rahang tegas yang mengeras menambah kesan maskulin, namun Jovicca tak bisa mengabaikan sebuah luka sayatan kecil yang membekas di sekitar rahangnya, seakan sebuah petunjuk kisah lain yang tersembunyi.

Kenapa semalem lukanya gak keliatan ya? 

Kalau dilihat sekilas, luka itu memang tak terlalu jelas. Alvian tampak sempurna, meskipun sedikit goresan itu membawanya terasa lebih manusiawi di mata Jovicca.

Mata Jovicca perlahan turun, menyusuri tubuh Alvian yang terbalut handuk putih. Pandangannya terhenti pada perut sixpack yang terlihat jelas, membentuk lekukan yang sempurna. Otot-otot tipis di sepanjang tubuhnya memancarkan kesan kekuatan yang terjaga, tanpa terlihat berlebihan. Bahu dan lengan yang sedikit berotot mempertegas kesan maskulin lelaki itu, sementara lekuk tubuhnya tetap tampak ramping dan proporsional, membuat Jovicca tak bisa mengalihkan pandangannya.

Alvian mengeluarkan suara batuk yang sengaja keras, seolah ingin membangunkan Jovicca dari lamunannya. Dia tahu betul dengan tatapan kagum yang sering dilontarkan para wanita kepadanya, jadi tatapan seperti itu bukanlah hal baru. 

Jovicca yang sadar akan kelakuannya hanya bisa tersenyum lebar, berusaha mengabaikan perasaan canggung dan malu yang mulai merayap. Meski jelas-jelas baru saja memperhatikan tubuh Alvian dengan intens, dia mencoba untuk bersikap santai. 

“Kamu belum pulang? Saya pikir kamu sudah pergi sejak tadi,” ucapnya dengan nada seolah tak ada yang aneh, meskipun dalam hatinya bergejolak rasa tidak nyaman karena terang-terangan mengamati tubuh suaminya yang begitu sempurna.

Namun, Alvian hanya menatapnya dengan tatapan datar, seolah tidak peduli dengan ocehan yang keluar dari mulut Jovicca. Dia melangkah dengan tenang menuju meja tempat pakaian dan barang-barangnya, lalu sibuk mengeringkan rambutnya menggunakan handuk, seakan tidak ada yang penting di luar aktivitasnya.

Jovicca menghela napas, merasa sedikit kikuk dengan dirinya yang tidak bisa menahan pandangan. Tapi, ia tahu, begitulah dirinya, selalu terbuka dan tidak bisa diam begitu saja.

Dengan wajah berbinar, Jovicca memandangi kartu ATM yang tergeletak di kasur. Apakah ini nafkah dari Alvian untuknya? Terserah Alvian mau punya simpanan atau memiliki hubungan lain, asal uang bulanannya tetap lancar Jovicca tidak akan keberatan sama sekali.

Bohong rasanya jika dia bilang tidak membutuhkan uang. Semua orang pasti membutuhkan uang, apalagi dalam hidup yang serba mahal. Lagipula, Alvian adalah suaminya. Bukankah sudah menjadi tanggung jawab suami untuk menafkahi istrinya? 

‘Tapi, bukankah ini terlalu cepat ya? Emang dia udah tau kalo gue istrinya?' Jovicca merasa bingung. Kenapa Alvian bisa secepat ini memberinya nafkah?

'Ahh terserah deh, pokoknya gue bisa beli baju baru nanti.’ batinnya.

Alvian, yang melihat ekspresi wanita itu, tidak bisa menahan tatapan sinis. Dia sudah terbiasa dengan ekspresi-ekspresi seperti itu, mereka hanyalah wanita yang cuma tertarik pada uang dan fasilitas. Tidak tahu apakah mereka benar-benar peduli padanya atau tidak, yang jelas uangnya selalu diterima dengan senyum manis dan wajah berbinar.

"Bayaranmu," ucapnya singkat, seperti biasanya, tanpa ekspresi.

Wajah Jovicca yang tadinya cerah penuh kebahagiaan kini berubah, seiring dengan kebingungannya mencoba memahami perkataan Alvian. "Bayaran? Bayaran untuk apa?" 

Bukankah ini adalah nafkah suami kepada istri? Tapi kenapa sekarang Alvian menyebut bayaran? Apa maksudnya?

Seiring dengan pertanyaan yang menggelayuti pikirannya, Jovicca merasa seolah-olah ada yang hilang. Senyum yang sempat menghiasi wajahnya tiba-tiba terasa kaku, digantikan oleh keraguan yang menghantui. 

Alvian yang tampak acuh, sibuk dengan ponselnya, seolah tidak memberi ruang untuk klarifikasi atau penjelasan. Hal ini semakin membuat Jovicca merasa kecil, tidak dihargai. Dia hanya bisa menatap kartu ATM itu, seolah ada jarak yang begitu jauh antara dirinya dan apa yang seharusnya menjadi haknya sebagai seorang istri. 

Jovicca memandang Alvian dengan tatapan penuh kebingungan. Otaknya mulai berpikir hal-hal negatif. “Alvian!!”

"Bayaranmu karena sudah menemani saya tadi malam." 

Kata-kata itu meluncuR begitu saja dari bibir Alvian, seolah itu adalah hal biasa, tidak ada yang aneh, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Tetapi bagi Jovicca, itu adalah sebuah tamparan yang lebih keras daripada apa pun yang pernah dia rasakan sebelumnya.

"Apa maksudmu?" suara Jovicca serak, hampir tidak keluar. 

Namun, Alvian hanya menatapnya dengan tatapan datar, tidak peduli dengan kebingungan dan kekecewaan yang jelas terpancar dari wajah Jovicca. 

‘Sungguh drama yang menjengkelkan.’

"Kurang? Berapa bayaranmu satu malam?" Alvian bertanya dengan nada sarkastik, matanya menatap tajam Jovicca, seolah menganggap semua ini hanya masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan uang.

Jovicca merasa seperti dihina, seolah kesetiannya dalam pernikahan ini tidak lebih dari sekadar sebuah transaksi. Dia merasa terasing, terbuang, dan benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

Jovicca merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap langkah terasa menyakitkan. Selimut yang melilit di tubuhnya tampak seperti beban tambahan yang membuatnya semakin kesulitan bergerak. 

Namun, rasa sakit itu tidak cukup kuat untuk menghalanginya dari apa yang ingin dia lakukan. Emosinya yang meluap-luap, perasaan kecewa yang menghancurkan, mendorongnya untuk tetap bergerak, meski tubuhnya hampir tidak sanggup.

Langkahnya terhuyung, tapi dia tetap memaksakan diri untuk mendekati Alvian. Pikirannya berkecamuk, hatinya dipenuhi rasa sakit yang sulit dia bendung. Setiap langkah terasa semakin berat, tetapi ada satu hal yang membuatnya terus maju. Hinaan dan rasa yang tidak bisa dia sembunyikan. 

Tanpa peringatan, tamparan itu terlepas dari tangannya. Suara yang menggema mengisi ruangan, bersaing dengan degup jantung Jovicca yang berdebar hebat. Pipi Alvian memerah, bekas telapak tangannya jelas terlihat di sana. 

Jovicca bisa merasakan tangannya bergetar, namun dia tidak menyesali tindakan itu. Sakit yang dia rasakan jauh lebih besar daripada rasa takut atau canggung.

Alvian terdiam, wajahnya memucat seketika. Tidak ada seorang pun yang pernah berani menyentuhnya, apalagi menamparnya. Namun, wanita ini justru melakukan itu. Rasa terkejut dan marah bercampur aduk di wajah Alvian, namun itu tidak berarti apa-apa bagi Jovicca.

Terpopuler

Comments

Linechoco

Linechoco

Sudah baca lima kali tapi tetap tergila-gila sama cerita ini ❤️

2024-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!