“Al, tumben ke sini. Mau ngapain?” sapa Jordan saat melihat Alvian. Pria itu masuk ke dalam lift dan langsung menekan angka satu di tombol dekat pintu lift.
“Lantai 24?” tanya Jordan bingung ketika melihat lantai tujuan Alvian.
“Antar bekal Xellan.” Mendengar perkataan sahabatnya Jordan mengerutkan dahi. Setahunnya Alvian tidak pintar memasak, jangankan membuat bekal, goreng telur aja bisa gosong.
“Jovicca yang masak,” lanjut Alvian. Dia tahu apa yang ada di pikiran sahabatnya itu.
“Ohh, terus kenapa kau yang mengantarnya?”
“Di suruh Jovicca.” Jordan memicingkan matanya menatap Alvian.
“Di suruh Jovicca? Sejak kapan seorang Alvian rela menuruti perintah orang lain? Bilang aja emang pengen ketemu sama Xellan,” cibir Jordan, sahabatnya ini kapan bisa move on dari Xellan? Kasihan Jovicca yang berstatus sebagai istrinya.
“Kau sendiri kenapa ke sini?” tanya Alvian, pria itu mengalihkan topik pembicaraan mereka.
“Bertemu dengan temanku.” Memang pria itu tadi naik di lantai 15. Gedung ini tidak hanya memiliki satu perusahaan, jadi jangan heran jika Alvian dan Jordan memiliki teman dari perusahaan berbeda dalam satu gedung.
Alvian tidak membalasnya, pria itu hanya diam menunggu lift berhenti di lantai 24.
“Aku duluan,” ucap Alvian keluar dari lift, dia sempat mendengar balasan Jordan sebelum pintu lift tertutup. Lelaki itu berjalan santai masuk ke kantor Xellan.
“Taruh aja di atas meja,” ucap Xellan tepat saat Alvian sudah masuk ke ruangannya.
Xellan tahu kalau Alvian yang mengantar bekalnya, karena Jovicca sudah mengabari perempuan itu terlebih dahulu.
“Lan, ak-”
“Al, kalau mau bahas tentang masalah pribadi aku minta tolong jangan sekarang. Kerjaan aku lagi numpuk banget soalnya,” sela Xellan dengan halus, memang dia sedang sibuk. Beberapa hari terakhir tugasnya sangat banyak.
“Ada yang bisa aku bantu?” Alvian berjalan mendekati Xellan tetapi di tahan oleh wanita itu.
“Enggak, aku bisa ngerjainnya sendiri.” Karena di tolak, Alvian memilih untuk duduk di kursi depan Xellan. Dia fokus melihat wajah serius Xellan saat bekerja.
“Kamu gak mau ke kantor? Ini udah siang loh.” Xellan bingung, apakah orang ini tidak memiliki kerjaan lain?
“Nanti saja, aku masih ingin melihat wajahmu lebih lama.” Mata Alvian masih setia memandangi wajah cantik Sang Pujaan Hati.
Xellan mengabaikan Alvian dan lanjut menyelesaikan tugasnya.
***
Jam empat sore, semua orang sudah sibuk menyusun barang-barang mereka, ini sudah jam pulang kerja. Tetapi berbeda dengan Alvian.
Pria itu sedang sibuk berkutat dengan laptopnya, dia sedang mengerjakan berkas-berkas yang seharusnya di kerjakan besok.
“Al, ayo keluar. Jordan udah otw ke caffe biasa tuh.” Veron tiba-tiba masuk ke ruangan Alvian tanpa permisi.
Bosnya sudah terbiasa akan sikap Veron, jadi dia tidak mempermasalahkan itu. Toh pria ini juga akan bersikap sopan di waktu yang tertentu. Saat bertemu klien contohnya.
“Tunggu sebentar.”
“Weyy bos, ini udah pulang kerja kok lo masih kerja. Besok bisa di lanjut, lagian file itu deadline nya masih lama, Al,” sewot Veron saat melihat Alvian tengah sibuk mengerjakan tugas.
“Orang tuh pulang kerja siap-siap keluar kantor, lah manusia satu ini agak lain,” cibir Veron dengan suara yang sedikit mengecil.
“Kalau kau mau duluan silahkan.”
“Enggak bos, enggak. Selesaikan kerjaannya dulu, gue tunggu di depan.” Veron membalas perkataan Alvian dengan memperlihatkan deretan giginya yang putih.
Lelaki itu langsung keluar dari ruangan Alvian dengan mencibir pria yang berstatus sebagai bosnya.
Karena lama menunggu Alvian, Veron mengambil ponsel dan membuka instagramnya. Bukan Veron namanya kalau tidak mudah bosan.
“Aelah lama banget sih, gue nunggu udah setengah jam ini. Ntar kan macet lagi di jalan. Tuh anak bener-bener. Kalo bukan karena sayang bensin males, gue nungguin dia,” gerutu Veron karena bosan menunggu Alvian.
“Ayo berangkat.” Baru saja di bicara, manusianya sudah berdiri di belakang Veron, mengejutkan Veron yang asik mencibirnya.
“Lo datengnya kapan? Udah lama kah? Kok gue gak denger? ” tanya Veron gelagapan. Pasalnya dia kepergok sedang mencibir bosnya itu.
Seperti biasa, Alvian tidak membalas pertanyaannya. Pria itu hanya berjalan menuju lift untuk turun ke parkiran.
“Al! Tungguin gue!” teriak Veron menyusun semua barangnya dengan cepat. Dia saja tidak tahu barang apa yang di masukkan ke dalam tas.
***
Saat sudah berada tepat di depan cafe, mereka berdua turun dari mobil bertepatan dengan mobil Jordan yang baru sampai.
“Al, itu Jordan. Tunggu aja biar sekalian masuk bareng,” ucap Veron menahan Alvian yang ingin masuk lebih dulu.
Tidak lama menunggu, Jordan sudah ada di depan mereka. “Kenapa diem di sini?”
“Nungguin lo lah, cepetan ah. Gue udah haus.” Veron mendorong punggung kedua sahabatnya masuk ke cafe.
“Selamat sore, Mas. Mau pesan apa?” tanya kasir wanita dengan sopan.
“Coffee Americano aja satu. Kalian mesen apaan?”
“Samain aja, biar gak lama.”
“ Mnn.”
“Coffee Americano tiga, Kak,” ucap Veron memesan minuman mereka.
“Baik, totalnya 129 ribu ya, Mas.”
“105 ribu, mana sini?” tanya Veron ke kedua sahabatnya.
“Idih itu doang kamu minta,” sindir Jordan karena sahabatnya ini bukan orang kekurangan, tetapi malah minta ke mereka.
“Dompet gue ketinggalan di kantor, tadi Alvian ninggalin gue soalnya,” bela Veron dengan mata yang melirik kesal ke bosnya itu.
“Pakai qris,” ucap Alvian langsung membuka ponselnya.
“Bisa di scan di sini ya, Mas.” Selesai membayar Alvian berjalan ke bangku yang dekat dengan jendela. Meninggalkan dua sahabatnya di kasir.
“Atas nama siapa, Mas?”
“Apa,” jawab Jordan ngasal.
“Atas nama siapa?” tanya pelayan itu mengulang perkataannya.
“Apa.”
“Ini minumannya atas mama siapa, Mas?” Pelan itu mengulang lagi pertanyaannya, wanita itu memaksakan senyum di bibirnya.
“Apa.” Merasa pria di depannya ini memang tidak waras, dia beralih ke Jordan dan menanyakan namanya.
“Mas, ini minumannya atas nama siapa?”
“Gak ada.” Pelayan itu menghela nafas. Dia lelah melayani customer yang bawel sedari lagi tadi, dan sekarang harus ada pelanggan yang gila?
“Mas, setelah minumannya selesai, kami akan memanggil sesuai dengan nama yang tertera. Boleh saya minta nama kalian, agar saya bisa menulisnya?” tanya pelayan itu mencoba untuk bersabar.
“Iya, Kak. Tulis aja nama saya,” jawab Veron anteng.
“Lalu namanya siapa?”
“Gak ada.” Habis kesabaran wanita itu.
“Mas, saya minta tolong kerja samanya! Saya cape dari pagi gak berenti,” kesal pelayan wanita dengan wajah yang menaham emosi.
“Apa Mas nya tidak punya nama?”
“Saya punya nama, Kak.”
“Terus namanya siapa?”
“Gak ada.”
“Argh.” Pelayan itu menatap kesal dua pria di depannya.
“Apa?” tanya Veron masih saja menjahili pelayan wanita ini.
“Kau memanggilku?” sahut Jordan dengan wajah polosnya.
Melihat itu, pelayan wanita pergi begitu saja meninggalkan dua pria gila di depannya. Sedangkan Veron dan Jordan tertawa bersamaan, mereka puas menjahili wanita manis tadi.
Beralih ke Alvian, pria itu tengah sibuk memainkan ponselnya. Tak lama ponselnya berdering terlihat nama ‘mama’ di layar ponsel itu.
“Hallo, Ma. Ada apa?”
“Alvian, kamu pulang ya. Jovicca pingsan, dan mama cuma sendiri dirumah sekarang,” balas Renata dari seberang telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments