Istri Seharga 2 Miliar
Jovicca memperhatikan Xellan yang keluar dari kamar dengan penampilan seperti biasa. Kemeja hitam oversized yang lengannya digulung rapi, dipadukan dengan celana hitam ketat yang simpel, dan sepatu sneakers putih memberi kesan santai.
Namun, ada yang aneh. Jovicca bingung melihat sahabatnya keluar dengan langkah hati-hati, mengendap-endap seperti seorang pencuri yang sedang menjalankan aksinya di tengah malam. Wajahnya tampak cemas, matanya melirik ke kiri-kanan, seolah takut ketahuan oleh seseorang.
"Mukanya kayak markonah yang habis nyolong kain jemuran," gumam Jovicca, teringat pada warga desanya dulu yang suka mencuri jemuran tetangga. Ekspresi Xellan membuat Jovicca merasa seperti sedang menyaksikan drama komedi di depan matanya, lucu sekaligus membingungkan.
Jovicca tak bisa menahan rasa penasaran yang semakin membara. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengikuti Xellan. Mereka pindah ke kota ini baru beberapa jam yang lalu, dan kini Xellan tiba-tiba ingin keluar malam-malam begini? Ada apa gerangan?
Tanpa pikir panjang, Jovicca segera meraih ponselnya, lalu melesat keluar dari apartemen mereka. Malam ini, dia akan memainkan peran sebagai mata-mata. Dengan langkah cepat, dia mengintai gerak-gerik Xellan.
"Kenapa masang muka kaya gitu? Kucel banget, udah kaya aer kobokan yang nggak diganti berhari-hari!" gumam Jovicca, melihat ekspresi kesal sahabatnya yang seperti baru aja dikejar induk ayam.
Mata Jovicca terbelalak melihat Xellan membuka pintu mobil Range Rover Evoque yang terparkir di deretan mobil mewah lainnya.
"Sejak kapan dia punya mobil?" gumam Jovicca, terkejut setengah mati. Yang dia tahu, Xellan tak beda jauh dengannya. Anak yatim piatu dan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk bertahan hidup. Dan kini, Jovicca melihat sendiri Xellan mengendarai mobil yang cukup mewah menurutnya.
Tidak. Jovicca tak bisa diam saja. Malam ini, dia harus mendapatkan penjelasan dari Xellan, apapun caranya.
Melihat mobil hitam itu mulai melaju keluar dari gerbang apartemen, Jovicca langsung buru-buru masuk ke taksi yang sudah mangkal sejak tadi di depan apartemen mereka.
"Pak, tolong kejar mobil hitam itu!" ujarnya dengan nada tak sabar, matanya tak pernah lepas dari mobil Xellan, seolah-olah khawatir mobil itu akan hilang dari pandangannya.
"Baik, Nona," jawab sopir taksi sambil menatap ke spion, dan mulai menginjak gas.
"Cepat, Pak! Jangan sampai ketinggalan!" serunya lagi, hampir menjerit.
Sopir taksi hanya mengangguk lalu mempercepat laju mobilnya. Untung saja, malam ini jalanan cukup lancar, jadi mereka bisa mengejar Xellan tanpa hambatan.
Alis Jovicca menyatu, memandang bingung ke bar yang ada di depannya. Mereka baru saja pindah siang ini, tapi sekarang dia malah memergoki sahabatnya pergi ke bar? Kenapa ke tempat ini? Sejak kapan Xellan sering mengunjungi tempat seperti ini? Berbagai pertanyaan berputar-putar di kepala Jovicca.
"Lo harus kasih penjelasan sih malam ini, Lan," gumamnya pelan, tak percaya.
Belum sempat melanjutkan lamunannya, Xellan sudah lebih dulu melangkah masuk ke dalam bar. Tanpa banyak pikir, Jovicca langsung turun dari mobil dan berjalan cepat, tak ingin kehilangan jejak sahabatnya yang kini sudah masuk.
Banyak pasang mata menatap Jovicca dengan pandangan aneh. Bagaimana tidak, dia datang ke bar mengenakan baju tidur dan sandal rumah berbentuk kelinci. Apakah wanita ini sedang mengigau? Penampilannya sangat jauh berbeda dengan orang-orang di sana, yang pastinya sudah rapi dan stylish. Tapi hal itu tidak Jovicca pedulikan, kakinya tetap melangkah masuk ke depan pintu bar itu, dia takut kehilangan jejak sahabatnya.
"Maaf, Nona, tapi Anda tidak boleh masuk," ucap seorang satpam sambil menghalangi jalan Jovicca.
"Ehh, Pak, itu teman saya!" Jovicca kesal. Dengan cepat, sahabatnya hilang di balik tembok bar yang ramai.
"Ck, Pak, kenapa sih? Saya ingin masuk!" omelnya, menatap kesal satpam yang tidak peduli.
"Pak, saya mau ketemu teman saya, ayo dong Pak, izinkan saya masuk, plis," Jovicca merayu, berharap bisa masuk dan bertanya langsung pada Xellan apa alasan wanita itu pergi ke tempat seperti ini.
"Maaf, Nona, tapi anak di bawah umur tidak boleh masuk. Sekali lagi, saya minta maaf, Anda boleh pergi." Bukannya melunak, satpam itu malah mengusirnya dengan tegas.
Tunggu! Apa?! Anak di bawah umur? Saya sudah 25 tahun, Pak! Anak di bawah umur apanya? Jovicca terkejut, merasa seperti dipermalukan. Bapak ini kira umurnya berapa, sih?
"Pak, umur saya 25 tahun, saya bukan anak kecil! Saya juga punya KTP, tapi tinggal di rumah," balas Jovicca, sambil tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang hampir bersinar.
Namun, satpam itu tetap teguh pada pendirian, melarangnya dengan alasan anak di bawah umur tidak boleh masuk. Apa wajahnya semuda itu sampai-sampai satpam ini tidak percaya? Atau mungkin satpam ini hanya butuh kacamata?
Jovicca semakin kesal, tapi tidak menyerah. Dia tetap kekeh ingin masuk ke bar, tekadnya bulat. Dia harus bertemu dengan Xellan, harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Nona, jika Anda tidak bisa diajak kerja sama, saya akan bersikap kasar," kata pak satpam dengan nada yang mulai tajam. Kesabarannya sudah habis. Mereka sudah berdebat hampir 15 menit, dan Jovicca masih saja keras kepala.
Mau tak mau, Jovicca harus menyerah. Dia tidak ingin menahan malu karena diseret keluar oleh satpam. Sekarang saja mereka sudah menjadi sorotan orang-orang yang berlalu-lalang, bagaimana kalau nanti dia diseret keluar? Sudah jelas, dia tidak akan bisa sembunyi ke mana-mana. Mau taruh di mana muka ini?
Dengan langkah berat, Jovicca akhirnya berbalik dan berjalan gontai menuju pintu. Sesekali, dia bergumam kesal, memarahi satpam yang tidak punya otak itu. Dirinya sudah dewasa, kenapa masih berpikir kalau dia anak di bawah umur? Tapi, pikirannya masih sibuk dengan kejadian barusan, hingga tiba-tiba, lengan kanannya ditarik paksa oleh seseorang.
"Eh!" Jovicca terkejut, menoleh ke arah yang menariknya.
“Apa ini?! Lepas tangan saya… Siapa sih? Lepas!!” teriak Jovicca, namun suaranya tenggelam dalam kebisingan bar yang penuh orang. Pria yang menariknya tetap tidak menghiraukannya.
Jovicca berusaha keras untuk melihat wajah pria itu, tapi sulit karena dia berada di belakan. Lampu remang-remang semakin membuat penglihatannya kabur. Jovicca terus berontak, menahan ketakutan yang semakin membesar. Dia tidak ingin dibawa ke tempat yang tidak dia kenal. Bukan ini yang dia inginkan. Tapi tubuhnya terasa seperti orang lemah, dan genggaman pria itu semakin kuat.
Saat mereka hendak masuki ke dalam bar, Jovicca melihat satpam yang tadi menahannya hanya diam tanpa bergerak. Kenapa? Bukankah orang itu tadi yang menghalanginya masuk? Kenapa sekarang dia malah tidak melakukan apa-apa? Jovicca semakin frustasi. Seharusnya malam ini bisa berjalan lebih baik. Dia hanya ingin mengikuti Xellan, menanyakan alasan sahabatnya pergi ke bar, tapi sekarang dia terjebak dalam situasi yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dia merasa seperti dalam jebakan, dan tidak ada yang peduli. Keterpurukannya semakin dalam, rasa kesal yang membuncah di dadanya, membuatnya merasa seperti orang yang sangat sial malam ini.
“Lepas! Kamu siapa sih?! Jangan seenaknya menarik tangan orang seperti ini, saya bisa tuntut kamu. Ini namanya pelecehan. Lepas!!” teriak Jovicca, berusaha membebaskan diri. Ketakutan melanda dirinya, apalagi dia masih berstatus sebagai istri orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Jesllynne
Terimakasih kakak
2024-02-07
0
suka menulis 。◕‿◕。
saya akan baca cerita nya pelan setiap partnya
2024-02-07
1
suka menulis 。◕‿◕。
saya sudah mampir di cerita kakak, cerita kakak sangat bagus kali
2024-02-07
1