Livy mengusap airmatanya, Ia sudah cukup lama menangis dan berlarut dalam kesedihannya itu. Ia menutup buku Diary nya dan meletakan nya di tempat yang memang jarang Damian sentuh. Hari sudah sore, setelah pagi tadi dirinya mendapatkan luka. Ia keluar dari kamarnya menuju balkon. Ia menatap halaman mansion yang masih dipenuhi dengan salju tebal itu. Tangannya memegang roling pembatas.
Hari ini...
Apakah dia gadis itu? Apa kau bermalam bersamanya Archer? Aku sudah tahu kau sudah menemukan gadis itu, tapi kenapa hatiku begitu sakit Archer... Hatiku begitu sakit saat mendengar suara lembut mu yang memanggilnya sayang, bahkan sangat mesra sekali. Sejak awal aku tahu bahwa kau memiliki gadis yang kau cintai di hatimu, tapi kenapa kali ini begitu sakit Archer.... Waktuku hanya tinggal dua Minggu lagi bersamamu, tapi aku berharap kau bisa jatuh cinta padaku dan kita melupakan kontrak itu. Aku selalu ingin bersamamu, Menghabiskan sisa waktuku bersamamu Archer.... Bolehkah aku berharap demikian... Bolehkah?
Aku mengerti jika kau ingin hubungan kita disembunyikan dahulu, Aku menghargai keputusan mu. Tapi aku senang bisa bersamamu, Biarlah tetap seperti ini asal aku tetap bisa bersamamu.... Aku ingin tetap bersamamu Archer....
Livy tersentak saat sebuah tangan memeluknya dari belakang. Ia hanya diam menikmati sentuhannya, suara detak jantung di keheningan sore hari itu membuatnya rilex.
"Jangan berlama-lama diluar, kau bisa sakit." suara bariton itu membuat Livy ingin kembali menangis. Namun ia tahan, Ia hanya menjawabnya dengan anggukan saja. Mungkin Damian melakukan hal manis padanya agar dirinya memiliki kesan bersamanya sebelum dirinya benar-benar pergi dari kehidupan nya. Itulah pikir Livy, Ia berbalik saat Damian membalikkan tubuhnya. Wajahnya tampak terkejut saat melihat mata Livy yang sembab.
"Hei... Kenapa matamu? Kau habis menangis?" tanya Damian dengan menangkup wajah Livy. Gadis itu tersenyum simpul dan menggelengkan kepalanya.
"Aku baik-baik saja Archer. Tadi hanya menonton drama." ucap Livy pelan, ia melepaskan kedua tangan Damian yang menangkup wajahnya. Ia berjalan masuk kedalam kamar mereka. Damian Mengikuti nya dan Kembali menarik Tubuh Livy kedalam pelukannya. Wajah Livy berada tepat didada bidang Damian. Airmatanya lolos begitu saja, Ia tidak munafik bahwa dirinya nyaman bersama dengannya.
"Apakah kau memeluknya erat seperti ini juga Archer? Kau pasti jauh lebih perhatian padanya kan. Terlebih dia adalah gadis yang kau cintai." Batin Livy.
Kini tangannya mencengkram kuat kemeja yang Damian kenakan. Melihat tubuh Livy yang bergetar membuat Damian panik.
"Hei... Kau kenapa? Apa aku terlalu erat memelukmu?" tanya Damian seraya melepaskan pelukannya. Ia mengusap sisi wajahnya dengan lembut. Gadis itu kembali menggelengkan kepalanya.
"Katakan padaku Livy?" Ia tersenyum getir, kemudian kembali menggelengkan kepalanya.
"Aku baik-baik saja Archer. Aku hanya merindukanmu, kau tak pulang sejak kemarin." Damian mengangkat tubuh Livy dan membuatnya berada di pangkuannya seperti koala. Damian berjalan kesofa dengan Membawa Livy, kemudian ia duduk di sofa empuk itu.
"Kau merindukanku?" Livy mengangguk pelan, Damian mengusap airmatanya dan mengecup kedua kelopak matanya. Damian segera mencium dan melumat bibir Livy dengan lembut. Ciuman itu sangat lembut sehingga membuat Livy terhanyut didalamnya.
Perlakuan manis Damian membuatnya semakin sakit. Pasti pria itu sengaja melakukannya untuk menghibur Livy kan. Dan pasti dirinya juga tahu bahwa waktu mereka hanya tinggal dua Minggu lagi. Suara ketukan pintu membuat aktivitas mereka terhenti, Livy turun dari pangkuan Damian dan itu membuatnya berdecak kesal. Merutuki siapa yang sudah mengganggunya.
"Ya Via."
"Dibawah Ada Tuan Daniel, Willy dan Reynold Nyonya. Mereka menunggu Tuan dibawah." Livy mengangguk, ia segera menghampiri Damian.
"Sahabatmu asa dibawah menunggumu" ucap Livy pelan. Damian beranjak dari duduknya, ia mengusap lembut bibir Livy dengan ibu jarinya.
"Kita lanjut lagi nanti ya.." bisiknya membuatnya meremang. Livy masih memakai stelan beruangnya yang hangat kali ini yang dipakai berwarna putih. Ia berjalan mengekori Damian keluar kamar. Melihat Sahabatnya disebelah Reynold membuat senyumnya mengembang.
"Kakak Iparrrr...." Teriak Willy heboh.
"Kak Willy.." mereka hanya menggelengkan kepalanya saat melihat Willy dan Livy saat bertemu. Keduanya sama-sama berteriak, dan tak ingin kalah.
"Archer.." Panggil Livy menarik kemeja Damian pelan. Pria itu menoleh dan menatap Livy.
"Bisakah kau buat aku berbicara dengan Risa sahabatku." bisik Livy pelan. Damian. Mengangguk dan duduk di double sofa. Mereka berada diruang keluarga mansion.
"Kau habis menangis?" tanya Daniel tiba-tiba.
"Hmm... Archer lupa membawakan ice cream kesukaan ku kak. Jahat sekalian dia." adunya, Daniel menatap Damian yang menggaruk tengkuk lehernya tak gatal.
"Biar nanti aku belikan. Jangan menangis lagi yaa.." Livy tersenyum dengan ucapan Daniel. Pria itu begitu perhatian padanya. Begitu juga dengan Willy yang seolah menjadi temeng untuknya, mereka berdua seperti kakak baginya.
"Risa pergilah bersama Livy. Kalian bicaralah berdua." ucap Damian. Risa tampak menatap Reynold dan pria itu mengangguk mengiyakan. Livy tersenyum senang mendengarnya, Ia mengecup pipi Damian dan pergi menarik tangan Risa agar ikut bersamanya diruang tamu.
Saat sampai diruang tamu, Risa menghentakkan tangannya sehingga genggaman itu terlepas. Livy menatap sahabatnya itu dengan senyum simpul. Ia memeluk Risa dengan erat, melepaskan kerinduan pada gadis didepannya dengan senang. Namun Risa hanya diam saja, bahkan wajahnya terlihat datar dan tak peduli padanya.
"Kenapa Risa? Kau tidak merindukanku?" tanya Livy pelan. Gadis itu hanya diam dan tersenyum simpul.
"Untuk apa aku merindukanmu?" Livy terkekeh mendengarnya, ia mengira Risa sedang bercanda dengannya.
"Oh ayolah Risa, jangan bercanda seperti ini. Sini duduk, banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan padamu." Mereka duduk di sofa ruang tamu, jarak dari ruang tamu ke ruang keluarga itu.
"Katee..."
"Iya Nyonya."
"Buatkan minuman untuk Damian dan yang lain, Dan Anne buatkan hot coklat untukku dan Risa. Camilannya seperti biasa ya hehehe.."
"Siap Nyonya. Permintaan Nyonya akan segera datang." Livy tersenyum dan mengangguk, Kate segera pergi menuju dapur. Risa hanya menatap Livy dengan mata sembabnya.
" Risa kau kenapa?" tanya Livy pelan. Gadis itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
"Bagaimana apa kau betah bekerja dengan Kak Rey?" tanya Livy pelan.
"Ya. Aku senang bekerja dengannya. Hidupku terjamin, seperti mu." Entah kenapa ucapan Risa seperti tengah menyindirnya. Livy tersenyum simpul menatap Risa yang tampak berbeda.
"Kau pasti sangat bahagia kan sekarang, sampai kau melupakan segalanya dan tak sadar menyakiti orang lain." Livy diam, ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh Risa.
"Maksudnya?" tanya Livy bingung.
"Kau menghancurkan orang lain dan sekarang seolah tak menyakiti siapapun." Livy kembali diam di tempat nya. Kenapa sahabatnya seperti ini sekarang? Ia tak mengerti.
"Maaf jika aku menyakitimu Risa." ucap Livy lirih.
"Saat itu aku sudah meminta izin pada Damian untuk kembali ke rumahmu, Aku ingin menemui mu saat itu namun Damian melarang ku. Dan pekerjaan juga menyibukkannya ku. Aku minta maaf Risa." Raut wajah penyesalan begitu terpatri diwajahnya. Ia tak tahu apa yang terjadi pada Risa sehingga dirinya tampak begitu membencinya sekarang.
" Aku senang kau bersama Kak Reynold. Dia pasti sangat baik padamu, Semoga kau selalu bahagia Risa."
"Tentu. Dia tidak sepertimu." Risa beranjak dari duduknya kemudian berdiri. Ia pergi dari sana meninggalkan Livy yang hanya diam termenung. Kenapa Risa begitu berubah, dirinya salah apa? Livy hanya bisa menatap punggung Risa yang mulai hilang ditelan pintu.
"Nyonya..." Ia tersenyum menatap Anne yang membawa minuman dan Camilannya.
"Emm.. Yang satunya antar keruang keluar ya Anne, untuk Risa."
"Baik Nyonya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments