"Bagaimana Perasaanmu?" tanya Dokter itu pelan. Ia mulai mengeluarkan suntik dari dalam tas medisnya. Tanpa melihat kearah Livy yang hanya diam tak menjawab.
"Jangan beritahu siapapun soal ini Niko, Kumohon..." ucapnya lirih.
"Aku tidak bisa janji, selama kau tetap menjalankan prosedur kesehatanmu. " ucapnya pelan. Ia mulai mengusapkan kapas basah dipunggung tangan Livy.
"Aku tidak ingin di infus Nik, kumohon..." Dokter muda itu berdecak kesal.
"aku dokter nya terserah apa kataku, diam dan menurut lah. Jika kau tidak mendengarkan ucapanku aku akan mengatakan semuanya pada dua pria didepan itu." Livy menghela nafasnya pelan, ia pasrah kali ini.
"Aku ingin bahagia Nik, Aku ingin bahagia dengan pria yang selama ini aku kagumi..." ucapnya lirih.
"Tapi waktumu..."
"Kau kejam sekali mengatakan seperti itu padaku." ucapnya dengan memasang raut wajah sedih.
"Apa obatmu masih ada?" tanya Niko.
"Ada, aku selalu membawanya." Niko kembali mengolesi kapas basah itu dilengan Livy. Ia mengambil sampel darahnya untuk kembali diperiksa secara menyeluruh. Niko membereskan kembali semua peralatan nya, setelah nya ia berdiri dan membuka pintu. Orang yang menunggu diluar segera masuk kedalam. Mereka terkejut saat melihat infus yang terpasang dipunggung tangannya.
"Apa sangat parah?" tanya Willy pelan.
"Tidak. Ini hanya mimisan biasa tuan, saya memasangkan infus untuk membantu Nona menghilangkan rasa lemas dan sakit ditubuhnya." ucap Niko.
"Ini obat yang harus ditebus Tuan" Dokter Niko memberikan secarik kertas bertuliskan beberapa macam obat. Setelah nya dirinya kembali pamit undur diri.
"Saya akan menebus obatnya tuan." ucap Via. Willy dan Daniel mengangguk, Via kembali pergi. Livy merasa mengantuk sekarang.
"Kak.." panggilnya.
"Kenapa? Perlu sesuatu?" tanya Willy.
"Aku tidur sebentar ya kak... Ngantuk sekali." Willy tersenyum mendengarnya.
"Tidurlah. Kami akan menjagamu." ucap Willy. Livypun mulai memejamkan matanya. Tak lama ada seseorang yang masuk, dia adalah asisten Daniel dan Willy. Daniel memberikan isyarat untuk jangan berisik.
"pak Sutradara memanggil Anda Tuan." ucapnya.
"Kamu akan kesana, Jaga Livy disini. Jaga dia sampai Via, aku atau Willy yang datang." jelas Daniel.
"Baik Tuan." jawab Keduanya.
"Ayo Wil" Pria itu seperti enggan meninggalkan kamar. Namun akhirnya ditarik oleh Daniel, sebagai gantinya. Kedua asisten mereka yang menjaganya.
Disisi Lain Damian ingin segera menyelesaikan Scene ini. Pasalnya sedari tadi dirinya kembali salah karena tidak fokus.
"Kau begitu peduli pada Livy?" ucapan itu membuat Damian menatap nya datar.
"Ibu bukanlah urusanmu." ucap Damian kesal. Gadis dihadapannya itu tersenyum kecut. Damian meneguk mineralnya dan melihat teksnya, Ia berusaha untuk bisa fokus. Entah kenapa pikiran nya tak tenang, ia ingin melihat Livy. Meskipun dirinya kadang selalu mengingat kan bahwa itu bukanlah gadis yang dia cintai. Ia hanya mencintai gadis yang sudah menyelamatkan nya.
"Action" teriak sutradara itu. Damian mulai kembali berakting. Ia menjadi dramatis bersama wanita didepannya yaitu Laura. Namun lagi-lagi sutradara mengcut rekaman mereka.
"Cut!!!" teriaknya lagi.
"Damian.. CK. Kau ini kenapa?" Tanya Frank kesal bukan main. Damian hanya menaikan satu alisnya saat Frank menatapnya marah. Tatapan Frank kembali menjadi lembut dan menghela nafas panjang.
"Kita Break Dulu setengah jam. Damian Kembali pelajari teksnya." ucap Frank. Damian tak menjawab dirinya hanya melengos pergi dari sana. Ia berjalan dengan cepat kearah Vila.
Sesampainya dia di vila, ia segera masuk dan menuju kekamar istirahat para aktor dan aktris. Ia langsung masuk saja tanpa mengetuk, Ia melihat Via dan para asisten Daniel dan Willy ada disana tengah mengobrol dengan pelan.
"Tuan." mereka terkejut. Damian tak menjawab, ia hanya memberikan isyarat agar mereka semua keluar. Mereka segera keluar, Ia menatap wajah pucat istrinya dan tangan yang di infus.
Ada apa denganku?. Batin Damian. Aku hanya simpati samakan padanya. Aku tidak boleh mencintai nya. Batinnya lagi.
"Archer.." Suara serak khas bangun tidur itu membuat lamunannya buyar.
"Bagaimana bisa seperti ini? Kau terlalu ceroboh sehingga tak memperhatikan kesehatan mu. Jika sedang menata karirmu sebaiknya pikirkan kesehatan mu. Bagaimana jika Peranmu diganti orang lain?" Marah Damian. Livy yang mendengar itu terkejut, ia kira Damian akan mengkhawatirkan dirinya.
"Maaf Damian.Lain kali aku tidak akan begini." ucap Livy pelan dan menoleh kearah lain. Ia tak bisa menutupi kesedihannya karena Damian. Dan Damian sendiri tertegun saat Livy memanggilnya Damian, entah kenapa dirinya merasa tak nyaman dengan panggilan itu.
"Aku akan izin beberapa hari untuk tidak syuting. Sampai kesehatan ku membaik, Aku akan pulang sekarang." ucapnya dengan mencoba untuk duduk. Damian ingin membantu, namun otaknya tetap memilih untuk diam.
"Viaa..." Panggil Livy. Wanita itu masuk dengan membungkuk hormat memberi salam pada Damian.
"Ada apa Nyonya. Apa perlu sesuatu?" tanya Via.
"aku ingin pulang saat ini juga." ucap Livy tanpa menoleh kearah Damian.
"Baik Nyonya." Via dengan sigap membantu Livy untuk berdiri. Ia juga membawa infusnya, sebentar lagi cairan infus itu akan habis dan Livy akan melepaskannya nanti.
...****************...
Setelah sampai dimansion semua maid terkejut melihat wajah Livy yang begitu pucat. Terlebih Lily yang hendak turun kelantai utama.
"Astaga sayang... Kamu kenapa?" Tanya Lily panik dan khawatir. Livy ingin menjawab tapi rasanya begitu lemas sekali. Jadi Via dengan cepat membopongnya membawa kekamar terlebih dahulu. Lily juga mengikuti nya dan Anne juga menyusul intuk ikut masuk kekamar.
"Sayang... Katakan pada Mami, kamu kenapa?" tanya nya pelan.
"Livy cuma kecapean sedikit Mami, Maaf ya sudah bikin mami khawatir." ucap Livy lemah.
"Anne panggilkan dokter Nika untuk segera kesini." ucap Lily.
"Maaf Nyonya besar. Nyonya Livy sudah diperiksa dokter Niko dilokasi syuting. Dan Nyonya Livy juga baru melepaskan infus yang diberikan Dokter Niko. Karena kata dokter Niko jika cairan infusnya sudah habis, maka setelah nya Nyonya hanya perlu istirahat saja." Via membantu menjelaskan. Anne yang mendengar itu jadi mengurungkan niatnya untuk menghubungi dokter Niko.
"Tapi wajahmu pucat sekali sayang. Apa tidak sebaiknya kita kerumah sakit saja?"
"Livy hanya perlu istirahat Mami, jangan khawatir." ucap Livy meyakinkan nya. Lily menghela nafasnya dan mengusap puncak kepalanya.
"yasudah kau istirahat ya sayang, tapi kalau sampai besok kau masih tidak nyaman jangan cegah Mami yang akan membawamu kerumah sakit." Livy tersenyum dan mengangguk.
"Bisakan Via tetap disini Mami?" tanya Livy. Lili menatap orang kepercayaan Livy itu dan mengangguk.
"Tentu sayang, Mami akan kebawah. Jika ada sesuatu panggil Mami ya sayang."
"Terimakasih Mami."
"Jaga menantuku." ucapnya Pada Via.
"Baik Nyonya besar." Lily dan Anne pun segera pergi dari kamar Livy.
"Via" panggil Livy lirih.
"Iya Nyonya." Livy nyaman sekali bersama Via, dia sudah seperti sahabat baginya.
"Tolong ambilkan buku diary ku dilaci meja rias." Via mengangguk dan segera mengambilnya. Setelah itu dirinya menyerahkan nya pada Livy.
"Bisa aku minta satu hal padamu?" tanya Livy lagi.
"Nona bisa meminta saya melakukan apapun yang Nyonya inginkan " ucap Via.
"Duduklah Via." Mau tak mau via menurut untuk duduk ditepi ranjang.
"Aku ingin meminta kau merekam setiap kebersamaan ku bersama Damian. Kau dan Mike pasti akan selalu disamping ku dan Damian kan meskipun kita sedang berduaan." ucap Livy. Via mengangguk.
"Aku ingin kau merekam berbagai macam Moment yang akan aku lewatkan bersama Damian. Secara diam-diam saja, dan jangan sampai Damian tahu hal ini. Intinya jika kau melihat ku bersama Damian rekam saja, aku akan berikan ponsel khusus yang isinya hanya ada rekamanku dengan Damian."
"Tapi Nyonya, untuk apa?" tanya Via penasaran.
"Aku hanya ingin menyimpan kenangan itu baik-baik Via. Aku akan meraih kebahagiaan ku sendiri, dan aku... Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya." Entah kenapa perkataan Via terasa janggal ditelinga Via. Seperti ada sesuatu yang Livy sembunyikan darinya. Bahkan melihat senyum Livy saat ini membuat hati Via teriris, bagaimana tidak? Livy mengatakan hal itu seolah ajalnya sudah dekat.
"Apa kau bisa?"
"Viaa..." panggilnya lagi.
"Apa Nyonya baik-baik saja? Kenapa nyonya berbicara seolah nyonya akan pergi meninggalkan tuan." Lagi-lagi Livy tersenyum yang membuat hati Via kembali merasakan sakit.
"Hei kau mendoakan ku agar cepat mati?" Via menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Sunggung Nyonya.. Saya tidak bermaksud –" Livy terkekeh mendengarnya yang begitu panik.
"Aku hanya ingin mengabadikan setiap momentku bersamanya. Apa itu tidak boleh?" tanya Livy lagi.
"Tentu saja boleh Nyonya. Saya akan melakukan yang nyonya inginkan, malam ini juga saya akan membeli ponsel yang akan menyimpan semua kenangan nyonya bersama tuan." ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Baiklah, aku akan kirim uangnya padamu ya. Kau boleh pergi ke kamarmu untuk istirahat."
"Tapi Nyonya?"
"Aku menahanmu hanya ingin bicara hal ini saja. Kau bisa istirahat, aku juga akan istirahat. Seperti nya efek obat itu yang membuat mataku terasa berat." ucapnya.
"Baiklah Nyonya, Selamat beristirahat. Jika ingin sesuatu telfon saya ya Nyonya, saya akan sigap untuk nyonya." Livy tersenyum gemas menatap Via.
"Baiklah. Hari yang melelahkan bukan. Kau harus istirahat juga." ucap Livy.
"Baik Nyonya. Saya tinggal dahulu kekamar. Jika nyonya butuh sesuatu segera hubungi saya."
"Baiklah. Kau cerewet sekali." Via cengengesan melihat majikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments