Damian baru saja selesai dengan syuting film yang berjudul 'Kita'. Ia mengganti pakaiannya, dengan memakai pakaian yang lebih simple saja. Ia melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Ia segera meminta untuk segera pulang, karena dirinya sudah janji pada Papi dan Mami agar bisa makan malam bersama malam ini. Kemungkinan setelah nya dirinya akan susah mengatur jadwal.
"Daniel." panggil Damian.
"yoi, Why?" tanya nya.
"Aku pulang bersamamu saja. Dyla pasti dimansion, Mami dan Papi ada dimansion." jelasnya.
"Ayo kita pulang." ucap Daniel. Willy dan Reynold memang belum selesai bekerja, mereka bekerja dilokasi syuting yang sama.
"Apa kau sudah melihat hasil foto istrimu?" tanya Daniel seraya fokus menyetir. Daniel memberikan ponselnya pada Damian, awalnya pria itu tak berniat tahu. Namun saat melihatnya matanya sedikit melotot.
"S**t. Kenapa dia memakai pakaian yang begitu sexy." batinnya. Rasanya meremang dalam dirinya, Ia terus melihat ekspresi Livy yang sangat pas dan cantik. Namun tatapannya berubah tajam saat melihat Livy berfoto dengan Jerom. Ah sial, pria itu membuat amarahnya yang tidak diundang muncul.
"Dia berfoto dengan Jerom?" tanya Damian dengan amarah yang tertahan. Daniel meliriknya sedikit dan menyungging kan senyumnya.
"Why? You'r jealous? " Damian menyerahkan ponsel Daniel dengan sedikit membanting.
"Oh men. Rilex Okey, What wrong? " Damian semakin kesal dibuatnya.
"Kita akan segera sampai, berhenti cemburu seperti itu. Kau bisa bertemu istrimu setelah itu." Damian menyugarkan rambutnya kebelakang.
Beberapa menit kemudian mereka sampai dimansion Damian. Ia segera turun dan masuk kedalam, Daniel yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya. Dyla baru saja keluar dari kamar tamu terkejut melihat Damian. Tatapan pria itu begitu tajam menatap nya.
"Hei kenapa kau begitu?" tanya Dyla dengan kebingungan.
"Aku akan buat perhitungan padamu Dyla." ucapnya lalu pergi menaiki anak tangga. Kini Dyla menatap Daniel yang baru masuk, mereka berpelukan sesaat.
"Ada apa dengan Damian?" tanya Dyla bingung.
"Dia melihat Foto Livy pagi tadi bersama dengan Jerom. Dan kau tahu..." Dyla baru mengingatnya, seketika dia tertawa lepas.
"Apa dia cemburu?" Daniel tersenyum. Ia mengecup pipi kanan Dyla.
"Sana bersihkan diri dulu, aku sudah siapkan pakaian santai untukmu."
"Terimakasih sayang." Dyla tersenyum, Daniel segera masuk kedalam kamar. Mereka memang satu kamar, dan itu sudah biasa. Satu bulan lagi pernikahan mereka akan dilangsungkan.
Disisi lain Livy terkejut setengah mati saat melihat Damian sudah duduk disofa dengan menatap kearahnya tajam. Ia menjadi sangat gugup karena tatapan Damian.
"Archer... Sudah pulang?" tanya Livy mencoba menghilangkan rasa gugupnya.
"Menurut mu?" Livy menghela nafasnya. Ia baru saja selesai mandi dan memakai piyama beruangnya. Ia mendekati Damian yang duduk disofa.
"Apa ada masalah?" tanya Livy. Ia duduk disebelah Damian. Jantungnya kembali dibuat maraton saat Damian mengangkat tubuhnya dan membuatnya berada dalam pangkuannya. Nafas Livy tercekat, ia menatap netra biru itu dengan gugup. Tangannya memegang kedua bahu Damian dengan erat.
Aroma strawberry itu menyeruak dalam indra penciuman Damian. Ia menatap tajam istrinya yang tampak gugup itu. Dirinya merengkuh pinggang Livy dengan begitu posesif.
"Arc Hpmmmm..."Mata Livy membola saat merasakan sensasi yang berbeda. Benda kenyal itu melumat dengan rakus bibir Livy. Bahkan ada sesuatu yang bergerak menerobos masuk rongga mulutnya. Itu pertama kalinya bagi Livy, dan dirinya tak merespon apapun. Itu membuat Damian semakin menekan kepala Livy. Sampai pada akhirnya Livy kehabisan nafas, ia menepuk bahu Damian beberapa kali sehingga pangutan itu terlepas. Nafas mereka terengah-engah, Damian masih mempertahankan posisi dimana Livy berada dalam pangkuannya.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Livy bingung dengan sikap Damian.
"Itu adalah hukumanmu... Karena kau sudah disentuh orang lain selain aku." Alis Livy terangkat sebelah. Ia bingung dengan apa yang Damian maksud. Karena Livy lama berfikir, Damian berdecak dan mencubit pipinya.
"Awsss... Sakit..." gaduhnya.
"Apa kau senang disentuh orang lain?" Livy semakin bingung.
"disentuh siapa?" tanya Livy dengan polosnya. Damian menggeram kesal.
"Dyla s**lan. Berani sekali dia..."
"Kenapa denganmu Archer?" Tanya Livy lagi.
"Kau hanya milikku, hanya aku yang boleh menyentuhmu. Apa Jerom menyentuhmu?" tanya Damian. Livy mengingat nama Jerom dan kemudian dirinya mengangguk. Mata Damian melotot melihat Livy mengangguk.
"Kami hanya berjabat tangan." Damian mendengus.
"Tidak boleh. Kau hanya boleh disentuh olehku. Mengerti." Livy mengangguk, kini tangannya menangkup wajah Damian.
"Pergi mandi, Mami dan Papi menunggu untuk makan malam bersama." ucap Livy. Damian mengangguk, namun sebelum itu dirinya memilih untuk memeluk tubuh Livy. Wajahnya ia sembunyikan diceruk lehernya. Menghirup dalam-dalam aroma strawberry dengan sesekali menciumnya.
Livy melihat sisi lain dari Damian. Senyumnya terukir saat melihat tingkah lucunya. Ia ngusap rambut Damian. Suara ketukan membuat pelukannya terlepas, mereka segera berdiri. Ia membuka pintu dan Damian menuju kekamar mandi.
"Damian sudah pulang sayang?" tanya Lily.
"Ah sudah mami. Dia sedang mandi." jelas Livy.
"Ayo turun kebawah, yang lain sudah menunggu."
"Livy menyusul mami. Livy siapkan pakaian buat Archer dulu." Ucapnya dengan tersenyum, Lily terkejut saat Livy memanggilnya Archer.
"Kenapa Mami?" Tanya Livy saat melihat ibu Damian seperti terkejut. Wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa sayang. Segera lah kebawah ya." Livy mengangguk. Dan Lily pergi dari kamarnya. Ia segera menyiapkan piyama milik Damian setelah itu ia turun kebawah. Suara tawa mendominasi ruang makan itu, Livy tak bisa menutupi senyum diwajahnya.
"Apa begini suasana jika keluarga lengkap."gumamnya. Ia segera duduk di kursi dekat dengan Lily.
"Ini semua kau yang memasaknya?" tanya Daniel tak percaya.
"iya kak Daniel, dibantu kak Dyla juga."
"Eitss... Kau memasaknya sendiri, aku hanya membawanya kemeja makan." ucap Dyla. Livy menyengir kuda menanggapinya.
Tak lama Damian turun dari lantai dua, dia bergabung untuk duduk makan malam bersama. Livy mengambilkan makan malam untuk Damian, mereka makan bersama malam ini. Hati Livy menghangat, tak menyangka akan merasakan hal senyaman ini.
"Jadi kapan kalian mengadakan pesta pernikahan." tanya Antoni.
"Tidak perlu Mi, Pi. Yang penting kita sudah menikah."
"Tidak bisa seperti itu Mian, Orang tua Livy juga pasti ingin putrinya mendapatkan hal yang pantas. Pesta ini hanya sekali seumur hidup."
"Dia hanya bersama neneknya Mi, dan Neneknya sudah tidak ada. Selama ini Livy sendirian." Livy berhenti menyuapkan makanannya. Semuanya menatap Livy, Yang dikatakan Damian memangnya nyata. Tapi kenapa Damian mengatakan hal itu tanpa memikirkan perasaan nya. Livy tersenyum samar, ia merasakan sakit dalam dadanya. Namun ia berusaha untuk tersenyum. Ia segera menyudahi makan malamnya dan meneguk air mineralnya.
Suasana menjadi hening, kehangatan yang Livy rasanya seperti lenyap dalam beberapa jam saja. Kini pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan bodohnya. Mungkin saja keluarga Damian tidak akan menerimanya, dan mungkin saja keluarga Damian akan mengusirnya setelah ini.
"Apa kau menyembunyikan hendak pernikahan mu?" tanya Antoni memecahkan keheningan.
"Papi tahu bagaimana dunia papi, dan papi juga tahu dunia Damian seperti apa? Damian tidak mau musuh papi atau musuh Damian menggunakan Livy sebagai Sandra. Damian tidak mau Livy dijadikan kelemahan Damian." Yang tadinya Livy melihat sisi lain dari Damian, kini menatap Damian yang berbicara serius. Sangat berbeda saat dikamar tadi. Entahlah apa mungkin itu hanya perasaan nya saja atau memang seperti itu.
"Maaf Papi, Mami... Sedari dulu Livy hanya tinggal bersama nenek. Livy tidak tahu apakah orang tua Livy masih hidup atau tidak. Maaf Livy berasal dari keluarga yang–"
"Apa yang kau bicarakan sayang. Mami dan papi tidak mempermasalahkan hal itu. Kau tetap menjadi putri mami." ucap Lily dengan menggenggam tangan Livy.
"Sebaiknya Om setujui ucapan Damian, karena musuh Damian semakin banyak. Jangan sampai orang itu tahu Livy, dan jangan sampai orang-orang itu menjadikan Livy sebagai kelemahannya." ucap Daniel. Antoni mengangguk setuju, namun ia menoleh menatap Livy.
"Apa tidak apa-apa Nak?" tanya Antoni. Livy tersenyum kearahnya.
"Tidak apa-apa Papi." Jawab Livy, dirinya juga belum siap untuk menjadi trending topik dikota besar ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments