Livy sudah kembali beraktivitas seperti biasanya, meskipun jadwal syuting nya akan terbatas karena Willy menentang keras permintaan sutradara yang harus menyelesaikan peran Livy. Sedangkan Livy baru saja sembuh, dan bahkan belum sepenuhnya sembuh. Daniel juga menentang keras hal itu, ia tak mau Livy kembali jatuh sakit. Diantara keheranan semua orang disana karena kedekatan Livy dengan Willy dan Daniel. Mereka tak peduli, jika ditanya mereka sudah menganggap Livy seperti adiknya sendiri karena memang kenal sejak lama. Begitulah jawaban mereka, hanya Damian yang tak terlalu dekat dengan Livy dilokasi syuting. Meskipun rasanya Damian ingin, namun tetap saja hati dan pikirannya itu tidak sejalan.
Disisi lain Risa baru saja sampai dikota yang menurut nya asing itu. Dirinya juga tinggal dikota namun tidak seramai ini, Ia menenteng tasnya. Ia juga berharap bisa berubah dan menata karirnya dikota yang tidak dia kenali ini.
Meskipun itu adalah niatnya tapi tujuan utamanya hanya ingin memastikan sahabatnya baik-baik saja dikota besar ini. Ia mengecek ponselnya yang sudah kehabisan baterai. Namun pandangannya teralihkan saat melihat seseorang yang sedang dipukuli oleh banyak orang.
"Astaga... Kenapa ini bisa terjadi." gumamnya. Ia segera melihat balok kayu yang tak jauh dari sana. Ia berlari dan memukuli pria yang di keroyok oleh banyak orang.
"Kalian ini apa-apaan. Beraninya ramai-ramai hah..." teriak Risa dengan marah. Jalan itu cukup sepi karena Risa memang turun di daerah yang dikirim oleh sepupunya.
"Aku sudah menghubungi polisi dan sebentar lagi mereka akan kesini." ucap Risa mengancam. Mereka semua yang tadinya hendak menghajar Risa pun mengurungkan niatnya. Mereka segera pergi meninggalkan nya dengan pria yang wajahnya ada beberapa luka lebam. Pria itu menatap Risa, tatapannya seperti terpesona oleh kecantikan Risa yang sangat Natural itu.
"Lukamu cukup banyak, aku ada obat. Ayo obati lukamu" ujar Risa yang menariknya agar duduk dikursi Besi trotoar itu. Pria itu hanya diam membiarkan Risa yang mengeluarkan peralatan obatnya dengan tas kecil itu. Ia mulai mengobati sudut bibir Pria itu yang mengeluarkan darah segar.
"Apa sakit?" Pria meringis setelah ditanya oleh Risa. Jujur saja sebenarnya itu tidak terasa apapun. Lukanya belum seberapa, jadi dirinya hanya berpura-pura meringis. Namun hal mengejutkan terjadi ketika Risa mendekat kan wajahnya dan meniup pelan sudut bibir Pria itu. Seketika jantungnya berpacu dengan begitu cepat sampai tangannya mengepal memegangi sisi tempat duduk.
"Baiklah sudah. Kenapa bisa seperti ini?" tanya Risa dengan membereskan peralatan obatnya. Memang itulah kebiasaan Risa yang kemana-mana membawa kotak obatnya hanya untuk berjaga-jaga saja.
"Hmm. Entahlah, aku tidak kenal mereka." Suara bariton Pria itu membuat Risa tertegun. Ketampanan nya saja sejak tadi menjadi fokus atensinya. Kini suara itu membuat jantungnya berdebar tak karuan.
"Oh ya. Terimakasih sudah menolongku tadi." ucapnya pelan. Ia mencoba tersenyum namun meringis merasakan sakit.
"sudah tidak perlu senyum dulu." ucap Risa terkekeh melihat tingkahnya.
"Oh ya. Aku Risa." ucapnya dengan mengulurkan tangannya, pria itu menjabat tangan Risa. "Aku Reynold" ucapnya santai. Risa kembali menatap wajah Reynold pria yang duduk disampingnya ini.
"Seperti nya aku pernah melihat mu, tapi dimana ya?" Risa mencoba mengingatnya. Dan seketika matanya membola setelah dirinya mengingat nya.
"Reynold Stanley, aktor sekaligus pengusaha terkenal itukan." Risa sampai menutup mulutnya tak percaya melihat pria didepannya itu. Reynold yang melihat tingkahnya hanya bisa terkekeh kecil. Begitu excited nya gadis didepannya.
"Ah... saya sangat mengidolakan anda tuan." ucap Risa berubah menjadi formal. Dan itu membuat Reynold tak nyaman.
"Hei.. Santai saja. Jangan seformal itu." Risa jadi tersenyum canggung.
"Aku ingin berfoto denganmu apa boleh?" tanya nya dengan ragu.
"Tentu saja. Kau sudah menyelamatkan aku tadi bukan, dan ini hanya sebuah foto bukan hal besar." ucap Reynold santai. Risa segera mengambil ponsel dari tasnya dan ia mengumpat kesal. Ia merutuki kebodohannya yang lupa bahwa ponselnya mati karena kehabisan baterai.
"Sayang sekali, ponselku mati..." jawabnya dengan sedih. Reynold tak tega melihat nya, ia melihat melihat dua tas besar yang dibawanya.
"Baru pindah?" tanya nya. " Iya kak Rey. Aku ditawari pekerjaan oleh sepupuku untuk menjadi asisten seseorang. Tapi ponselku malah kehabisan daya, dan aku tidak bisa menghubungi nya. Aku hanya tahu bahwa dia bilang turun digang perumahan ini." jelasnya.
"Ke Rumahku saja dulu, dan kau bisa men charger ponselmu. Rumahku juga disekitar sini." ucapnya.
"Tapi..."
"Tenang. Aku tidak akan macam-macam." Risa terkekeh mendengarnya.
"Maaf merepotkan kak Rey." ucapnya.
"Ayo, kita jalan saja ya karena memang aku sedang jalan-jalan pagi tadi." ucapnya menjelaskan. Memang benar, Reynold memakai celana Jogger dan jaket tebal yang menutupi tubuhnya.
Sesampainya dirumah, ralat lebih tepatnya mansion Reynold. Risa terperangah menatap betapa megahnya bangunan itu. Saat hendak memasuki mansion tangan Risa ditarik dan itu membuatnya terkejut begitu juga dengan Reynold.
"Kau ini apa-apaan, bukankah aku sudah bilang hubungi aku." Olen Ben yang mana dia adalah supir pribadi Reynold.
"Kau mengenalnya Ben."
"Maafkan saya Tuan, Saya lancang. Dia adalah Risa sepupu saya. "
"Kamu yang memberinya tawaran menjadi asistenku?" tanya Reynold.
"Maaf sekali lagi Tuan. Saya memang mengatakan itu pada Risa. Pasti banyak juga yang melamar menjadi asisten Tuan, siapa tahu Risa beruntung bisa bekerja bersama tuan." jelasnya dengan menunduk. Reynold mengerti sekarang, kini ia menatap Risa yang ikut menunduk. Ia merasa lucu dengan kebetulan ini.
"Bawa masuk dulu Ben, biarkan dia istirahat. Dia yang sudah menolong saya tadi. Dan siapkan berkasnya saya dan Reno akan menyeleksinya." jelas Reynold.
"Terimakasih tuan." ucap Risa dan Ben bersamaan. Reynold tersenyum dan mereka pun masuk kedalam mansion milik Reynold.
Kembali bersama dengan Livy, gadis itu tengah membaca scriptnya dengan sesekali memperagakan adegannya. Via memberikan sebotol air hangat pada Livy.
"Terimakasih Via." ucapnya dengan tersenyum.
"Sama-sama Nyonya." Hari ini Livy hanya tinggal menyelesaikan satu scene nya setelah itu bisa pulang dan beristirahat dirumah. Ia akan menyambut kepulangan Damian nanti malam. Ia sudah merencanakan sesuatu untuknya.
Syuting pun kembali dimulai, kini adegan yang Livy peragakan adalah dimana dia diam-diam bertemu dengan kekasihnya tanpa sepengetahuan sang kakak. Cerita nya begitu menggemaskan sekali, ia ketahuan dan diomelin habis-habisan oleh Damian yang menjadi kakaknya. Adegan itu begitu menggemaskan sehingga Via merekamnya diam-diam tanpa ada siapapun yang tahu akan hal itu.
Lama mereka menyelesaikan pekerjaan, akhirnya Livy pulang lebih dulu bersama dengan Via. Ia sudah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua malam ini. Livy tersenyum senang saat mendengar suara mobil dihalaman mansion. Ia segera sedikit berlari saat Damian masuk kedalam mansion berbarengan dengan Willy dan Daniel.
"Archer.." Panggilnya dengan senyum manisnya. Damian merasa aneh dengan sikap Livy yang begitu aktif dan ceria.
"Aku sudah siapkan makan malam, ayo makan malam bersama. Ayo kak." ajaknya juga pada Daniel dan Willy. Mereka berdua senang dengan hal itu, dan Damian hanya diam mengikutinya kemeja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments