6

Hari ini Livy berniat untuk pergi menemui sahabatnya. Namun dirinya tidak mendapatkan izin dari Damian. Livy duduk disofa dengan gusar, dirinya masih berada ditempat pemotretan karena Hans memintanya untuk tetap datang, untuk pemotretan pakaian.

"Nona.." panggil Via. Ia melihat Livy yang hanya diam saja.

"Akh apa kita belum selesai Via?" tanya nya pada Via. Wanita itu segera melihat arlojinya.

"Setengah jam lagi Nona."

"Livy." panggil Hans baru saja datang dan duduk disebrangnya.

"Iya Tuan Hans. Apa ada perlu sesuatu?" tanya Livy dengan senyum ramahnya.

"Apa kau mau bergabung dengan Film " Kita" Disana sedang membutuhkan pemeran sebagai adik dari pemeran utama." Ucap Hans.

"Tapi aku tidak bisa berakting tuan Hans." keluh Livy.

"Kau pasti bisa. Aku melihat bakat yang terpendam dalam dirimu. Coba kembangkan, Tolong kesana hari ini ya. Karena Frank harus menyeleksi beberapa, aku merekomendasikan mu karena kamu terlihat cocok."

"Tapi Tuan, saya tidak bisa."

"ayolah Livy, aku mohon." Mata Livy membola mendengar nya. Ia tidak suka ada orang yang memohon padanya. Dirinya bukanlah orang yang pantas untuk seseorang memohon padanya.

"Jangan memohon tuan Hans. Aku akan kesana sekarang." ucap Livy. Hans menampilkan senyum ramahnya dan Livypun pamit seraya meminta alamat lokasi syutingnya. Setelah mendapatkan alamatnya, ia dan Via menuju ke lokasi syuting.

"Apa Nyonya ingin membeli sesuatu?." tanya Via yang melihat Livy sedang menoleh dan menatap kearah para stand makanan.

"Hmm.. Berhenti dulu Via, aku ingin itu.." ucapnya. Via mengangguk dan berhenti tempat yang tak jauh dari para penjual aneka jajanan itu.

"Temani aku.." rengek Livy. Tanpa disuruh pun Via akan menemani Livy, dirinya tak ingin Livy kenapa-napa karena kelalaiannya. Livy mulai membeli dimsum, dan aneka suki-sukian. Ia juga membelikannya untuk Via. Ia membeli jus alpukat sebagai minumannya, dan Via membeli Satu cup kopi.

"Astaga aku lupa.." keluhnya.

"Tenang saja Nyonya. Pakai ini." ucap Via menyodorkan beberapa lembar uang itu.

"Nanti aku ganti ya Via. Aku lupa menarik uang Cash." ucap nya. Via tersenyum menanggapinya. Setelah mereka membeli makanan yang Livy inginkan, mereka kembali melanjutkan perjalanannya menuju Lokasi syuting.

Livy memilih memakannya di dalam mobil karena dari Maps, Via mengatakan bahwa jaraknya sekitar satu jam dari lokasi pemotretan. Jadi ia tak ingin makanannya menjadi dingin sehingga dia mulai memakannya di dalam mobil.

"Nyonya, Kita sudah sampai." Livy menoleh. Ia mengangguk dan turun bersama dengan Via.

"Nyonya kenapa?" tanya Via khawatir.

"Ah aku hanya sedikit gugup Via." ucapnya dengan cengiran khasnya. Mereka pun masuk kesebuah tempat peristirahatan para aktris dan aktor, Lokasinya outdoor disebuah Villa.

"Kakak ipar?" Ucap seseorang dengan pelan. Ia menoleh dan terkejut melihat Willy.

"Loh.. Kak Willy?" beo Livy.

"Kenapa kau disini?" tanya Willy pelan.

"Ekhem... " Karena banyak pasang mata yang melihat mereka berdua , Livy berusaha menjadi seolah tak terlalu dekat dengan Willy.

"Bisa antar aku menemui tuan Frank?" tanya Livy. Willy mengangguk, ia menatap Via sesaat dan membuat wanita itu membungkuk hormat. Ia segera mengikuti kemana Willy pergi.

"Frank. Ada yang mencarimu.." ucap Willy membuat pria gempal itu menoleh. Ia terpana melihat penampilan natural Livy, Ingin sekali Willy mencungkil matanya.

"Oh kau Livy?" tanya Frank.

"Benar Tuan. Saya diminta oleh Tuan Hans untuk kemari." jelasnya. Willy baru mengerti sekarang.

"Jaga Livy." bisik Willy pada Via.

"Baik Tuan." Jawab Via juga dengan pelan.

"Vy.. Aku pergi ya, Jaga dirimu."

"Iya kak. Terimakasih." ucap Livy dengan melambaikan tangannya.

"Duduklah dulu Livy. Mari kita bicarakan hal ini." ujar Frank. Pria gempal itu mulai menjelaskan tentang scriptnya. Pada awalnya Livy langsung bertanya dimana yang lain yang mencalonkan dirinya untuk menjadi peran ini. Jawabannya adalah mereka semua tidak sesuai dengan karakter yang ada di script. Livy mendesah pelan, ia membaca script itu dengan santai. Entah kenapa dirinya sangat mudah mendalami peran itu.

Kini ia menoleh saat seorang pria berjalan dengan mantel hangatnya, berbicara dengan seorang wanita disisinya. Ia menatap pria itu dengan tatapan memuja, Bagaimana tidak? Dia adalah Damian suaminya sendiri. Sesaat Damian melirik Livy, lirikannya begitu tajam. Namun dirinya tak bisa menutupi keterkejutan nya karena Livy ada dilokasi syuting.

"Jadi Harus hari ini?" tanya Livy pada Frank yang tengah menyeruput kopinya.

"Ya. Sore ini, waktu yang tepat untuk mengambil satu scene mu." ucap Frank.

"Hmm. Baiklah... Aku akan pelajari ini dulu." ucap Livy dia kembali membaca dan memperagakan akan bagaimana dirinya nanti.

"Via. Aku akan ketoilet sebentar." ucap Livy pelan.

"Mari Nyo–Nona..." ucap Via hampir saja salah. Livy mengangguk pasti Via akan mengikutinya sampai kedepan pintu toilet.

Sesampainya disana Livy membuang panggilan alam yang mendesak itu. Setelah nya dirinya menjadi lega. Ia keluar dan membasuh wajahnya diwashtafel. Saat ia mengambil tisu ia dikejutkan dengan seseorang yang mengangkat tubuhnya sampai dirinya menduduki washtafel.

"Archer.." ucapnya dengan mata melotot.

"Untuk apa kau disini?" tanya Damian dengan pelan. Livy tersenyum kikuk dan mulai menjelaskan kenapa dirinya bisa disini. Damian berdecak, kenapa bisa Hans membuatnya kesini. Disini lebih banyak para lelaki dari pada disana. Itulah yang ada dalam pikiran Damian.

"Awas.. Aku mau turun." ucapnya.

"Ingat... Kau adalah milikku." ucap Damian penuh penekanan. Livy tersenyum dan mengangguk patuh.

Livy memeluk Damian secara tiba-tiba, itu membuat nya terkejut. Livy sangat senang dan merasa nyaman saat menghirup aroma maskulin tubuh Damian. Kini wajahnya mendongak menatap pria itu.

"Sebenarnya aku tidak mau disini.." cicitnya.

"Lalu kenapa kau kesini?" tanya Damian kesal.

"Hmmm. Sulit untuk dijelaskan, tapi aku sudah tanda tangani kontrak itu tadi. Jadi mau tidak mau aku berperan sebagai adik pemeran utama."

"Adikku?" tanya Damian pelan.

"Memangnya kau pemeran utamanya?"Damian mengangguk, udara diluar memang sedang dingin. Saat Livy memeluknya seperti ini membuat nya merasa nyaman dan hangat tentunya.

"Jangan gegabah." Damian memberikan peringatan. Livy mengangguk.

"Eh... Tunggu, apa kau punya uang cash?"

"bukankah aku sudah memberimu kartu?"

"ish.. Archer..." rengeknya. Damian tertegun saat mendengar rengekan manja itu.

"Tadi aku memakai uang Via, saat membeli makanan dipinggir jalan." mata Damian melotot mendengar nya.

"Apa dipinggir jalan? Kau Gila! Makanan itu tidak sehat. Aku akan peringati Via untuk tidak mengizinkanmu membeli maka–" Livy membungkam mulutnya dengan tangan mungilnya.

"Berikan uangnya... Cepat Archer." oh apakah Livy menjadi tukang palak saat ini? Mereka sangat menggemaskan. Damian mengeluarkan dompetnya, ia memberikannya pada Livy.

"Aku ambil yaa.." Livy mengambil tiga lembar sesuai dengan yang dia gunakan tadi.

Cup...

"terimakasih" ucap Livy dengan mengecup singkat pipi Damian. seketika pipinya berkedut menarik seulas senyum manisnya.

"Turunkan aku..." Damian mengangkat tubuhnya. Namun tak kunjung turun karena ia masih menahannya dengan kedua tangannya. Ia melumat bibir Livy dengan lembut.

"Ingat... Kau adalah milikku."

"Yes mr. Gregson." ucap Livy dengan senyum manisnya. Ia segera keluar setelah Damian menurunkannya. Ia pergi bersama Via, tak lama Damian keluar dari toilet wanita itu dengan terburu-buru sampai tak sadar ada seorang wanita yang melihatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!