Nara langsung berdiri saat pintu ruangan di depan meja kerjanya terbuka. Dia mengangguk hormat pada Zayyan yang baru saja keluar dari dalam ruangannya.
"Kau sudah selesaikan? Kita pergi sekarang untuk bertemu klien" ucap Zayyan.
Nara mengangguk, meski punggungnya terasa sakit karena harus menyelesaikan pekerjaan yang lain. "Iya Pak, sudah selesai"
Nara mengambil tasnya dan juga beberapa berkas, juga laptop yang sudah dia tenteng. Nara berjalan di belakang Zayyan dengan sedikit kerepotan karena kedua tangannya yang penuh. Saat dia menekankan tombol lift pun, dia sedikit kesusahan.
"Berikan padaku, tanganmu terlalu kecil untuk membawa semua barang ini" ucap Zayyan sambil mengambil berkas di tangan Nara.
Nara sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Zayyan barusan. Merasa bingung juga dengan sikap Zayyan yang tiba-tiba berubah menjadi baik dan perhatian seperti ini.
"Terima kasih, Pak" ucap Nara atas bantuan Zayyan.
Saat sudah berada di parkiran, Zayyan juga meminta Nara untuk menyerahkan kunci mobilnya. "Biar aku saja yang mengemudi. Kau duduk di depan, aku juga bukan mau menjadi sopirmu. Aku hanya tidak biasa saja di sopiri oleh perempuan"
Nara yang sudah membukakan pintu mobil untuk Zayyan, langsung terdiam karena ucapan Zayyan barusan. "Em, tapi saya sudah biasa menyetir kalau memang ada rapat di luar seperti ini, Pak. Tidak papa, biarkan saya saja yang menyetir"
Zayyan berdecak kesal dengan jawaban Nara, dia langsung mengambil kunci mobil dari tangan Nara. "Kau hanya perlu menuruti apa yang aku ucapkan, bukannya membantah!"
Nara langsung mengerjap pelan, dia menggeleng pelan dengan sikap Zayyan ini. Yang terkadang terlihat baik dan perhatian, tapi sikap dingin dan arogannya juga tidak pernah hilang.
"Dasar pria arogan" gumam Nara sambil berjalan mengitari mobil dan masuk ke dalam mobil. Duduk di kursi penumpang.
Zayyan mulai melajukan mobilnya, dia terlihat begitu pandai dalam mengemudi. Tapi sebenarnya Nara juga sudah pandai dalam mengemudi, tapi entah kenapa melihat Zayyan yang mengemudi membuat Nara merasa kalau pria itu lebih pandai dalam mengemudi.
"Jadi apa jawabanmu?"
"Hah?!" Nara langsung melongo saat mendengar pertanyaan Zayyan yang tidak dia mengerti maksudnya. "...Maaf Pak, maksudnya jawaban apa?"
Zayyan berdecak pelan, kesal dengan Nara yang begitu tidak paham dengan ucapannya. Tapi memang sebenarnya dia saja yang tidak sadar kalau dia benar-benar bertanya tanpa memperjelas semuanya. Jadi malah membuat Nara kebingungan dengan pertanyaannya.
"Apa kau sudah lupa atau sedang pura-pura lupa? Bukannya kemarin aku sudah mengatakan cinta padamu, jadi kau harus terima aku sebagai priamu!"
Nara benar-benar langsung kicep mendengar itu, sungguh dia tidak pernah menyangka jika ucapan Zayyan kemarin dianggap serius. Karena nyatanya Nara tidak pernah menganggap serius atas ucapannya. Dia tahu jika Zayyan adalah seorang pemain wanita, dan tidak pernah serius atas kata-kata cinta yang dia ucapkan.
"Haha, Pak, itu hanya bercandaan. Saya tidak mungkin menganggapnya serius" ucap Nara dengan tertawa hambar.
Zayyan mendelik tajam, dia tidak suka dengan jawaban Nara barusan. Meski sebenarnya dia sendiri masih bingung dengan apa yang saat ini membuat dia terus kepikiran tentang Nara. Kejadian malam itu di Pantai, memang tidak pernah bisa hilang dari ingatannya. Apalagi sekarang dia yang bertemu kembali dengan Nara.
Tak ada percakapan lagi kali ini, hingga mereka telah sampai di Perusahaan rekan kerja mereka. Kali ini mereka benar-benar bekerja dengan profesional.
*
Kembali ke Kantor setelah menyelesaikan rapat di Perusahaan klien, Nara merasa bingung dengan Zayyan yang tadinya dia anggap baik karena sudah mau membantu dia membawakan berkas dan mengemudi sendiri. Tapi sekarang Zayyan malah terlihat semakin dingin padanya, membuat Nara kebingungan saja.
"Sekretaris Anara"
Nara langsung menoleh, dia tersenyum saat melihat Rifai yang berjalan ke arahnya dengan membawa segelas kopi instan di tangannya. Nara seolah tidak sadar jika da tatapan yang begitu tajam ketika dia tersenyum pada Rifai.
"Habis meeting dari luar lagi? Nih, hadiahnya hari ini" ucap Rifai sambil memberikan gelas kopi itu pada Nara.
Nara tersenyum, dia mengambil gelas kopi itu dan meminumnya. "Terima kasih, nanti aku ke rumahmu lagi ya. Film yang kemarin belum selesai"
Rifai terkekeh pelan, dia mengacak rambut Nara dengan gemas. "Kalau ingin nonton yang bener ya, jangan malah tidur. Kamu datang ke rumahku hanya untuk numpang tidur aja"
Nara hanya cengengesan saja, memang terkadang dia malah tidur di rumah Rifai. Karena pulang ke rumahnya selalu membuatnya tidak nyaman, dan dia lebih nyaman berada di rumah sahabatnya itu.
"Anara!"
Panggilan penuh nada penekanan itu membuat Nara langsung menoleh pada Bosnya. Nara kira Zayyan akan naik duluan karena melihatnya bertemu dengan Rifai, tapi ternyata dia masih berada disana.
"Rifai, aku naik dulu ya. Semangat kerjanya" ucap Nara sambil menepuk bahu Rifai sebelum berjalan menghampiri Zayyan.
Mata Zayyan langsung menyipit tidak suka saat melihat Nara yang menepuk bahu Rifai dan pria itu yang juga mengusap kepala Nara. Ada gemuruh di dalam hatinya yang membuat dia ingin marah pada Nara saat ini.
Apa aku benar-benar jatuh cinta padanya?
Bahkan dia masih ragu dengan perasaannya sendiri, tapi sudah meminta jawaban dari Nara atas ungkapan cintanya yang sebenarnya tidak terlalu serius. Tapi seolah hati dan pikirannya bertolak belakang saat ini. Ketika Zayyan yang berpikir kalau dia tidak percaya cinta lagi setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh istrinya dan temannya. Namun, hatinya berkata lain.
"Mari Tuan"
Nara yang membukakan pintu ruangan untuk Zayyan. Pria itu mengerjap pelan, dia baru tersadar dari segala pemikirannya itu. Lalu, Zayyan segera masuk ke dalam ruangannya tanpa mengatakan apapun pada Nara.
Nara hanya mengangkat bahunya acuh, dia kembali ke meja kerjanya. Dia menghabiskan kopi yang diberikan oleh sahabatnya itu.
Sementara di dalam ruangan, Zayyan menatap Nara dari kaca ruangannya. Dia melihat bagaimana Nara yang terlihat lebih senang dan tersenyum begitu ceria setelah bertemu dengan pria itu di Lobby tadi.
"Sebenarnya siapa pria itu? Kenapa dia terlihat sangat dekat dengannya"
Zayyan mendengus kesal dengan pikirannya sendiri. Melihat Nara yang terlihat tersenyum begitu lepas pada pria tadi, membuatnya kesal.
"Kenapa dia tidak bisa tersenyum seperti itu padaku?"
Ah, Zayyan pusing dengan dirinya sendiri. Dia mengambil remote control dan membuat kaca itu berubah menjadi gelap. Dia melonggarkan dasinya yang terasa mencekik sekarang ini.
"Sial, kenapa aku terus memikirkannya?"
Suara ketukan pintu, membuat Zayyan langsung menoleh ke arah pintu ruangannya. "Masuk"
Nara masuk ke dalam ruangannya itu, membawa sebuah berkas di tangannya dan memberikan pada Zayyan.
"Butuh tanda tangan anda untuk pengesahan proyek yang sudah selesai di Luar Kota" ucap Nara.
Zayyan mengangguk mengerti. "Baiklah, nanti aku tanda tangani"
"Baik Pak"
Melihat Nara yang langsung keluar dari ruangannya setelah memberikan berkas itu, membuat Zayyan berdecak kesal.
"Kenapa dia tidak tersenyum padaku? Sial, apa yang kau pikirkan Zayyan? Sadarlah!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Pujiastuti
lah malah pak bos yang uring-uringan gara² Nara begitu santai dan akrab sama Tirai sang sahabat
2024-02-05
0
millie ❣
Maka'y jgn suka main perempuan donks walaupun kecewa or sakit hati ama istri loe sdr balas dendam loe itu g elegant banget bikin Nara jg g percya apalg nara jg dr latar belakang yg dikhianati.
2024-02-04
0