Cahaya matahari mulai masuk melalui jendela kamar, terasa menyilaukan bagi seseorang yang baru bangun dari tidurnya. Sepertinya hari sudah bukan pagi lagi, namun sudah hampir menjelang siang.
Nara memegang kepalanya yang terasa sakit dan begitu berat, mungkin karena semalam dia terlalu banyak minum. Dia perlahan terbangun dari tidurnya, duduk bersandar di atas tempat tidur. Nara masih mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi semalam. Dan semua potongan-potongan kejadian semalam terlintas dalam ingatannya seperti sebuah kaset rusak yang berputar di kepalanya.
"Ah sial, kenapa aku melakukan itu?"
Nara memukul kepalanya sendiri, merasa jika dirinya sangat bodoh saat ini. Bagaimana bisa dia melakukan hal sejauh itu dengan pria asing yang bahkan tidak dia kenal. Namun semuanya sudah terjadi, tidak mungkin juga jika Nara mengulang waktu.
"Kau sudah bangun?"
Suara berat itu membuat Nara langsung menoleh, dia sedikit kaget saat melihat pria semalam yang keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk saja yang melilit di pinggangnya. Membuat dia langsung memalingkan wajahnya karena merasa malu sendiri, apalagi ketika wajahnya sudah terasa memanas.
Pria gagah itu hanya tersenyum melihat Nara yang seperti itu. Dia segera memakai baju, tanpa malu sedikit pun saat memakai pakaian di depan Nara.
Sementara Nara segera turun dari tempat tidur dengan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Dia memungut pakaiannya di atas lantai dan segera berlalu ke kamar mandi tanpa melirik sedikit pun pada pria semalam.
Pria itu hanya menggeleng pelan sambil mengancingkan kemejanya. "Kenapa sekarang dia terlihat malu-malu, bukannya semalam sangat liar"
Dia memilih untuk menunggu di sofa, melihat bagaimana reaksi wanita yang telah menghabiskan malam bersama dengannya. Dan ketika suara pintu terbuka, dia langsung menoleh. Dia melihat Nara yang keluar sudah menggunakan pakaiannya. Hanya memperhatikan apa yang Nara lakukan. Nara terlihat mengambil tasnya dan berjalan menghampirinya.
"Lupakan aku setelah ini, kita tidak perlu merasa saling kenal jika suatu hari bertemu lagi. Anggap saja pertemuan ini tidak pernah terjadi"
Pria itu tertegun mendengar ucapan Nara barusan. Biasanya semua wanita yang sempat dia tiduri, maka akan meminta uang atau sejenisnya sebelum pergi. Tapi Nara malah berkata seperti itu. Dia menatap punggungnya yang berjalan menuju pintu kamar.
"Sepertinya dia bukan wanita biasa"
Sementara Nara yang keluar dari dalam kamar itu, sedikit terdiam saat tidak sengaja bertemu dengan pria yang semalam juga ada di pesta itu.
"Waw, sudah selesai melakukan tugasmu? Bagaimana? Temanku itu sangat gagah ya?" ucapnya sambil terkekeh.
Nara hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun. Dia langsung berlalu pergi meninggalkan pria itu. Membuatnya sedikit heran dengan sikapnya itu.
"Wah, cukup menarik juga"
*
Nara kembali ke hotel tempat dia tinggal selama berlibur di sini. Nara menjatuhkan tubuh di atas tempat tidur, menghembuskan nafas pelan. Bayang-bayang semalam kembali terlintas dalam ingatannya.
"Anara, kenapa kamu bodoh sekali sampai melakukan itu!" teriaknya seorang diri.
Nara memejamkan matanya, bagaimana kejadian hari ini cukup membuatnya lelah dan terkejut. Tidak sadar dengan dirinya sendiri kenapa bisa melakukan itu.
Dirinya berniat liburan untuk menghilangkan penat atas semua pekerjaan. Tapi malah terjadi seperti ini. Bagaimana bisa dia melupakan tentang kejadian semalam.
"Nara, kamu bodoh!"
Bingung harus melakukan apalagi, membuat Nara berlalu ke kamar mandi dan memilih untuk berendam di bak mandi. Memikirkan tentang kejadian semalam, membuat dia malu sendiri dengan dirinya.
"Sudahlah lupakan saja dia, lagian aku juga tidak tahu siapa namanya. Jadi tidak perlu memikirkannya. Lagian aku mana mungkin bertemu lagi dengannya"
Setelah mandi, Nara tidak pergi kemana pun. Hanya berdiam diri di dalam hotel. Dia tidak mau memikirkan tentang kejadian semalam lagi. Kalau sampai dia kembali ke Pantai, dan tiba-tiba bertemu lagi dengan pria itu. Pastinya bukan hal baik.
"Sepertinya aku harus segera pulang"
Akhirnya malam ini juga Nara memilih untuk kembali dari liburannya hari ini juga. Karena dia tidak mau kalau sampai bertemu lagi dengan pria itu. Meski sebenarnya dia malas untuk kembali ke rumahnya. Dia harus berusaha memasang wajah tersenyum saat melihat keluarganya yang bahagia, sementara adiknya terasingkan entah dimana.
"Kak Nara, sudah pulang" teriak adik bungsunya. Dia baru saja kelas tiga sekolah menengah pertama. Nara tersenyum dan langsung memeluknya.
"Kamu sekolah yang baik 'kan? Bagaimana dengan PR, bisa mengerjakannya?" tanya Nara.
Gina mengangguk, dia selalu dekat dengan Kakaknya yang ini. Karena Ibunya sejak kecil selalu melarang dirinya dekat dengan Nayra.
"Semuanya baik Kak, aku merindukan Kakak. Kenapa lama banget pulang" ucap Gina.
Nara hanya tersenyum saja, dia mengelus kepala adiknya dengan gemas. "Kan Kakak sedang berlibur agar tidak penat dengan pekerjaan di Kantor"
"Nara, akhirnya kamu pulang juga. Tapi bukannya masih ada dua hari lagi untuk jatah berlibur kamu?" tanya Ayah.
Nara tersenyum, dia menghampiri orang tuanya. Menyalami keduanya. "Aku bosan saja disana, lagian ada pekerjaan yang harus di periksa juga hari ini. Jadi pulang cepat, yang penting bisa liburan sebentar"
"Yaudah, sebaiknya sekarang kamu istirahat Nar" ucap Ibu.
Nara mengagguk, dia segera ke kamarnya dengan membawa kopernya. Saat masuk ke dalam kamar, dia menghembuskan nafas kasar. Melihat keluarganya yang begitu harmonis, malah membuatnya terasa sedih. Bagaimana adiknya yang bahkan tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perlakuan baik dari keluarganya sendiri.
Nara meraih figura foto Ibunya yang selalu berada di atas nakas. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Maafkan aku Bu, aku belum bisa menjaga Nayra. Ayah salah, bagaimana dia bisa membenci anaknya sendiri karena kematian Ibu. Padahal semuanya bukan salah Nayra"
Semuanya memang berubah sejak Ibunya meninggal saat melahirkan Nayra, adiknya. Ayahnya yang bahkan tidak mau merawat Nayra, sejak bayi dia hanya di rawat oleh pengasuh. Hingga kedatangan Ibu tirinya yang membuat Ayah merasa terselamatkan di saat dia sedang terpuruk karena kepergian istrinya. Dan setelah itu, Ayahnya semakin tidak peduli pada Nayra.
"Nara harus bagaimana, Bu? Nara capek jika harus terus memperlihatkan wajah bahagia di depan semuanya, tapi aku juga ingin menyayangi Nayra. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang keluarga yang sebenarnya"
Tangisan Nara pecah begitu saja, hanya di kamar ini dia bisa meluapkan semua kesedihannya. Bagaimana dia yang tidak punya kesempatan untuk menyayangi adiknya. Untuk memberikan hadiah ulang tahunnya saja, dia harus bersembunyi dari orang tuanya. Sungguh Nara merasa jika dia bukanlah seorang Kakak yang baik dan adil pada adik-adiknya.
"Aku seperti berjalan di atas serpihan kaca. Membuat aku terluka dan sakit, tapi aku tidak bisa menghindarinya, Bu"
Tangisan yang belum berhenti juga.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Pujiastuti
lanjut kak author tetap semangat 💪💪💪💪
2024-02-01
0