Zayyan tersenyum sendiri, bahkan dia bingung sendiri dengan dirinya ini. Bagaimana sejak bertemu kembali dengan Nara, maka dirinya jadi sering memikirkan gadis itu. Melihat bagaimana cara dia bekerja yang begitu baik dan profesional.
"Dia seperti menutup diri untuk siapapun. Tapi pada pria itu, kenapa dia bersikap begitu baik. Sial, apa dia jadi datang ke rumah pria itu"
Zayyan jadi kesal sendiri dengan pemikirannya itu. Bagaimana sekarang dia yang kesal memikirkan Nara yang akan pergi ke rumah seorang pria. Padahal seharusnya dia tidak perlu ikut campur dan memikirkan tentang hal itu. Bagaimana dia yang sebenarnya tidak mempunyai hubungan apapun selain berhubungan satu malam saat itu.
Zayyan mengacak rambutnya dengan frustasi atas apa yang dia pikirkan. "Ah, kenapa aku harus memikirkannya. Sadar Zayyan, ini bukan pertama kalinya kau bermain wanita. Kenapa sekarang malah kepikiran seperti ini"
Mungkin pada awalnya Zayyan adalah pria hangat yang mencintai satu orang saja, istrinya. Namun, setelah dia mengetahui perselingkuhan yang terjadi diantara istrinya dan temannya, membuat dia tidak lagi percaya akan cinta dan setia. Zayyan berubah menjadi pria berengsek yang bermain wanita.
Sebenarnya dia juga ingin sekali untuk menyudahi pernikahan ini. Tapi rasa sakit dikhinati telah menimbulkan rasa dendam dan juga benci yang besar. Dia memilih mempertahankan pernikahan ini, namun dengan dia yang menjadi pria bebas. Bermain wanita tanpa sedikit pun memikirkan tentang perasaan istrinya lagi. Selain itu, Zayyan juga tidak bisa menceraikan Maura begitu saja. Karena pada awalnya pernikahan ini juga sangat di dukung oleh orang tua mereka. Tentunya akan cukup menjadi pengaruh buruk dalam hubungan baik diantara dua Keluarga ini.
"Apa benar aku jatuh cinta padanya?"
Zayyan memikirkan tentang kalimat yang tadi sore dia ucapkan begitu saja pada Nara. Padahal dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan. Karena pernikahannya yang berantakan, membuat dia tidak percaya akan cinta dan setia.
*
Rifai membawa potongan buah dalam piring dan memberikannya pada Nara yang sedang merebahkan tubuhnya di atas sofa. Mereka adalah tetangga dekat dan berteman sejak kecil. Dan ketika Nara merasa sedih dan kebingungan dengan apapun. Maka dia hanya datang ke rumah Rifai ini yang hanya tinggal beberapa langkah saja dari rumah orang tuanya ini. Orang tua Rifai juga begitu baik padanya dan sudah seperti orang tua kedua untuk Nara.
"Kenapa lagi kali ini? Bukannya sudah mendapatkan Bos yang tampan ya, kok malah terlihat galau begitu?" ucap Rifai yang duduk di pinggir tempat tidur.
Nara hanya tersenyum saja, dia bangun dan duduk bersila di atas tempat tidur Rifai ini. "Dia itu menyebalkan, terlihat sangat dingin dan arogan. Terlebih lagi dia tidak seperti Pak Edgar yang baik dan selalu ramah pada setiap orang"
Dia hanya seorang pemain wanita, pria kesepian yang menginginkan kepuasan dari wanita manapun.
Rifai menatap Nara dengan lekat, dia merasa kalau yang dibicarakan Nara itu tidak benar adanya. "Loh, bukannya dia itu sangat baik dan tampan ya. Wajahnya tidak terlihat menyebalkan seperti ucapanmu"
Nara mengambil piring buah yang berada di tangan RIfai, lalu memakan beberapa potongan buah itu. "Bagaimana kamu bilang dia tidak seperti yang aku bayangkan. Jangan menilai seseorang dari ketampanan saja. Buktinya mantan suamiku saja tidak sesuai dengan wajahnya yang tampan"
Rifai langsung merangkul bahu Nara, dia tahu jika sahabatnya ini masih terlalu banyak luka yang dia sembunyikan setelah bercerai dengan suaminya beberapa bulan lalu.
"Sudahlah, jangan mengingat-ngingat tentang pria bajingan itu. Sebaiknya sekarang kita nonton saja, ada film horor terbaru" ucap Rifai.
Nara langsung bersemangat, kesukaan mereka berdua adalah menonton film horor. "Oke, siapin makanannya deh"
Mereka menyalakan televisi di kamar Rifai itu, lalu mencari film horor yang ingin mereka tonton.
*
Pagi ini Nara sudah mendapatkan pesan dari Pak Edgar jika dia harus membuatkan kopi untuk Zayyan setiap pagi. Sama seperti saat Pak Edgar bekerja. Dia juga memberi tahu Nara takaran kopi yang di sukai oleh Zayyan.
Dan pagi ini Nara sudah membuatkan kopi untuk Zayyan, dia membawanya ke ruangan Bosnya itu. Menyimpan kopi itu di atas meja.
"Silahkan kopinya Pak Zayyan" ucap Nara.
Zayyan yang sedang memeriksa beberapa berkas, dia langsung mendongak dan menatap Nara. "Bagaimana kau menulis laporan ini? Sangat ceroboh dan tidak teliti!"
Nara langsung mengerutkan keningnya dengan bingung. Dia melihat berkas yang di lembarkan Zayyan di atas meja itu. Memeriksanya, namun dia belum menemukan kesalahannya.
"Kau lebih menaruh angka nol untuk anggaran pembangunan Asrama di Yayasan. Apa kau bodoh atau bagaimana? Kelebihan satu angka nol saja akan membuat Perusahaan ini rugi besar. Beruntung aku cek terlebih dahulu sebelum di berikan pada rekan kerja"
Nara hanya menunduk diam, ternyata memang dia yang salah kali ini. Seingat Nara saat itu dia menulis proposal ini ketika dia awal bercerai, pikirannya sedang kacau. Dan mungkin saja dia tidak menelitinya dulu.
"Saya minta maaf Pak, saya akan perbaiki dan akan lebih teliti lagi" ucap Nara dengan kepala menunduk.
Zayyan menatapnya dengan lekat, lalu beralih pada secangkir kopi yang tadi dibuatkan oleh Nara. "Pergilah dan selesaikan sebelum klien kita datang"
Nara mengangguk, dia segera keluar dari ruangan Zayyan. Saat pintu sudah dia tutup, Nara baru bisa menghembuskan nafas panjang. Pekerjaan yang belum selesai harus tertunda dulu untuk memperbaiki proposal ini.
"Kenapa juga aku bisa ceroboh seperti ini. Biasanya aku jarang melakukan keslahan. Aku selalu teliti, tapi kali ini benar-benar kesalahan besar. Untung sekali belum terserahkan pada Klien"
Nara langsung mengerjakan semuanya, proposal yang salah ini segera dia perbaiki. Sementara di dalam ruangan, Zayyan melihat jelas bagaimana Nara yang sedang fokus pada komputer di depannya. Ruangannya yang mempunyai kaca besar hampir di sekelilingnya, membuat dia mudah memperhatikan Nara dari dalam ruangannya ini.
Zayyan langsung menggeleng cepat dengan pemikirannya itu. "Apa-apaan aku ini, kenapa malah memikirkan dia"
Zayyan mengambil sebuah remote control, dia menutup kaca jendela itu menjadi warna hitam dan tidak akan terlihat lagi dari luar ataupun dari dalam. Zayyan beralih mengambil secangkir kopi yang tadi diberikan oleh Nara. Dia mencoba untuk meminumnya.
"Kenapa dia bisa membuatkan kopi sesuai seleraku? Bahkan Maura saja tidak pernah bisa membuatnya"
Hanya dua orang yang bisa membuat kopi sesuai dengan seleranya. Ibunya dan juga Bibi yang bekerja di rumah mereka selama bertahun-tahun. Bahkan istrinya saja tidak pernah bisa membuatkan kopi sesuai dengan kesukaannya ini. Tapi kali ini dia merasakan kopi yang sesuai dengan seleranya. Tapi bukan dari dua orang itu yang biasa membuatkan kopi untuknya. Tapi dari Sekretarisnya.
"Sepertinya dia cukup pandai juga dalam membuat kopi"
Zayyan tersenyum sendiri dan dia meminum kembali kopi itu sebelum melanjutkan pekerjaannya. Namun anehnya, setiap melihat cangkir berisi kopi itu selalu membuatnya tersenyum begitu saja. Dia sendiri heran dengan apa yang dia lakukan, senyum-senyum tidak jelas.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Pujiastuti
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪
2024-02-03
0