Dia......!

Fany yang tadinya manyun karena ulah Dirgham yang mengganggu paginya, kini mulai tersenyum simpul setelah melihat Arsyila yang sangat cantik dan juga anggun sedang bersamanya di ruang makan.

"Apa Kakakmu tadi merepotkan kamu, Fan? Maaf ya karena aku tidak punya baju formal di rumah ini jadi ganggu pagi kamu, sekarang kita sarapan bareng ya?" ujar Arsyila lembut pada gadis cantik di depannya.

"Gak apa, Kak harusnya dia yang disalahkan, tahu istrinya itu sekertaris tapi lemari cuma diisi sama gaun setipis tisu doang, ya mana bisa dipakai keluar," goda Fany yang ditatap tajam oleh sepupunya.

Wajah Arsyila menjadi merah mendengar ucapan Fany yang tidak bisa dikontrol sama sekali.

"Jaga ucapan kamu, Fan, lihat apa Kakak iparmu malu mendengar ocehan kamu itu, belajar dari mana sih godain orang seperti itu, mana jujur lagi," ketus pemuda itu pada sepupunya.

"Dari........"

"Wah kamu lihat film-film yang kurang bahan ya, apa jangan-jangan lihat film layar biru juga," selidik Dirgham kepada gadis cantik yang gelagapan.

"A-Apaan sih, Kak jangan fitnah deh kalau kamu gak tahu, aku ini dokter jadi semuanya harus tahu terutama begitu sama pasangan 'kan," jawab Fany lirih, gadis itu juga malu membahas area dewasa.

"Apa hubungannya dokter sama film biru, atau mau praktek ya?" cecar Dirgham dengan banyak pertanyaan pada sepupunya.

"Udah ah males, aku mau makan saja abis itu segera kerja, dekat-dekat singa gak enak," ketus Fany yang mulai mengisi piring miliknya dengan nasi dan lauk, dia menyantap sarapan dengan wajah kesal.

"Sudahlah, Ai jangan selalu bikin Fany kesal, takutnya nanti dia gak fokus kerja, namanya juga masa muda banyak ingin tahu, kayak kamu gak pernah lihat saja," tutur Arsyila yang menyindir Dirgham yang juga mulai gelagapan.

"A-Ayo kita sarapan saja, biar gak telat nanti."

Arsyila berhasil membuat Dirgham bingung, sedangkan Fany yang dibela oleh wanita cantik itu mulai tersenyum manis, saat makanan di mulutnya sudah habis, Fany mengacungkan dua ibu jari pada Arsyila.

"I love you, Kak Arsyila."

"Dia istriku jangan gombalin dia."

"Bucin."

Ketiganya mulai sarapan dalam hening, hingga mereka selesai dan mulai bersiap-siap.

"Hati-hati ya, Fan jangan ngebut," saran Arsyila pada adik iparnya tersebut.

Arsyila yang sudah siap dengan tas kecil yang dia bawa sedang menunggu Dirgham yang mulai bersiap dengan tas di tangannya.

"Ayo, Ai."

Dengan melingkarkan tangannya pada Dirgham, Arsyila kini berjalan sejajar dengan suaminya melangkah menuju mobil yang terparkir di sana. Mobil sport milik Dirgham yang hanya ada lima di dunia.

Kendaraan roda empat itu mulai melaju membelah jalanan kota, mereka menuju hotel untuk rapat, setelah sampai di sana Arsyila mendadak diam, dia teringat akan kejadian nahas itu.

"Ai apa kamu baik saja!"

Bariton lembut itu membuyarkan lamunan Arsyila.

"Ai tempat ini?"

"Ini hotelku Ai, aku pemilik hotel ini, dan ruangan yang pernah dibuat orang gila itu sudah aku rubah agar tidak membuat kamu trauma, tapi jika kamu masih belum kuat ayo kita pulang saja, kesehatan mental kamu sangat penting buatku, Ai."

Wanita cantik itu menangis terharu, dia mendapatkan sosok yang sangat taat dan menghargai pasangannya.

"Ai kamu sakit lagi, kita pulang saja ya?" Tampak raut khawatir dari wajah pemuda tampan tersebut.

Arsyila menggeleng, "Aku terharu dan bersyukur mempunyai suami seperti kamu, Ai, kamu begitu meratukan aku hingga membuatku merasa nyaman. Terimakasih untuk segalanya, Ai."

Dirgham tersenyum lalu mengulurkan tangannya.

"Ayo keluar, Ai ada kejutan untuk kamu di dalam sana."

Arsyila mengangguk, dia mengekori suaminya.

Wanita muda itu hanya menunduk diam, karena hatinya masih merasa kurang nyaman, hingga sebuah tangan besar merangkul pundaknya dengan begitu lembut.

"Kalau kamu masih takut, pegang lenganku erat Ai, jangan kamu lepaskan hingga sampai tempat rapat, karena kamu berhak mendapat perlindunganku dan juga perhatianku," tutur lembut Dirgham dengan sorot mata yang sangat lembut pada Arsyila.

"Terimakasih, Ai."

Arsyila mulai melingkarkan tangannya pada lengan suaminya dia berjalan dengan anggun namun berhati-hati.

Semua karyawan dan juga manager di sana menunduk hormat saat Dirgham mulai melewati mereka namun tidak sedikit pekerjaan yang berpikir keras dengan wanita yang ada di samping bosnya tersebut.

"Jangan lihat istriku dengan tatapan tajam seperti itu, atau aku keluarkan kamu segera dari hotel ini," tegas Dirgham pada salah satu karyawannya saat memandang kagum Arsyila.

"Apa aku tidak salah dengar, Bos bilang istri, kapan mereka menikah?"

"Mungkin baru pacar saja, tapi karena tidak boleh ada yang dekati Bos, Bos bilang istri."

"Kalau pekerjaan kalian hanya menggunjing orang atau cuma menerka hidup orang lain, lebih baik kalian lihat diri sendiri," tegas manager yang tidak ingin kena marah Bosnya.

Kehadiran Dirgham dengan wanita cantik membuat semua orang yang akan meeting kali itu menjadi heboh, karena mereka tahu, seorang Dirgham tidak pernah mengekspos fotonya dengan wanita manapun, namun saat itu dia bergandengan mesra dengan wanita cantik.

"Selamat pagi, Pak Dirgham!" sapa ramah pria paruh baya yang kini menjabat tangan pemuda itu.

"Pagi juga, Pak Wardana!"

Saat tangan pria paruh baya itu ingin menjabat tangan Arsyila, Dirgham segera menjadi pelindung wanita cantik itu.

"Jangan sentuh permataku!" tegas Dirgham dengan nyalang.

"Oh, maaf, Tuan saya tidak tahu jika wanita cantik ini kekasih Anda."

"Ralat, dia bukan kekasih saya......"

Sorot mata Arsyila tampak kecewa mendengar ucapan dari suaminya, "Dia adalah istri saya yang sah," ungkap pemuda tampan itu tanpa beban.

"I-Istri? Sejak kapan Anda menikah, Tuan kenapa tidak memberikan kamu undangan atau jangan-jangan wanita ini sudah menerima benih Anda lebih dulu," sindir Ardana yang malah menunjukkan sikap kurang ajarnya.

"Kelihatannya kamu yang kurang beruntung, saya selalu beruntung dan bersyukur mendapatkan permata cantik dan suci seperti dia, jika kamu tidak mau bekerja sama dengan saya, keluarlah sekarang," usir Dirgham dengan tegas.

"Dasar CEO sombong, lihat saja nanti aku akan membalas penghinaan ini."

Arkan beranjak pergi dia menatap tajam wajah pemuda tampan itu dengan nyalang.

"Lain kali jaga ucapanmu, agar kamu bisa dihargai orang lain."

"Aku akan membuatmu hancur Dirgham."

"Aku menunggu, tapi jangan harap aku berikan kamu kesempatan untuk hidup tenang setelah ini," gumam pelan Dirgham membalas ucapan Arkan.

Setelah suasana kurang baik akibat Arkan yang membuat mood Dirgham buruk, meeting kali itu tidak jadi dilakukan, mereka mengundur hari meeting agar CEO muda itu dalam kondisi mood yang baik, sehingga meeting juga akan berhasil dengan seiring mood baik pemuda tampan itu.

Dirgham dan Arsyila akhirnya kembali ke rumah mereka, pemuda itu berusaha mengendalikan emosi yang ada di hatinya karena Arkan sudah merendahkan istrinya.

Pemuda itu menyugar rambutnya yang hitam dan berkeringat, setelah selesai menyalurkan emosinya pada samsak yang ada di ruang olahraga. Arsyila sebagai istrinya hanya bisa melihat emosi dari suaminya tersebut tanpa ingin meredam amarahnya yang meluap.

Seperti yang Dirgham ucapkan saat mereka masih berada di dalam mobil.

"Ai jika nanti aku emosi, tolong jangan pernah mendekat seberapa kacaunya aku saat itu karena saat itu terjadi. Aku dalam keadaan kalap, jadi biarkan suara-suara raunganku terdengar," pinta Dirgham yang saat itu berada di dalam mobil bersama istrinya.

"Tetapi kenapa kamu melakukan itu? Apa sesuatu membuatmu terganggu?" pertanyaan lembut itu membuat pemuda tampan itu menunduk.

"Maaf aku lalai untuk melindungimu, hingga kamu direndahkan seperti tadi, maafkan aku, Ai," ujar Dirgham dengan nada sedih.

Arsyila mengelus pundak suaminya, "Bukan kamu yang salah Ai, memang pernikahan kita disembunyikan, jadi bukan salah kita, aku juga paham akan itu, jadi jangan menyalahkan diri sendiri," tutur Arsyila dengan lembut.

Arsyila kembali tersentak saat angannya kembali, "Nona jangan khawatir, itu cara Aden melampiaskan kekesalannya dan kesalahan yang menimpa dirinya, setelah itu dia akan menjadi orang yang lebih baik dari hari ini," ungkap Bi Marning kepada Arsyila yang menatap ruangan tertutup itu dengan wajah sendu.

"Rasanya aku tidak berguna, Bi, suamiku sedang melampiaskan kekesalannya tapi aku hanya diam dan tidak membuat dirinya tenang," keluh Arsyila sedih.

"Sabar, Nona. Nona akan melihat Aden menjadi pribadi yang lebih baik nantinya setelah ini."

"Terimakasih, Bi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!