Rapunzel

Beberapa hari setelah teror dari Argo yang bikin kesal pasangan baru itu, Arsyila meminta tolong kepada Dirgham untuk membelikan nomor baru, hal itu dilakukan gadis cantik tersebut agar tidak melukai pemuda yang sudah berstatus suaminya. Setelah dinyatakan sembuh, Arsyila akhirnya pulang ke rumah, tapi bukan rumah kedua orang tuanya, melainkan rumah pribadi Dirgham yang sudah pemuda itu siapkan untuk calon istrinya kelak.

Arsyila terperangah takjub, orang yang dia kira hanya karyawan magang biasa, bahkan bisa membangun rumah megah seperti istana negeri dongeng.

"Kamu nyaman tidak, Mbak kalau kita tinggal di sini, tadi sebelum ke sini aku sempat tanya sama kedua orang tua kamu lebih dulu, setelah dapat persetujuan dari mereka aku membawa Mbak ke sini, maaf ya jika rumah ini kurang begitu besar seperti rumah Dad di tengah ibu kota," ujar Dirgham panjang lebar.

Anak ini memang polos, apa seperti ini sifatnya, rumah seperti lapangan sepak bola kayak gini di bilang kurang besar batin Arsyila kagum.

"Jangan panggil aku dengan sebutan mbak terus, aku ini istrimu sekarang," ujar Arsyila dengan wajah malu.

"Yasudah, aku panggil kamu Nyonya Rapunzel saja, bagaimana?"

"Kenapa Rapunzel?"

"Rapunzel itu lemah lembut, tapi tangguh, dia juga cantik lagipula ada sesuatu yang tidak orang lain lihat dari kamu."

Dirgham mendekati wajah Arsyila, wajahnya terlihat panik dengan degup jantung bagai sound hajatan.

"Kamu itu istimewa, bisa menempatkan diri dengan baik, bahkan saat di kantor kamu bisa tegas dan lembut sebagaimana mestinya," tutur pemuda itu dengan senyum manis di wajah tampannya.

Dirgham berdiri tegak, tidak lagi condong untuk menggoda istrinya tersebut, "Sebaiknya kamu istirahat dulu, Nyonya Rapunzel karena kesehatan kamu lebih penting."

Pasangan suami istri itu kini menapaki anak tangga menuju lantai dua, di mana kamar mewah Dirgham yang sekarang juga merupakan tempat istirahat Arsyila berada.

"Maaf ya jika nanti kamarku belum sempat aku renovasi, karena aku fokus sama berkas pernikahan kita tempo lalu, hingga lupa kalau kamu akan tinggal di sini bersama denganku kelak."

"Tidak apa kok, aku sudah sangat bahagia sudah menikah dengan orang yang begitu pengertian dan juga mempunyai hati lembut kepada pasangannya. Jujur aku pernah takut untuk menikah apalagi dulu menikah sama...."

"Tidak usah membahas masa lalu, aku tahu apa yang kamu pikirkan, karena aku lebih tampan dari dia 'kan?" lakar Dirgham yang tidak ingin membahas rivalnya.

"Percaya diri sekali kamu, Mas!"

"Kamu tadi panggil aku apa?"

"Aku panggil, Mas! Kenapa?"

"Kurang kece ah, gimana kalau kamu panggil aku Ai saja."

"Ai?" Kini giliran Arsyila yang bingung.

"Aishiteru, singkat saja Ai, gimana?"

Arsyila tertawa lucu, "Kamu bisa saja, kalau begitu aku juga mau dipanggil Ai, biar sama-sama, bagaimana?"

"Boleh juga, Ai, duh kok gemes ya."

"Maaf Ai apa kita akan berdiri di depan pintu kamar kamu saja kah?" ucap Arsyila yang membuat wajah Dirgham malu.

"Eh iya, maaf Ai."

Dirgham membuka handel pintu berwarna putih tersebut, dia mempersilahkan istrinya masuk terlebih dahulu.

"Semoga kamu suka ya, Ai sama perubahan kecil dari kamar seorang laki-laki lajang dulunya, ini renovasi dadakan dan aku meminta bocoran dari ibu mertua kalau istriku itu suka warna pastel pink, jadi beginilah kamar kita."

Arsyila terkejut, dia tercengang luar biasa, bagaimana bisa seorang pemuda tampan yang merupakan putra dari seorang direktur utama kamarnya bernuansa pink sesuai warna kesukaan sang istri.

"I-Ini?"

"Khusus untuk ratuku."

Arsyila menangis, entah hal apa yang dia lakukan di masa lalu hingga mempunyai suami yang begitu perhatian bahkan tidak malu merenovasi kamar dengan warna pink.

"Kamu kurang suka ya, Ai aku bisa minta pelayan buat....."

Arsyila memang menangis tetapi dia bahagia, dengan cepat gadis cantik itu menutup bibir suaminya yang begitu panik saat tahu dia menangis.

"Maaf, Ai aku bukan menangis karena tidak suka, justru karena aku suka dan terharu, dibuatkan kamar indah seperti ini oleh suami yang bahkan nikahnya dadakan, terimakasih untuk semuanya ya, Ai."

Dirgham memeluk lembut istrinya.

"Dad dan Mom selalu kasih aku petuah saat aku belum menikah, mereka memberikan aku banyak nasihat untuk masa depanku, terutama hal pendamping. Mom juga pernah bilang, 'Hargai istrimu dan jaga perasaan yang selembut awan, dia mengikuti kamu dan mau menjadikan kamu pendamping hidup untuk selamanya karena mengetahui jika kamu mampu membuat dia nyaman, dan juga bahagia, jangan sekali pun untuk melukai hatinya, karena saat kamu melukai hatinya saat itu pula kamu seperti melukai ibumu sendiri'."

Arsyila bersyukur dia memilih pendamping yang tepat, "Terimakasih lagu, Ai."

"Sekarang kamu istirahat dulu, Ai aku ingin ke bawah meminta bantuan Bi Marning untuk membuat makan malam untuk kita sekaligus syukuran kecil-kecilan atas pernikahan kita."

Arsyila hanya mengangguk, menuruti ucapan suaminya, dia langsung berbaring dan memejamkan matanya.

"Istirahat yang cukup ya, Ai."

Kecupan singkat di kening Arsyila membuat gadis cantik itu semakin salah tingkah.

Tak lama kemudian bunyi pintu tertutup dan membuat Arsyila memegang dadanya yang disko di dalam sana.

"Manis sekali suamiku, terima kasih untuk semuanya, Ai, semoga kamu selalu bahagia dan dilindungi Tuhan dari mara bahaya," ucap gadis cantik itu sambil berdoa dalam hatinya.

Sementara itu di lantai bawah, Dirgham mengumpulkan semua ART, dan seluruh pekerjanya.

"Mohon bantuannya untuk semuanya, malam ini aku akan mengadakan acara syukuran kecil-kecilan atas pernikahan kami beberapa minggu yang lalu, kami tidak melakukan resepsi, hanya ijab qobul saja, jadi untuk membagi kebahagiaan kepada kalian semua, aku harap kalian bisa menikmati hidangan dan memberikan doa restu kepada kami," tutur Dirgham panjang lebar.

"Aden baik dan juga tampan, istri Aden juga pastinya sama baiknya dengan Aden, semoga Aden bahagia dan segera diberi momongan ya, Den."

"Terimakasih, Bi Marning."

"Saya juga, Den semoga Aden bahagia hingga kakek nenek, sakinah mawaddah warahmah."

"Terima kasih semuanya, tapi aku minta bantuan kalian juga ya, tolong halaman belakang disulap menjadi tempat yang cantik dan juga nyaman, makanannya seperti biasanya tapi ditambah untuk beberapa orang, tidak lupa sama kue pernikahan ya, terima kasih untuk kerjasama kalian, maaf jika aku terlalu banyak merepotkan," ucap ramah Dirgham kepada semua pekerjanya.

Dari lantai atas, Arsyila mendengar semuanya, betapa baiknya hati suaminya tersebut, paras tampannya tampak bersinar seiring kebaikan yang selalu dia tebarkan.

Karena merasa sangat bosan, akhirnya Arsyila turun ke lantai bawah berniat untuk membantu para pekerja, namun sialnya kakinya mendadak kram dan Arsyila terhuyung.

"Ai!"

Dengan sigap Dirgham langsung memeluk erat tubuh istrinya. Lagi rona merah di pipi Arsyila membuat pemuda itu senang.

"Hati-hati Ai, jangan sampai jatuh lagi, kalau ingin sesuatu kamu boleh bilang padaku," tutur lembut Dirgham yang selalu berhasil membuat Arsyila malu.

"Kamu itu lucu Ai, aku senang menggoda kamu terus kalau begini rasanya sesuatu, apalagi kita sudah nikah dan jika...."

"Maaf, Ai tapi aku belum siap untuk lebih dari sekedar pelukan," sahut Arsyila cepat dengan rasa malu

Dalam hati Dirgham ada rasa kecewa, tetapi itu pilihan dari istrinya, dan dia hanya bisa menghargai gadis cantik tersebut.

"Jangan berpikir jauh, nikmati saja semua alur yang ada, satu lagi jangan melukai diri sendiri."

Dirgham mencoba untuk tetap tenang seperti air tetapi hatinya sungguh kecewa dengan ucapan istrinya tersebut.

Setelah membantu Arsyila berdiri, Dirgham kembali turun ke lantai bawah, dia mulai berjalan ke dalam mobil sport yang terparkir di sana, sebelum masuk kendaraan mewah itu pemuda tampan yang memasang wajah tersenyum itu berbalik, dia jalan ke depan istrinya lalu berbisik, "Aku keluar dulu, kalau butuh sesuatu bilang sama Bi Marning, jaga dirimu ya, jangan kelelahan."

Setelah berbicara pada Arsyila pemuda itu segera memacu kuda besinya dan keluar dari mansion besar miliknya. Tatapan Arsyila mulai berubah ada rasa sakit yang tidak bisa dia ucapkan.

Dirgham mulai melajukan kendaraan itu menuju mansion orang tuanya, dia ingin cerita dan berharap jika ibunya bisa memberi saran atas kegelisahan yang menimpanya.

Akan tetapi di tengah jalan, Dirgham melihat sosok anak kecil yang sedang dirudung, bocah kecil itu tampak meringkuk menahan rasa sakit.

Rasanya pemuda itu ingin turun dan membantu bocah itu, namun ada rencana lain yang Dirgham sedang rencanakan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!