Waktu terus berlalu tanpa terasa....lomba olimpiade sains telah terlewati satu minggu yang lalu, dan hasilnya begitu sangat memuaskan.
Kolaborasi antara Shafeea dan Axel sungguh di luar ekspektasi. Keduanya sungguh menjadi pasangan yang tak terbantahkan.
Otak encer Shafeea berpadu dengan kecerdasan Axel yang sebenarnya di atas rata rata membuat semua dewan juri berdecak kagum.
Tak ada satu pun soal yang tidak dapat di selesaikan oleh keduanya dengan mudah dan dengan hasil yang tak memuaskan.
Keduanya mampu menyelesaikan dengan hasil yang begitu baik bahkan mampu mencapai nilai di atas rata rata.
puncaknya...keduanya menjadi pemenang mutlak lomba itu dengan membawa tropi kemenangan sebagai juara pertama.
Tentu saja, kemenangan itu semakin mengukuhkan nama Shafeea dan Axel sebagai kandidat penerima beasiswa dengan peluang tertinggi.
Namun, apa sebenarnya maksud Axel di balik ikut sertanya dirinya dalam kompetisi ini....tak ada yang tahu, selain dari pada sahabat sahabat Axel.
Yang sebenarnya adalah Axel mencoba mengambil alih atau sekedar meringankan beban prestasi yang di letakkan yayasannya di bahu Shafeea.
Dan bagaimana selama ini hingga kini Axel memperlakukan Shafeea.
Sungguh itu pun hanya sahabat sahabat Axel yang tahu.
Sejak keduanya di jadikan pasangan dalam lomba itu, Axel seolah memperlakukan Shafeea bagai miliknya.
Tak ia hiraukan tatapan sinis gadis itu kepada dirinya.
tak ada yang ia bolehkan mendekat kepada Shafeea apalagi Agam.
Ia sungguh membatasi ruang gerak Shafeea untuk bisa bersama dengan Agam dengan cara selalu mengekorinya kemanapun ia pergi.
Di mata siswa lain, mereka menganggap Shafeea tengah bermasalah dengan Axel hingga sekarang gadis itu di intimidasi oleh Axel dan kawan kawannya.
Siang itu, Shafeea bari saja keluar dari ruang laboratorium komputer.
Namun tiba tiba ia dikejutkan dengan keberadaan Axel yang langsung memakaikan tasnya yang tadi sengaja ia tinggal di kelas.
" apa saja yang kau lakukan di dalam...kenapa lama sekali ?! " tanya Axel sembari memakaikan tas di punggung Shafeea.
Rupanya pemuda itu membawakan tas Shafeea dari kelas hingga ruang Laboratoriun komputer ini.
" jangan bilang kau pacaran dulu dengan guru itu " imbuh Axel lagi tanpa mendapat jawaban apapun dari Shafeea.
Gadis cantik itu hanya terdiam dengan wajah datarnya.
" ayo....!! " sekali lagi, tingkah Axel membuat Shafeea terkejut.
" ada apa ?! Kenapa kau diam saja...buruan, aku sudah sangat lapar. Kau lama sekali di dalam. Hampir saja aku mendobrak pintu jika kau tidak segera keluar tadi " Axel masih mengoceh.
" lepaskan tanganmu.... !! " suara Shafeea terdengar bergetar.
Ya..gadis itu telah ketakutan akan perbuatan Axel yang tiba tiba menggandeng tangannya.
Meski ia sudah berusaha menghentakknya tapi Axel tetap tak mau melepaskan.
" kenapa ?! " tanya Axel tak kalah dingin. Ia bukan tak tahu dengan apa yang terjadi pada tubuh Shafeea.
Ia bisa merasakan tubuh gadis itu yang bergetar hebat dan jemari tangannya yang terasa dingin tiba tiba.
Sebenarnya Axel tahu Shafeea tengah mengalami trauma hebat hingga berdampak pada tubuhnya.
Bukan tanpa alasan Axel tahu hal itu. Beberapa kali ia melihat gelagat aneh pada diri Shafeea.
Gadis itu selalu saja terlihat pucat pasi, dan gemetar tiba tiba.
Dan soal bis, dia pun kini tahu....Shafeea sengaja menungguh bis terakhir untuk naik, ia sengaja menunggu agar bis sepi penumpang dan ia tak perlu berdesak desakkan dengan penumpang lain.
Jika ingat pikirannya dulu..Axel berdecak kesal pada dirinya sendiri.
Ia bertanya pada dokter pribadi keluarganya tentang keadaan Shafeea. Dan dokter itu mengatakan...kemungkinan seseorang itu mengalami trauma hebat karena sesuatu hal yang menyakitkan dalam hidupnya dan ia belum bisa berdamai dengan itu.
Dan bagaimana cara mengobatinya....tentu saja dengan terapi, dan biasakan diri kita kepadanya.
Itulah yan kini tengah coba di lakukan Axel. Ia ingin Shafeea terbiasa dengan dirinya dan di awali dengan sentuhannya seperti ini.
Karena mengajaknya terapi, rasanya itu tidak mungkin. jangankan terapi yang artinya Shafeea sudah percaya kepadanya...mendekat kepada gadis itu saja ia sudah harus nekat bukan main.
Ia harus rela menjadi sosok yang bukan dirinya.
Demi Shafeea ia menjadi orang yang seakan tak punya harga diri.
Apa namanya jika tak punya harga diri, meski sudah tahu tak pernah di hiraukan...tapi ia masih saja mengikuti gadis itu.
Dan satu lagi....ia menjadi seorang penguntit untuk Shafeea.
Ia tahu...keyakinan Shafeea tak membenarkan hal ini, tapi apa boleh buat. Ia tak ingin Shafeea tak terbiasa dengannya.
" aku tak nyaman..." jawab Shafeea ketus.
" lalu siapa yang membuatmu nyaman ?! Agam...?! Atau tuan muda Latief itu ?! " jawaban sarkas Axel membuat Shafeea melotot kepadanya.
" sudahlah...ayo cepat, aku sudah sangat lapar karenamu.." kata Axel kemudian menggeret tangan Shafeea.
" jangan menolak...atau kalau tidak...?! " Axel menghentikan langkahnya sejenak dan berbalik menatap Shafeea.
Satu langkah ia maju ke hadapan Shafeea dengan jemari yang masih bertaut.
" mau apa kau...?! " bentak Shafeea merasa cemas melihat gelagat Axel seperti tak asing baginya.
Di matanya...wajah Axel mengingatkannya pada wajah Farugh malam itu.
" menciummu jika kau terus melawan " kembali kata kata Axel terdengar sarkas di telinga Shafeea.
Gadis itu benar benar di buat mati kutu oleh pemuda itu.
Postur tubuh dan kenekatan Axel serta tatapan pemuda itu yang seolah mampu membunuh lawannya tanpa berbuat apa apa diam diam membuat Shafeea tunduk.
Tak butuh waktu lama, Axel dan Shafeea telah berada di kantin sekolah.
Kantin tentu saja sudah sepi, karena jam sekolah sudah berakhir hampir dua jam lalu.
" makan apa kamu ?! " tanya Axel
" tidak usah, aku masih kenyang..." jawab Shafeea asal, sungguh ia malas berada di kantin ini, apalagi bersama Axel.
Mendengar jawaban Shafeea, Axel menatapnya dengan tajam.
" kenyang makan apa kamu...jangan bilang kalau kau tadi makan bersama guru sialan itu " kata Axel dengan mata memerah. Segera ia bangun dari duduknya dan hendak berlalu dari sana.
" mau kemana kamu ?! " tanya Shafeea, tiba tiba ia merasa khawatir dengan sikap Axel ini.
" menghajar guru itu karena sudah berani mengajakmu makan " jawab Axel, dan itu benar benar serius. Ia benar benar berniat menghajar guru pembimbing It itu.
Shafeea berdecak kesal.
" aku belum makan, pak Lewis tidak memberiku apa apa..." kata Shafeea kemudian dengan kesal.
" lalu...?! " tanya Axel menatap kepada Shafeea.
Dengan kesal Shfeea mengusap wajahnya.
" samakan saja dengan mu " jawab Shafeea kemudian dengan kesal.
" tidak...kau saja, samakan dengan pesananmu " jawab Axel kepada Shafeea dengan kembali duduk di kursinya.
Sekali lagi Shafeea melotot kepadanya.
" kau yang mengajakku ke sini bukan...?! " omel Shafeea dan di jawab Axel dengan mengangkat bahunya.
" minumnya juga samakan, atau satu gelas berdua itu tidak masalah....oh ya...jangan coba coba kabur.." kata Axel membuat Shafeea semakin jengkel bukan main di buatnya.
Axel tersenyun tipis di buatnya.
Tak lama Shafeea datang dengan membawa nampan berisi dua mangkok soto dan dua es cincau.
Axel mengerutkan keningnya melihat minuman yang di bawa Shafeea.
" apa ini...?! " tanya Axel pada Shafeea, ia memang tak pernah membeli minuman dengan gelas seperti ini. Ia hanya membeli minuman dalam kemasan.
" es cincau..." jawab Shafeea malas kemudian ia langsung menyuap makanannya tanpa menunggu Axel atau sekedar pamit makan dulu.
" ckk....apa seenak itu, kau bahkan lupa menawari aku " decak Axel dan tak di gubris sedikitpun oleh Shafeea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Tuti Tyastuti
enak tuh xel es cincau😂😂😂
2024-02-20
1