Gadis Tak Bernasab
" tidak..tidak...kumohon tidak.... lepaskan aku, lepaskan aku.....tidakkkkkkkk......!! " jeritan melengking di tengah malam buta dari seorang gadis yang tertidur di dalam sebuah kamar dengan penerangan yang redup. Tedengar begitu memilukan.
Ia terduduk dari tidurnya, tubuhnya gemetar begitu hebat. Peluh membasahi keningnya.
Ia meremat selimut yang menutupi hampir setengah tubuhnya.
Brak....
Brak...
Brak.....
Terdengar pintu kamar di gedor lumayan keras dari luar.
" Shafeea......!! Shafeea....buka pintunya, Shafeea.... !! " teriak seseorang dari luar kamar seakan menarik kembali kesadaran gadis cantik yang terduduk dengan wajah pucat diatas pembaringannya itu.
Dengan tubuh yang masih gemetar dan peluh yang membasahi hampir di sebagian wajahnya, gadis itu turun dari pembaringannya dengan perlahan.
Cklek... Pintu terbuka, segera seseorang di luar kamar melongokkan kepalanya ke dalam.
" apa yang terjadi...? Kau baik baik saja..?! Kenapa berteriak begitu kencang ?! " tanya seorang gadis dengan wajah cemas dan khawatir.
Dia Qonita...gadis cantik seumuran dengannya yang memang selalu perduli dengannya sejak awal kehadirannya di asrama ini sejak tiga tahun lalu.
Gadis berwajah pucat itu menggeleng perlahan.
" Shafeea..katakan sesuatu ..." pinta Qonita
Lagi lagi gadis yang tak lain adalah Izhayana Nameera Shafeea itu menggeleng.
" tidak ada...aku baik baik saja, hanya mimpi..." jawabnya kemudian, Shafeea memang sangat irit bicara, ia bahkan hampir tak pernah terlihat tersenyum selama mereka bersama di asrama ini hampir tiga tahun lamanya.
Ia seakan tak memiliki stok senyum sedikitpun di bibirnya.
Hari harinya hanya di isi dengan kesendirian dan kesibukan belajar saja.
" mimpi..?! Lagi..?! " tanya Qonita masih penuh cemas dan ingin tahu.
Pasalnya ia sering mendengar teman sebelah kamarnya itu berteriak tengah malam buta. Dan ketika ia temui...gadis itu telah gemetaran seluruh tubuhnya hingga peluh membasahi wajahya.
Shafeea kemudian terlihat memucat bak seseorang yang tengah ketakutan dan terlihat begitu terpuruk.
" tak apa aku baik baik saja..." kembali Shafeea berkata yang terdengar begitu irit di telinga Qonita.
Bagi sebagian orang yang tinggal di asrama itu, begitu malas dan jengkel bicara dengan sosok gadis pendiam itu.
Tapi tidak dengan Qonita...entahlah, ia tak pernah merasa tersinggung meski tak jarang Shafeea seolah mengabaikan perhatiannya dan kekhawatirannya.
Jauh di lubuk hatinya, ia menyimpan kasihan yang begitu dalam pada Shafeea.
Ia ingat..bagaimana ia melihat Shafeea datang pertama kali ke asrama ini dengan keadaan yang begitu meyedihkan.
Tubuhnya yang hanya terbalut selimut yang basah kuyup terlihat sangat menyedihkan. Entah apa yang telah di alami oleh gadis itu. Namun satu yang pasti.
Saat itu...Shafeea terlihat begitu hancur dan terpuruk.
Wajahnya pucat pasi, kebingungan dan hampa. Tatapan matanya kosong.
Qonita mengerutkan keningnya
" berbagilah denganku, aku sungguh siap mendengarnya. Jangan kau simpan sendirian beban di hatimu...." pinta Qonita dengan lembut.
Shafeea menunduk, apa yang bisa ia bagi...seluruh kehidupannya adalah kepedihan.
Bisakah seseorang berbagi kepedihan orang lain ?!
Sementara yang ia tahu..bahkan orang orang yang katanya adalah keluarganya bahkan tak pernah mau perduli tentang dirinya.
" baiklah..jangan terlalu dipikirkan, lanjutkan istirahatmu. Esok adalah hari pertamamu di sekolah baru bukan ?! " kata Qonita kemudian
Shafeea mengangguk.
" persiapkan dirimu dengan baik, kau tahukan..jika kehadiran kita di sini hanya bermodalkan otak bukan uang ?! " lanjut Qonita lagi sembari mengetuk ngetuk pelipis kirinya dengan ujung jarinya.
" iya.." jawab Shafeea paham, memang benar...mereka bisa berada di asrama ini karena memang otak mereka yang encer, juga karena bantuan seseorang yang tahu keenceran otak mereka.
" ok..kita jangan sampai mengecewakan mereka, baiklah...aku pergi " kata Qonita lagi kemudian berbalik badan hendak berlalu
" Shafeaa..." panggilnya tiba tiba kepada Shafeea yang hendak menutup pintu.
Shafeea menatap kepadanya.
" jika kau butuh teman untuk bicara, aku sungguh siap mendengarnya...bukan apa apa, aku tidak ingin masalahmu menjadi batu sandungan untuk langkahmu " kata Qonita dengan menatap lekat Shafeea.
Sejenak keduanya saling tatap.
" terimakasih...kau sangat baik " kata Shafeea kemudian. Qonita mengangguk sembari menghembuskan nafasnya sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya meninggalkan kamar Shafeea.
Sepeninggal Qonita dari kamarnya, Shafeea menutup pintu dan menguncinya kembali.
Kecemasan dan ketakutan yang berlebihan membuatnya terlalu waspada, bahkan di asrama yang hanya berisi perempuan ini saja ia selalu menutup pintu kamarnya bahkan kamar mandi jika ia sedang berada di dalam kamar mandi.
Padahal kamar mandi itu berada di dalam kamarnya.
Ia mendongakkan kepalanya menatap jam dinding yang menempel di dinding kamarnya.
Jam di dinding itu menunjuk waktu Pukul 01:00 dini hari, gadis itu menghela nafas berat. Kemudian ia melangkah kearah kamar mandi. Ya...kamarnya di lengkapi dengan kamar mandi. Seseorang yang membawanya ketempat ini sepertinya seseorang yang cukup berpengaruh hingga mampu menempatkan dirinya di kamar yang terbilang lumayan bagus meski tidak semewah kamarnya terdahulu.
Tapi setidaknya ia tak harus menunggu giliran hanya untuk ke kamar mandi karena berbagi dengan yang lain.
Asrama tempai ia tinggal ini memang tergolong bagus.
Shafeea memutuskan mengambil wudlu dan melaksanakan shalat malam. Sesuatu yang memang telah begitu akrab dengannya karena sang ibu yang selalu mengajaknya melakukannya sejak dia usia dini.
Hampir setengah jam lebih gadis itu duduk bersimpuh mengadukan kepedihan hidupnya di hadapan sang pencipta,
Sesuatu yang selalu ia lakukan setiap kali ia selesai melaksanakan ibadahnya.
Dan saat ini..ia nampak berdiri di sisi jendela kamarnya dengan kedua tangan memeluk tubuhnya sendiri. Usianya 16 tahun saat ini, namun pahit dan getirnya kehidupan seolah telah begitu akrab dengannya.
Shafeea terus menatap taburan bintang di atas sana.
Dinginnya angin malam yang menyapa kulitnya karena ia yang membuka lebar lebar jendala kamarnya itu tak menjadikan ia kedinginan.
Seolah ia tak merasakan sedikitpun dinginnya hembusan angin malam itu.
Tatapannya menerawang jauh menembus gelapnya malam. Ingatannya perlahan kembali melayang kepada peristiwa tiga tahun yang lalu yang membuat tidur dan hidupnya selalu di bayang banyangi ketakutan dan kecemasan berlebihan.
Flass on
Shafeaa yang masih mengenakan seragam sekolah SMPnya baru saja turun dari bus jemputannya sore itu kala matanya menatap serangkaian deretan karangan bunga tanda ucapan duka cita dari kolega dan koneksi keluarganya akan berpulangnya seseorang anggota dalam istana tempat ia tumbuh dengan segala ke abain padanya.
" turut berduka cita atas meninggalnya nona muda keluarga Latif , Zahira Namira Shafeea Nasser Latif, semoga amal ibadah nya di terima di sisi- Nya "
Rangkaian tulisan yang tertera pada karangan bunga itu seakan membuat hidupnya terbalik saat itu juga. Dunia seolah benar benar tengah mempermainkan dirinya.
Bagaimana tidak, nama yang tertera di sana adalah nama sang ibu. Satu satunya orang yang begitu menyayanginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
lanjut. kaya. bagus ceritanya
2024-06-06
0
Al Fatih
kangen aq sama Shafeea,, balik lagi aq k sini
2024-05-01
1
nyangi
ok
2024-04-11
0