Bab 17

Diana memiringkan tubuhnya untuk bisa melihat memar pada punggung. Ia baru selesai mandi, tadi sakitnya tidak terlalu terasa tetapi sekarang punggungnya sangat sakit mungkin ada tulangnya yang retak.

"Mungkin aku harus ke rumah sakit lagi,"gumam Diana sambil memakai baju kaos longgar, matanya melirik sekilas pada jam dinding, sudah pukul sembilan malam. Sudah lewat satu jam dari waktu yang ditentukan untuk berkumpul.

Ia membuka ponsel, ada beberapa panggilan tak terjawab dan spam chat dari Adnan, sebagian lagi dari Alea.

Diana menghembuskan nafas lelah, diraihnya kunci motor dari atas ranjang kemudian segera pergi keluar. Ia melajukan motor matic yang dipinjamkan Adnan menuju apartemen Dylan. Beberapa kali terdengar ringisan dari mulutnya saat angin malam membuat baju kaos tipis yang ia kenakan menempel erat di punggungnya yang terluka. Padahal ia sengaja tidak memakai jaket agar dan memakai baju longgar agar tidak terlalu menempel di badannya.

Diana melajukan motornya cukup cepat membelah jalanan kota yang masih ramai. Pedagang kaki lima masih banyak yang berjejeran di tepi jalan. Banyak remaja keluar untuk sekedar nongkrong atau belajar bersama. Segerombolan anak remaja SMA melintas didepan sana, mereka terlihat kompak dan dekat. Melihat itu membuat ingatan Diana kembali pada sepuluh tahun lalu, saat ia dan Feby masih bersahabat. Ia ingat betul saat itu sudah lewat pukul tujuh malam kala Feby mengajaknya pergi nonton konser di alun-alun kota. Orang tua Diana cukup ketat, mereka tak memperbolehkan anak-anak mereka keluar lewat dari jam tujuh.

Anak remaja yang masih memiliki rasa penasaran tinggi tentu melakukan berbagai kenakalan. Saat itu ia berbohong pada ibu untuk pergi belajar kelompok kerumah Feby. Rasanya saat itu sangat menyenangkan sekaligus mendebarkan, rasa senang berhasil menipu orang tua dan perasaan cemas takut kalau tiba-tiba bertemu ayahnya di tengah keramaian.

"Gimana,na? Enak kan?"Tanya Feby setelah baru saja memberi Diana satu suapan sosis goreng, dia membelinya diseberang jalan-tepat didepan gedung konser.

Diana mengangguk antusias. Mereka berpandangan kemudian tersenyum, cuma senyuman biasa dari dua orang teman dekat yang berhasil melakukan apa yang mereka inginkan. Belum ada kelicikan dan kecurangan saat itu.

Diana menghembuskan nafas pelan, gerombolan siswa tadi sudah tak kelihatan karena diana sudah lama melewati mereka. Namun, kenangannya bersama Feby tak pernah bisa dilewatkan dan dilupakan. Ia menjelma menjadi sebuah bumerang yang menyesakkan yang kadang kala membuat dadanya hampir meledak. Rasa sakit, kecewa dan kebencian bercampur menjadi satu saat kenangan demi kenangan berputar acak dalam kepala.

Menghembuskan nafas pelan untuk kesekian kalinya sebelum Diana memutar stang motor kearah parkiran apartemen, ia menguncinya kemudian segera beranjak pergi. Masuk kedalam gedung apartemen mewah itu, ia membunyikan bel setelah mengatur nafas sejenak.

Tak mengapa meski kenyataan belum berjalan sesuai dengan rencana. Kata-kata yang tanpa sengaja Diana baca di sampul buku orang yang berjalan melewatinya.

"Ya ampun Diana, kok baru datang? Kamu gapapa? Kita semua khawatir," Baru saja pintu terbuka, Alea langsung menyerbu dengan suara cemprengnya. Gadis itu tanpa aba-aba langsung menarik Diana dan memeluknya. Diana menahan ringisan saat tangan gadis itu menyentuh kuat punggungnya.

" Aku gak apa-apa. Lepas dulu, Lea,"ringis Diana, Alea memeluknya terlalu erat membuat diana bergidik ngeri. Kan bahaya kalau ternyata gadis cantik itu punya kelainan.

"Siapa, Al?"Tanya Abi dari dalam setengah berteriak.

"ABI!!!JANGAN PANGGIL AKU AL, PANGGIL ALEA,"Teriak Alea marah. Ia menarik tangan Diana untuk masuk kedalam. Sepertinya sebentar lagi dia akan kembali bertengkar dengan Abi hanya perkara panggilan yang menurut Diana sebenarnya tidak terlalu buruk.

"Eh, Diana, kemana aja? Kirain gak bakal datang,"Melihat siapa yang datang Abi dengan gercep menepuk sofa kosong disebelahnya, memberi isyarat supaya Diana duduk disana.

"Nih, rasain!"Bukan Alea namanya kalau membiarkan orang lain memanggilnya dengan sebutan Al, ia tidak suka panggilan itu. Bagi Alea jika dipanggil dengan itu membuatnya terlihat seperti pria. Gadis itu memukul Abi beberapa kali.

Setelah melampiaskan kekesalannya Alea duduk didepan abi, Diana ikut duduk disebelahnya.

Diana duduk dengan tenang sambil menahan sakit di punggungnya, tadi Alea memeluknya erat membuat Diana kembali kesakitan.

"Adnan sama Dylan mana?"tanya Diana yang tidak melihat keberadaan kedua orang itu sama sekali.

"Dylan seperti biasa sedang masak di dapur, sementara Adnan tadi pergi keluar katanya ada keperluan sebentar. Palingan bentar lagi juga Kembali," jawab abi.

Diana mengangguk, untuk sejenak Diana merasa dilema antara harus memberitahu mereka semua tentang penemuan di asrama buana atau tetap menyimpan nya sendirian. Untuk beberapa alasan Diana memilih bersikap egois, ia memilih untuk tetap diam untuk sementara waktu. Setelah nanti ia mengamati mereka semua dan sudah bisa dipercaya Diana akan memberitahu.

Selain itu masih ada yang terpenting sekarang yaitu mencari keberadaan pak eddie dan Sarah. Tempat Sarah disekap sudah diketahui, ia hanya perlu pergi kerumah madam Susan. Ia hanya berharap semoga sarah masih hidup. Kali ini Diana tak boleh terlambat, jika kemarin ia gagal menyelamatkan pak Eddi maka sekarang ia harus berhasil menyelamatkan Sarah.

"Diana sudah datang, " Celetuk Dylan dari dapur, ia membawa nampan besar. Ia memberikan masing-masing kepada mereka bertiga, setelah itu ia kembali ke dapur untuk mengambil makanan untuknya. Mungkin karena tadi Diana belum datang jadi dia hanya menyiapkan tiga.

"kita ngga nunggu Adnan dulu? " tanya Diana,

"Adnan sudah dilokasi. Setelah makan kita akan menyusulnya, " jawab Dylan seraya duduk disebelah Abi.

"Lokasi apa? "

"Rumah madam susan, " jawab Dylan,

"lah tadi katanya cuma keluar sebentar, kalian berdua merencanakan sesuatu tanpa memberitahu kami? " kata Alea sewot.

" Ide dari Adnan. lagipula kita memang perlu seseorang untuk memastikan keadaan disana, sudahlah, ayo makan."kata Dylan.

Diana yang meletakkan kembali sendoknya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apa yang dipikirkan Adnan kenapa dia pergi sendirian tanpa siapapun. Perasaan Diana mendadak tidak enak, sial, Diana benci perasan tak nyaman itu. menandakan akan terjadi sesuatu yang buruk.

" Kita harus menyusul Adnan sekarang, "ucap Diana, orang itu bisa membunuh madam susan jadi bukan tak mungkin dia juga akan membunuh Adnan.

" iya, selesai makan kita akan kesana, "kata Abi.

"Enggak bisa, bi. Kita harus menyusul Adnan sekarang, dia dalam bahaya, " kata Diana cemas.

"kenapa, na? kamu tahu sesuatu? " Selidik Alea, ia meletakkan makanan yang baru beberapa suapan ia makan. Mendengar Adnan dalam bahaya membuatnya tak selera lagi makan.

"Aku hanya khawatir. Perasaanku tak enak, sesuatu akan terjadi jika kita tidak menyusul Adnan secepatnya, " ujar Diana, ia masih enggan menjelaskan.

Melihat Diana bersikeras ingin menyusul Adnan, mereka tak punya pilihan lain selain mengiyakan. Abi menawarkan untuk memakai mobilnya saja. Dengan menggunakan mobil Abi mereka segera menyusul Adnan yang sudah pergi sejak setengah jam lalu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!