Annya bersungut-sungut kesal masuk ke dalam rumah setelah Prada Makruf mengantarnya pulang.
"Ada apa Annya?? Bukankah seharusnya kamu menghadap Abangmu?" Tegur Papa Braga yang sedang membantu Mama Syafa mencuci piring.
"Om Arok mengusir Annya. Katanya Annya buat sakit kepala." Kata Annya mengadu.
Mendengar pengaduan putrinya, Papa Braga mematikan keran air lalu menyampirkan kain serbet di pundaknya. "Yang benar saja Annya.. Kamu di usir??"
Annya mengangguk mantap karena merasa mendapat pembelaan dari sang Papa.
"Berani sekali dia mengusirmu. Memangnya ada apa?" Tanya Papa Braga.
"Nggak tau Pa, pokoknya Annya di usir."
"Waahh.. nggak benar ini. Baru sehari menikah kenapa Arok kasar sekali sama Annya." Papa Braga berjalan menuju meja ruang tengah lalu menghubungi Bang Arok.
Terdengar nada penghubung sampai kemudian Bang Arok mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Wa'alaikumsalam.. kenapa kamu usir Annya??" Tanya Papa Braga memastikan langsung pada pokok persoalannya.
"Benar saya meminta Annya untuk pulang tapi saya nggak mengusir Pa." Bang Arok di seberang sana mungkin sudah ketar ketir mendengar teguran mertuanya.
"Memangnya kenapa?"
Annya tersenyum bahagia karena sang Papa membelanya.
"Annya minta hamil sekarang Pa." Jawab Bang Arok jujur.
"Haa.. Oohh.. iya.. lebih baik kamu usir saja. Memang ini anak buat sakit kepala."
Senyum Annya mendadak pudar karena kini Papa Braga bersatu dengan Bang Arok.
"Kenapa Papa bela om Arok????" Protes Annya.
"Kamu yang salah. Kenapa kamu minta anak di jam kerja???" Tegur keras Papa Braga usai mematikan panggilan teleponnya.
"Siapa yang minta anak? Annya hanya minta hamil." Jawab Annya, rasanya kini dirinya mulai kesal.
"Minta hamil sama dengan minta anak. Kamu masih kuliah, Annya. Papa ingatkan... Selama suamimu masih bisa menahan diri, kamu di larang keras mengganggu 'konsentrasi' nya. Kamu harus paham, Papa terpaksa menikahkan kamu karena ulahmu sendiri. Jadi tolong, jaga diri. Minimal sampai umurmu pantas untuk hamil." Kata Papa Braga menasihati putri kecilnya.
Annya melenggang pergi karena tidak ingin mendengar omelan sang Papa.
...
"Assalamu'alaikum." Bang Arok duduk bersandar di ruang tengah. Terlihat sekali Bang Arok memang sangat lelah.
"Wa'alaikumsalam." Papa Braga keluar dari kamar dan menyambut menantunya. "Capek Ar?"
"Ehh Pa, nggak juga Pa." Bang Arok menyalami mertuanya lalu kembali bersandar sembari sesekali memejamkan matanya.
Melihat menantunya seperti menahan rasa sakit, Papa Braga pun segera mengambil tindakan.
"Annya.. buat teh dek..!!" Perintah Papa Braga.
Annya tidak menjawab tapi langkahnya segera menuju dapur.
Di dapur, Annya melihat banyaknya toples. Ia berpikir sejenak kemudian mengambil gelas untuk wadah teh nya.
~
Bang Arok menyeruput teh buatan Annya. Untuk beberapa saat Bang Arok sulit menelannya namun akhirnya beberapa detik kemudian teh tersebut tertelan juga.
"Kenapa Ar??" Tanya Papa Braga cemas juga melihat ekspresi wajah menantunya.
"Nggak apa-apa Pa." Jawab Bang Arok dengan senyum yang tertahan.
"Kurang manis?" Nampaknya Papa Braga masih khawatir dengan menantunya.
"Teh buatan istri tetap paling enak Pa, meskipun rasa air laut." Jawab Bang Arok pada akhirnya.
"Annyaaaa.. jangan bilang kamu nggak bisa bedakan garam dan gula." Tegur Papa Braga.
"Bisa Pa, cuma nggak paham aja." Kata Annya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Papa Braga pusing sendiri menghadapi kelakuan putri bungsunya ini.
"Nggak apa-apa Pa." Bang Arok tetap meneguk teh buatan sang istri hingga habis tak bersisa.
Papa Braga sampai nyengir sendiri melihat menantunya sanggup menelan welcome drink beracun buatan Annya.
"Pa.. mohon maaf. Bukannya saya bermaksud tidak menghormati Papa, tapi saya mohon ijin untuk membawa Annya tinggal di rumah dinas." Kata Bang Arok.
"Kalau bisa Annya jangan di bawa dulu Ar." Tolak Papa Braga secara halus, jujur hatinya belum bisa merelakan putrinya di bawa laki-laki lain.
"Alasannya apa Pa?"
Papa Braga pun belum sepenuhnya bisa memberi alasan terbaiknya padahal sebenarnya Papa Braga sangat takut melihat putrinya di sakiti bahkan Papa Braga tak sanggup membayangkan putrinya hamil lalu merasakan kesakitan dalam proses persalinan. Saat ini mungkin belum terjadi tapi rasa takut itu selalu membayang dalam benaknya.
"Disini saja dulu ya Ar." Papa Braga meninggalkan Bang Arok yang pastinya sedang menunggu alasannya.
"Kamu sendiri dek, mau ikut saya atau tidak?" Tanya Bang Arok.
"Tergantung bayarannya boss." Kata Annya.
"Kartu ATM saya nanti kamu bawa semua. Mau apa lagi?"
"Annya mau hamil." Ucap Annya lantang.
Bang Arok mengusap wajahnya, ia sampai kehabisan kata karena Annya terus saja mengganggu pikirannya.
"Kalau sudah hamil lalu bagaimana?" Tanya Bang Arok.
"Ya tidak bagaimana-bagaimana Om. Annya hanya ingin tunjukan ke Bang Ray kalau Annya juga bisa hamil." Jawab Annya.
"Enteng sekali kamu bicara. Anak tidak untuk bahan lomba atau pamer."
"Annya nggak mau anak, Annya hanya mau hamil."
Bang Arok melotot mendengar jawaban Annya. Bisa-bisanya dia menikah dengan gadis macam Annya.
"Kenapa lihat Annya begitu??" Lirik Annya.
"Menghadapi kehamilan itu berarti sudah siap menjadi orang tua. Kalau hanya sekedar buat kamu hamil, sekarang pun saya bisa tapi menjadi orang tua butuh kesiapan mental. Jangan sampai kamu mau hamil saja tanpa mau merawat anakmu nanti." Tegur Bang Arok.
"Memangnya Om siap?"
"Kenapa harus tidak siap? Saya sudah sadar menikahi kamu, saya berani melakukannya sama kamu berarti saya sudah paham konsekuensi sebagai seorang suami dan seorang ayah." Jawab Bang Arok tegas.
"Hmm.. ehm.. Annya juga siap."
Bang Arok memilih memejamkan matanya dan tidak menanggapi ocehan Annya.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Tiffany_Afnan
🤣🤣🤣🤣🤣 bapak e lgsg glagapan.. isin.
2024-11-12
0
pur wati
anak kuliahan tapi kok sikapbya kayak anak tk....🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣kasian bang arok ngadepin tiap hari kudu stok sabaaaarrrrrrrrrrr😁😁😁😁😁😁😁😁
2024-02-16
0
🍀 chichi illa 🍒
semangat mba Nara
2024-01-24
0