" Sempurna sekali bak putri raja. Ini gaun terbaru Tante lho, kamu yang pertama kali pakai. Dah, Tante tinggal dulu ya mau bantuin Mbak di luar." Ujar seorang wanita yang usianya di bawah sang Ibu sedikit.
Tari hanya mengangguk tersenyum, sungguh ia tidak menyangka akan secepat ini di persunting oleh seorang pria, terlebih pria tersebut adalah pria yang ia kenali, pria yang pernah merajut kasih dengan sang Adik.
Entah bagaimana perasaan Adiknya saat ini melihat Sang Kakak menikah dengan mantan kekasihnya sendiri! Bahkan Tari tidak melihatnya sejak kemarin.
Tari berharap Adiknya akan segera bertemu dengan jodohnya yang sudah di persiapkan untuknya kelak. Tanpa restu dari sang Adik, Tari pun tidak mungkin bisa menerima pria itu dengan mudah.
Di depan cermin ia duduk termenung entah sedang memikirkan nasibnya akan seperti apa setelah ini, akankah bahagia, ataukah menderita.
Sebab hubungan sakral ini tidak ada rasa cinta bahkan sayang sama sekali bagi Tari, dan mungkin bagi Rama sekalipun pria itu sendiri yang sudah berniat akan menikahinya.
Ya dalam beberapa waktu lagi Tari dan Rama akan melangsungkan akad nikah pagi ini, di kediaman Tari sendiri. Sebab jika ingin ke KUA kantornya sedang tutup sebab hari minggu.
Jika ingin akad ke masjid pun jaraknya lumayan jauh dari rumah, sedangkan akad di laksanakan tepat pukul delapan pagi lalu di lanjut acara temu manten pukul sembilan, jadi waktunya sangat mepet sekali.
Impian pernikahan yang Tari inginkan pun harus kandas di tengah jalan, bahkan sebelum berjalan mungkin. Kini ia hanya diam mematut wajahnya sendiri yang sudah di lukis sedemikian rupa oleh seorang MUA profesional yang di kirimkan oleh Omnya sendiri, yang memang mempunya profesi sebagai seorang fotografer dan juga usaha wedding organizer sendiri.
Bahkan dekor pernikahan yang Tari pakai saat ini juga milik sang Om, dengan mengusung tema dekor garden wedding. Ya Tari ingin dekor yang simpel dan terlihat hidup, antara warna putih dan hijau yang seakan ibaratnya tumbuhan yang hidup di taman.
" Mbak itu mempelai prianya kemana ya, sudah jam segini kok belum datang?" Tanya salah seorang MUA yang baru masuk ke kamar, ia yang ikut membantu merias para orangtua yang nanti akan menerima para tamu juga empat domas dua remaja juga dua si unyil sebagai pemanis saja.
Seketika Tari langsung tersadar juga menoleh ke arah wanita yang umurnya ada di atasnya sedikit. Sejenak Tari melirik jam yang menempel di dinding kamarnya. " Mungkin masih di jalan Mbak, ini juga masih pukul setengah tujuh kan, memang semuanya sudah selesai di rias?"
Si wanita tersebut nampaknya sedikit kesal, setelah mendengar jawaban dari sang mempelai wanita itu yang seolah terlihat menyepelekan waktu, sedangkan baginya waktunya sangat berharga.
" Maaf Mbak tolong bisa di hubungi saja, di luar sudah hampir selesai semua di rias, hanya tinggal pihak mempelai pengantin pria dan dua pria manggolo, takutnya terjadi apa apa di jalan kan, kita mana tahu." Usul si Mbak tadi yang menahan rasa kesalnya.
Sebab Tari adalah pelanggannya untuk hari ini jadi harus di layani dengan baik, agar si pelanggan nanti bisa merasa puas dengan pelayanannya.
Sabar untuk hari ini saha, besok besok belum tentu akan bertemu lagi!
Batinnya mencoba tersenyum cerah, secerah sinar mentari yang mulai menampakkan dirinya di ufuk timur.
Namanya saja Mentari, harusnya orangnya juga sehangat sinar mentari. Lha ini, judes banget jadi cewek. Di tinggal pasangan baru tahu rasa!
Gerutunya lagi dalam hati yang kali ini senyumnya sedikit lebih lebar seperti iklan pasta gigi.
Wanita itu tidak tahu saja jika Tari di tinggal oleh Rama saat ini juga, ia tentu akan senang sekali, ia akan jingkrak jingkrak di atas panggung pelaminan, bahkan goyang paragoy bila perlu untuk merayakan kebebasannya, toh dirinya belum belum sah.
Tapi kembali lagi pikirannya bimbang, jika ia akan bergembira, lain lagi dengan sang Ibu yang mungkin merasa malu pada semua orang juga kecewa berat dengan Rama, mungkin dirinya juga terseret.
Karena memikirkan perasaan sang Ibu, Tari segera mengambil gawainya yang ia letakkan di atas meja rias lalu berusaha menghubungi calon suaminya yang entah dimana sekarang ini.
Dia tidak akan membohongi Ibu kan, dengan cara kabur? Mungkin ia sadar diri jika pernikahan ini salah karena dengan cara terpaksa. Tapi jika iya, aku harus bagaimana? Ibuku juga bagaimana?
Tari gelisah sendiri saat panggilan itu tersambung namun tidak juga mendapat jawaban dari seberang.
Jangan jangan dia beneran kabur lagi? Waduh, awas saja nanti, aku bijek bijek, aku uleni terus aku panggang dah dengan kepanasan level tinggi, biar langsung gosong sekalian!
Tari jadi marah marah sendiri tidak jelas saat ini. Saat ia sudah hampir putus asa, tiba tiba panggilannya terhubung dan terdengar suara cempreng yang sangat ia hafal, dan itu adalah suara dari calon suaminya sendiri.
" Ya Hallo Mbak, kenapa?" Ujar si Rama datar dengan nada yang biasa biasa saja.
Membuat Tari hampir saja berteriak kencang saking kesalnya, tapi ia masih ingat jika ada banyak orang saat ini di rumahnya.
Orang ini minta di sembelih memang!
" Kamu dimana sekarang? Jam berapa ini? Kamu tidak sedang kabur dari tanggung jawab kan? Atau jangan jangan kamu mau balas dendam karena di putusin sama si Bulan, iya?! Tega kamu sama Ibuku." Cerecosnya panjang lebar, tanpa ingin tahu keadaan di sekitarnya lagi.
" Siapa juga yang mau kabur Mbak! Apalagi mau balas dendam, buat apa juga! Dari tadi aku disini lho, coba deh Mbak keluar" Pria itu sangat terlihat begitu santuy, terlalu santai malah.
" Halah! Nggak usah berkelit. Sudah buruan ke rumah, kalau kamu nggak datang aku akan cari pria lain saja yang mau menikahiku saat ini juga." Tantang Tari yang entah mendapatkan keberanian dari mana.
Padahal sejak tadi gadis itu hanya duduk berdiam diri saja setelah selesai di rias. " Aku tunggu lima belas menit lagi, jika tidak juga muncul, aku anggap kamu cemen, pengecut, dan lebih parahnya banci kaleng." Ancaman Tari kali ini bukan membuat Rama tertantang lagi, melainkan merasa sedikit tersulut emosi. Pria mana yang tak sakit hati di sebut pengecut juga seorang banci.
" Coba saja kalau Mbak Tari berani, kita lihat malam nanti, abis kamu Mbak." Panggilan segera di tutup sepihak oleh Rama.
Ucapan Rama sungguh penuh ambigu, apa coba maksudnya barusan. Tari berdecak kesal saat panggilan tersebut sudah di putus sepihak oleh Rama, padahal ia butuh jawaban sekarang.
" Dasar! Ini cowok maunya apa sih sebenarnya!"
Tari masih menatap gawainya yang sudah mati, tapi jujur saja ia sedikit bergidik saat mengingat ucapan terakhir dari calon suaminya barusan.
" Kamu mikir apaan sih Tari, sadar!" Sambil geleng geleng kepala guna mengusir pikiran pikiran liar yang tiba tiba muncul tanpa di minta, Tari kemudian berbalik untuk mengatakan sesuatu kepada Mbak MUA yang tadi menunggu jawaban darinya.
" Lho Mbaknya kemana?" Tari celingukan sendiri saat tidak menemukan keberadaan si Mbaknya tadi.
Secepat kilat ia membuka pintu kamarnya yang terbuka sedikit sejak tadi. Matanya seketika membola saat pandangannya langsung bertemu tatap dengan pria yang baru ia jumpai sekali saat di Resto waktu itu.
Ya pria itu adalah Rama calon suaminya yang ternyata saat ini sedang memakai jas pengantin berwarna putih gading yang senada dengan gaun pengantin yang Tari kenakan saat ini.
Sontoloyo! Ternyata sejak tadi dia sudah sampai di rumah bahkan sudah siap dan rapi.
.tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments