Terkejut, takut, merinding entah apalagi yang Tari rasakan saat ini, namun rasa takut lebih mendominasinya saat ini, sebab kamarnya berada di paling depan.
" Kamu jangan nakutin Mbak ya!" Cecarnya yang tentu saja marah di balik rasa takutnya.
" Yee siapa juga yang nakutin, aku bicara fakta lho. Mbak sih tadi juga ngapain berhenti di dekat sekolahan. Sudah tahu rumah belakang sekolah itu kan kosong, Mbak tahu tidak, si Kunkun itu katanya mau minta tolong supaya rambutnya di ikatkan dua kanan kiri mau pergi kencan pertama katanya, jelas saja aku nggak mau lah." Cerocos Aya begitu menggebu.
Apa tadi katanya, suruh ikatkan rambut?
" Mana ada hantu rambutnya di kepang Aya! Kamu jangan bodohin Mbak ya. Yang ada mulut dia pada yang ngepang, bener nggak sih!" Tari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
" Di bilangin nggak percaya! Emang cuma bangsa manusia aja yang bisa kencan, mereka pun juga bisalah Mbak. Orang menikah aja mereka bisa kok." Aya kembali bersemangat bercerita, dan sepertinya Tari sedikit percaya kali ini.
" Emang iya ada gitu? Udah sana tidur, awas gangguin lagi!" Tari segera mendorong Adiknya itu untuk keluar dari kamarnya, sebab ia ingin menghubungi seseorang yang tadi sempat menghubunginya, tidak membutuhkan waktu lama panggilannya langsung di jawab.
" Halo sayang, kamu dari mana aja sih! Dari tadi di hubungi susah sekali!" Cerocos seorang pria yang tidak lain adalah Dion, ya kekasihnya Tari.
" Assalamualaikum." Sindir Tari dengan sengaja.
" Oh, ya walaikumsalam. Maaf lupa tadi saking rindunya. " Terdengar suara Dion terkekeh di ujung sana.
Namun Tari justru mencebikkan bibir bawahnya mendengar gombalan dari Dion. Entah mengapa Tari sedikit ragu dan tidak seperti biasanya kali ini, apa mungkin karena mereka LDR an.
" Oh, ya siapa cowok yang tandain kamu di facetook. Sok akrab sekali dia, manggilnya Mbak Tari segala!" Cerocos Dion kembali terdengar tidak suka dari nada bicaranya.
Dan kali ini Tari tidak tahan lagi ingin menjawab. " Dia itu cowoknya Adikku Bulan, kenapa emang? Kami memang sudah saling kenal kok, wajarlah kalau dia manggil aku Mbak, masak iya sayang." Jawabnya yang entah mengapa membuat dada Dion bergerumuh seketika saking kesalnya.
" Sayang? Oh jadi ada niatan manggil cowok itu sayang gitu? Suka kamu ya atau berharap!" Ujar Dion sedikit menaikkan nada suaranya karena tersulut.
" Dih! Kamu ini kenapa sih! Lagi pms ya? Siapa juga yang ngarep di panggil sayang sama cowok lain, yang notabennya adalah cowok Adik aku sendiri. Lagian dimananya sih yang salah, orang cuma di tandai, niat dia kan baik mendoakan Ayahku." Jawab Tari yang mulai kesal dengan tingkah kekasihnya.
" Nyindir nih ceritanya! Mentang mentang aku nggak doain Ayahmu!"
" Ya Allah! Siapa sih yang nyindir. Udah ya aku mau tidur, capek lho aku baru pulang kerja, ngertiin dikit dong!" Tari berniat langsung mengakhiri panggilan terhubung mereka, namun Dion masih mencoba menahannya.
" Oke oke fine! Maaf sayang, aku hanya nggak suka kamu deket cowok lain! Ya sudah istirahat ya, mimpiin aku." Takut juga ternyata Dion jika mendengar Tari marah.
Mana ada deketan orang itu juga di dunia maya!
Sepertinya Tari nggak pernah tahu, atau memang belum tahu jika lewat sosmed lah kebanyakan seseorang berselingkuh. Bagi Tari selingkuh ya langsung ketemuan, begitu pikirnya.
Awalnya Dion yang marah karena status di sosmed, namun justru dia sendiri sekarang yang ketakutan jika kekasihnya merajuk padanya.
" Hmmm." Hanya deheman balasan dari Tari tanpa ingin membuat kekasihnya senang. Entahlah Tari hanya tidak terlalu memikirkan hubungannya untuk saat ini, biarlah jalani saja seperti air yang mengalir.
🌷
Tidak terasa empat puluh hari Ayahnya Tari berjalan dengan lancar, Mira sepupunya juga sudah berangkat menyusul Ibunya. Sementara Adik kandungnya Diandra tinggal bersama Nenek mereka.
Tari saat ini juga sudah mendapatkan teman kerja, namun entahlah Tari sungguh merasa bosan sekali. Jika tidak ada pembeli kerjaannya hanya tiduran sampai ketiduran. Bagaikan makan gaji buta saja pikirnya, dan itu membuatnya sangat jenuh.
Dan kabarnya Aya sang Adik sudah berhenti bekerja di toko sepatu depannya, katanya Boss nya semakin cerewet saja membuatnya tidak betah. Dan sekarang Aya bekerja di warung Bakso si kembar, tapi tetap saja pulang pergi mereka berangkat bersama.
Tari jadi teringat kejadian terakhir mereka saat pulang di ikuti oleh Mbak Kunti, ya itu sungguhan. Sebab Aya sang Adik memang lah anak indigo sejak lahir, kemarin sebelum empat puluh harinya Ayah mereka, gadis itu juga mengatakan jika sang Ayah tengah duduk di kursi ruang tamu sembari menyulut nikotin favoritnya.
Ingin tidak percaya tapi ini Adiknya Aya yang kadang bicara sendiri entah dengan siapa. Dan itu cukup membuat Tari sering membayangkan makhluk makhluk astral tak kasat mata ada di sekitarnya.
Baru saja Tari akan menyuap makanan, terdengar suara dering dari gawainya. " Ini Mbak ada telepon masuk, sepertinya dari Ayang." Goda Tiwi teman barunya yang bekerja sudah satu mingguan ini.
" Ya biarin aja." Sahut Tari yang tidak berselera mengangkat panggilan tersebut.
" Nanti cowoknya marah lho Mbak, nggak di angkat angkat!" Celetuk Tiwi kembali menggoda.
Ya itu sudah pasti kekasihnya Dion, biarkan sajalah kalau marah. Bicara tentang Dion, Tari jadi teringat pertengkaran mereka tempo hari itu yang membahas tentang postingan Rama kekasih Adiknya Bulan yang menandainya.
Tari tahu Dion marah besar karena ia di tandai oleh pria lain, padahal itu juga ia tidak tahu menahu. Bahkan yang namanya Rama saja Tari belum pernah bertemu.
Pernah melihat fotonya sekali itupun Adiknya Bulan yang memberitahu. Dan mereka juga pernah berkomunikasi lewat telepon sekali dua kali saja.
Rasanya Tari sungguh lelah sekali bertengkar karena alasan tidak jelas, rasa yang dulu menggebu pada Dion entah hilang pergi kemana, sepertinya rasa cinta yang Tari miliki untuk lawan jenisnya ikut terbawa pergi bersama mendiang Ayahnya. Ingin berpisah pun ada sedikit rasa sayang yang terselip untuk pria itu.
Tari akui Dion adalah pria yang baik, royal padanya juga kepada siapa saja. Bahkan tiket pulang kampungnya kemarin, Dion lah yang membayarnya.
Sungguh Tari sedang bimbang saat ini, ingin mempertahankan hubungan pun rasanya percuma sebab sang Ibu sampai detik ini belum memberikan restunya untuk mereka.
Tak terasa malam pun tiba, Tari bersiap akan pulang dan menjemput Adik Aya lebih dulu. Dan sepertinya di luar hujan juga sudah reda, memang sejak siang tadi hujan turun dengan derasnya, dan tentunya toko yang lumayan sepi, menjadi sepi sekali, hanya ada dua tiga pelanggan saja yang datang pagi menjelang siang hari.
" Kalian pulang lewat mana, Mbak tadi dengar katanya air hujan meluap lho di jembatan. Mending lewat barat aja aman." Seru seorang wanita yang tidak lain adalah Boss Baksonya Aya sembari mengajak kedua putri kembarnya untuk masuk ke dalam setelah Aya menyodorkan kunci ruko padanya.
" Iya kah Mbak, wah bahaya ini Ya. Yang kecil saja bisa menghanyutkan orang apalagi sampai meluap. Kita lewat alas saja, kamu beranikan?!" Tari bertanya seperti itu sebab ia tahu jika di alas sana juga pasti banyak makhluk makhluk pemalu, alias malu menunjukkan wajah asli mereka pada kami.
" Ya terpaksa mau bagaimana lagi? Mari Mbak kalau gitu kami pamit dulu, Assalamualaikum.." Setelah mendengar jawaban dari sang Boss, Aya segera naik di jok belakangku.
" Kamu yakin?" Tari masih ragu, ia tentu lebih takut dari Adiknya ini.
Alhamdulillahnya Tari tidak di beri kelebihan seperti Aya, jika iya, maka sudah bisa di pastikan ia tidak akan mampu pergi kemanapun saking penakutnya.
" Bismillah.."
.tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments