Sesi Perkenalan.

Perasaan Tari menjadi was was saat ini, gadis itu jadi berpikir jangan jangan yang datang menemuinya adalah orang yang di jodohkan Ibunya tadi malam.

" Cie, cowoknya datang ya Mbak Tari?" Celetuk Ruby menggoda, membuat gadis itu langsung tersadar dari lamunannya.

" Eh, bukan kayaknya Mbak, aku ijin ke depan sebentar ya Mbak Ruby." Tanpa menunggu jawaban, Tari segera melipir demi memenuhi panggilan tamu misteriusnya itu.

Jadi ini cowok yang mau di jodohkan Ibu.

Batin Tari saat melihat seorang pria sedang berdiri tegap tak jauh dari luar gerbang depan. Melihat orang yang ingin ia temui keluar, pria itu pun berjalan masuk area Resto.

Eh, tapi tunggu ! Wajahnya kok kayak familiar gitu ya, tapi siapa?

Mata Tari sedikit memicing masih terus menatap pria yang sudah semakin mendekatinya.

" Dengan Mbak Tari ya?" Seru si pria seraya menyodorkan tangan kanannya untuk menjabat si gadis.

Semakin memicing lah sepasang netra cantik itu." Masnya kenal sama aku?" Tanyanya dengan penasaran.

" Iya dong, masa Mbak nggak kenal sama aku, aku Rama Mbak, pacarnya Bulan." Akunya masih dengan tangan menjulur ke depan, sebab si gadis belum membalas, tentunya ia berharap tangan halus itu segera mendarat di tangan kekarnya, dasar!

Nggak apa apa lah, modus dikit kapan lagi coba merasakan tangan halus cewek! Nggak dapat tangan halus Adiknya lebih dulu, Mbaknya pun jadi, hehe..

" Oalah, kamu Rama toh? Kirain siapa tadi? Ada apa ya?" Ada perasaan plong begitu tahu jika pria yang ada di hadapannya ini bukanlah pria yang telah Ibunya jodohkan dengannya.

Tari juga langsung membalas menjabat tangan Rama walau sekilas. Gadis itu tak mau saja, di modusin pria lain.

" Apa kabar Mbak, ternyata Mbak lebih cantik aslinya ya." Akunya dengan jujur.

Dasar buaya tetaplah buaya, walaupun menjelma sebagai domba sekalipun, lha apa hubungannya.

" Baik, langsung saja ya. Maaf aku masih kerja jadi nggak punya waktu banyak." Balasnya sedikit jutek. Bukan tidak suka pada si pria, melainkan nggak enak sana teman temannya yang lain.

" Oh maaf Mbak kalau sudah mengganggu waktu kerjanya." Rama menjadi tidak enak sendiri jadinya. " Jadi gini, saya mau tanya kalau dari sini ke rumah Mbak, paling cepat lewat mana ya, maaf soalnya kan baru pertama kali mau kesana." lanjutnya sudah kepalang tanggung, tidak mungkin juga kan ia pergi tanpa ada hasil.

" Oalah, lewat pasar bringin aja cepat, di depan sana nanti ada pertigaan kamu ambil jalur kanan lurus aja nanti ada plang jurusan ke pasar itu, dah tinggal lurus aja mengikuti jalan besar, nanti sebelum masuk kampung sebelah kamu bisa hubungi si Bulan." Tari menjawab dengan perasaan campur aduk.

Ribet amat hidup lho Bung! Bukannya bisa nyari alamat lewat google map? Apa dia memakai gawai jadul? Tapi masa iya, benda elektroniknya jadul, tapi motornya keluaran terbaru?

" Gitu ya Mbak, oke lah aku lewat jalan situ saja, terima kasih banyak lho Mbak. Sekali lagi aku minta maaf sudah mengganggu waktu kerjanya, aku permisi ya, mau langsung kesana sebelum hujan." Pamit Rama pada akhirnya setelah mendapatkan apa yang ia cari.

Entah karena sudah mendapatkan penunjuk jalan yang tercepat ataukah karena sudah berhasil merasakan tangan lembut calon Mbak iparnya." Hmm, harum sekali tangan ni cewek." Kekehnya menghirup telapak tangan kanannya bekas berjabat sembari berjalan menuju motor besarnya yang di parkir di dekat jalan raya.

" Astagfirullah.. celaka ini, bisa gagal dapat restu dari calon Mbak ipar ini!" Gerutunya kesal menahan malu sembari membersihkan tangannya yang terdapat noda hitam bekas oli motor yang tadi sempat ia cek sebelum berangkat, dan tentunya lupa mencuci tangannya dengan air.

Sementara itu Tari masih berdiri di tempatnya yang tadi sembari menatap punggung kekar pria yang tidak lain adalah kekasih Adiknya sendiri si Bulan.

Apa yang Bulan sukai dari cowok itu? Tubuhnya lumayan tinggi, badan juga sedikit gendut, rambut atasnya panjang di kepang ke belakang. Mungkin menang cakep doang!

Gerutu Tari dalam hati, gadis itu pun berjalan kembali ke dalam Resto melanjutkan pekerjaannya yang tertunda." Eh kok tanganku jadi hitam, kena apa ini tadi?" Gumamnya kebingungan.

" Ganteng pacar Mbak Tari." Celetuk Ruby yang mulai kepo.

Namun Tari hanya tersenyum menanggapi sembari menarik selembar tissue untuk membersihkan telapak tangannya yang sudah ternodai oleh pria begajulan.

Tiba tiba pandangannya menyipit saat tidak sengaja melihat kumpulan foto foto lama yang menampilkan beberapa karyawan lama disana. Dan salah satunya adalah foto pria yang masih membekas di hati, ya foto sang mantan yang sedang mengangkat Ikan bawal yang berukuran cukup besar di depan dadanya.

Ya Allah,, itu Awan.. kenapa aku jadi merindukan pria itu ya..

Ya pria yang di sebut namanya Awan tersebut tidak lain adalah mantan kekasih Tari saat dulu masih bekerja disini. Dulu Awan lah yang menjadi waiter disini, sedangkan dia hanya sekedar membantu di dapur minuman bersama bestienya.

*

Satu bulan sudah berlalu, waktu berjalan begitu cepat, Tari juga sedang menikmati pekerjaannya di Resto. Semua pikiran negatif ia singkirkan, bahkan sudah semingguan ini hubungannya dengan sang kekasih Dion tidak ada kemajuan.

Tari sangat tahu jika ia pertahankan hubungannya dengan Dion akan sia sia saja, sebab sang Ibu sampai kapan pun tidak akan memberikan restunya.

Tari sungguh sangat lelah, bahkan Ibunya mewanti wanti jangan lagi berhubungan dengan orang jauh. Dan juga berpesan jika malam ini, pria yang di kenalkan dengannya meminta bertemu agar bisa lebih dekat lagi.

Tari sungguh ingin menolaknya, namun ia urungkan saat sang Ibu selalu membahas mendiang Ayahnya yang ingin putri sulungnya segera menikah.

" Baiklah, Tari mau hanya kenalan saja. Tapi setelah itu, keputusan semuanya ada di Tari ya Bu." Jawab Tari pasrah dalam sambungan telepon dengan sang Ibu.

" Baiklah, Ibu tutup dulu, baik baik kamu. Jangan bersikap cuek."

Setelah saling mengucapkan salam, sambungan itu pun terputus. Tari langsung menghela napas panjang. Jika boleh memilih, ia ingin ikut Ayahnya saja, ikut tidur di dalam rumah terakhir sang Ayah, dari pada hidup seperti ini, ibaratnya makan sayur tanpa garam, itulah yang Tari rasakan sejak kepergian Ayah tercinta.

Dan disinilah Tari sekarang, di perjalanan menuju kediaman si pria yang mengaku bernama Nana. Entah Nana siapa yang jelas Tari tidak memikirkan nama tersebut, terserah mau Nana, Nina, atau Nani dia tidak peduli.

Ya secuek itu dia sekarang, walaupun sering baperan. Tapi tidak ia masukkan dakam hati, dan untuk saat ini yang penting ia tidak membuat Ibunya kecewa dengan permintaan konyol ini

Ya memang konyol, apalagi memang. Jaman sudah canggih semua, bukan jamannya siti Nurbaya masih saja ada acara perjodohan.

" Ayo masuk, kenalkan ini Bapak dan Ibuku." Ujar Nana mengenalkan kedua orangtuanya beserta anggota keluarganya yang lain.

Setelah sesi perkenalan kini semua duduk anteng di ruang tamu. Tari duduk di kursi single, di sebelahnya ada Ibunya Nana, dan di depannya Nana duduk dengan sang Bapak sembari menyulut nikotin serempak.

Gitu bilang tidak merokok, lha ini apa? Sedang menghisap madu?

" Jadi kapan kami boleh datang untuk lamaran?" Tanya Ibu Nana akhirnya.

" Uhuuuk.. Uhuuuk.."

Tentu saja Tari terkejut, baju depannya jadi basah karena ketumpahan air yang akan ia minum tadi.

Dan lebih terkejut lagi karena mengetahui aslinya si Nana si tukang kibul. Di tambah di tanyai tentang lamaran yang tentunya sangat mendadak ini.

" Pelan pelan Nak minumnya, jadi basah toh bajumu." Ujar Ibunya Nana sembari memberikan beberapa lembar tissue untuk mengelap baju calon menantunya, walaupun sia sia saja.

" Maaf Pak Bu. Bukannya ini terburu buru ya, Saya dan Mas Nana juga baru berkenalan. Bolehkah kami saling mengenal lebih dulu, maaf kalau Tari lancang." Tolaknya dengan sopan, sesopan pakaiannya yang tertutup tapi sudah basah bagian depannya.

" Ya ya, tentu nak Tari, tapi jangan lama lama ya, nanti Nana jadi perjaka tua. Hehe.." Kekeh Bapak Nana. Mencoba mencairkan suasana yang tadinya tegang, setegang belut anaknya yang entah sejak kapan sudah berdiri tegak dalam sangkarnya karena melihat baju Tari yang basah atau karena sudah tidak tahan lagi kebelet kawin.

Ingin rasanya Tari menjerit sekuat kuatnya untuk meredam rasa kesal ini. Tapi apalah daya, sisi mamah dedehnya berbisik supaya tenang, anteng dulu di depan keluarga yang baru ia temui dan mungkin untuk yang terakhir kalinya juga bertemu.

Ya Tari bahkan sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan sesi perkenalan ini sebelum lamaran, biarlah Ibunya kecewa padanya. Tapi ia lebih kecewa lagi, bahkan sakit entah karena apa. Yang jelas ia sudah tidak mau di kenalkan lagi dengan orang lain untuk saat ini.

Ayah.. Bolehkah aku ikut denganmu..

.tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!