Di tempat lain, tepatnya di rumah Rama saat ini pria itu sedang di sidang oleh Kedua Kakaknya, beserta kedua orangtuanya juga.
" Jan, kamu sudah yakin? Kamu tidak sedang balas dendam kan pada Kakaknya." Tuding Sang Kakak pertama menatap serius Rama yang sedari tadi hanya diam menunduk.
Sekeluarga tentu tahu jika Rama selama ini berpacaran dengan Adiknya, tapi kenapa menikah justru dengan Kakaknya, mereka tidak mau saja Kakaknya Bulan akan menjadi barang pelampiasan si Paijan edan.
Hanya saja mereka tidak tahu, karena sebab apa hubungan Rama dan Bulan kandas di tengah jalan. Padahal keduanya dulu menjalin hubungan sudah cukup lama hampir empat tahun setengah.
Bulan tentu sudah kenal semua dengan seluruh keluarga inti Rama via telepon, begitupun sebaliknya dengan Rama. Namun pertemuan pertama juga perkenalan pertama Bulan dan Rama beserta keluarga masing masing ya saat Rama minta alamat jalan pada Tari waktu itu.
" Yakinlah Mas, sumpah, tidak ada acara balas dendam dendaman. Rama hanya tidak mau saja terus menerus berpacaran kesana kesini dan berbuat dosa, mending kawin saja sekalian." Sahut Rama dengan entengnya.
" Kamu jangan asal njeplak gitu! Kamu hanya belum merasakan bagaimana rasanya kehidupan setelah menikah, dan yang kamu nikahi ini anak orang lho, jangan main main kamu Jan!" Hardik sang Kakak lagi.
" Ya tahu lah kalau itu anak orang, masa mau kawin sama Tara anaknya si Rembo." Jawab si Rama bergurau dengan menyebut nama nama Sapi peliharaan Bapaknya.
Mooo...
" Tuh, dengar! Si Rembo saja marah kalau anaknya mau kamu kawinin Jan." Kekeh sang Kakak ipar Jali, suami dari Mbaknya Rama.
" Rama juga normal kali Mas Jali." Sungutnya menahan senyum.
" Tolong serius Jan!" Ketus si Bapak angkat bicara, sebab sejak tadi hanya diam saja mendengar perdebatan anak anak serta menantunya.
" Dua rius Bapak, Rama ingin berkeluarga sendiri sama seperti Mas dan Mbak, pengen punya istri yang sholehah sama sama mendekatkan diri pada pencipta, serta ingin anak anak yang lucu sholeh sholehah, Aamiin. Rama juga sudah bilang sama Ibu Ambar kalau besok kita mau kesana rombongan." Jelas si Rama tidak mau bertele tele lagi.
" Hah! Sontoloyo kamu ini Jan Jan, kenapa semua serba mendadak begini!" Sungut si Bapak geleng geleng kepala dengan tingkah putra bungsunya yang serba grusa grusu.
" Ya itu juga kemauan Ibunya Mbak Tari yang tiba tiba di maju in jadi besok." Sungut Rama tidak mau di salahkan.
" Namanya Tari ya?" Tanya Rani yang sejak tadi penasaran, namun tak lama wanita berusia dua tahun di atas Rama itu tergelak saat menyadari sesuatu. " Kok namanya hampir sama ya, Tari dan Tara., wkwk."
" Mbak sih yang kasih nama Tara, sapi aja di beri nama seperti manusia. Tapi ini Mentari namanya Mbak, cantik sekali, mana orangnya lebih tinggi dari Bulan, kulitnya putih, wangi lagi, dan juga lebih sholehot, eh sholehah maksudnya." Celetuk Rama yang tidak sengaja keceplosan.
" Astagfirullah Jan Jan, anakmu itu lho Mak, " Desis si Bapak yang kali ini memijat dahinya pusing.
" Kok jadi membandingkan Adik dan Kakaknya, jadi menang banyak dong kamu Jan." Balas si Rani terus saja tertawa.
" Jan Jan Jan. Aku ini mau kawin lho, sampai kapan kalian semua memanggil Paijan terus." Rengek Rama kesal juga bercampur senang sebab tak lama lagi ia sudah tidak tidur sendiri.
" Nikah bukan kawin Jan. Kayak Rembo saja kamu suka kawin. Jangan jangan kamu ingin cepat nikah karena sudah kebelet ya, sana berguru dulu sama Rembo biar tokcer." Seru Mbak Rani istri Jali Kakak no dua Rama.
Mooo...
Si Rembo ternyata terlihat senang mendapatkan murid baru yang notabennya sudah kebelet kawin, pasti tidak lama sudah mahir, begitu pikir Rembo.
" Mbak mah, masa berguru sama sapi sih, mana berpahala, yang ada kena tendangan sebelum mendapatkan ilmu." Sungut pria yang sebentar lagi melepas masa lajang.
Terdengar gelak tawa sekeluarga di rumah sederhana Rama. Walau lahan rumahnya cukup luas sampai ke belakang sana, namun bangunan rumahnya tidak terlalu besar, walau penghuninya lebih dari lima orang.
Bagi keluarga Rama, walau tidak besar dan megah yang penting aman dan nyaman, dan sebenarnya rumahnya ini adalah peninggalan dari Kakeknya, Bapak dari Ibunya Rama.
" Ya sudah kalau kamu sudah ada niatan serius jangan di tunda, biar nanti Ibu sama Bibi bibi mu yang urus. Sekalian bilang sama Pakdhe Romo untuk menanyakan hari baik untuk melangsungkan akad nikahnya, apa kamu sudah tahu hari lahir calonmu itu?" Tanya Ibu Rama pada akhirnya.
Wanita itu sebenarnya belum tega melepas putra bungsunya untuk menikah, sebab Rama ini anaknya masih suka keluyuran, kelayapan bersama teman temannya, apa jadinya kalau sudah menikah dan mempunyai tanggung jawab terhadap istri dan anak anaknya kelak?
Namun di sisi lain wanita paruh baya itu juga lega jika sang anak memang serius ingin menikah tak hanya sema mata untuk kebelet saja tapi juga ingin menyempurnakan agamanya.
" Sudah Mak, tenang saja. Bahkan ukuran bh dan cdnya saja Rama sudah mengantonginya." Jawab Rama jumawa.
" Tobat aku Jan. Aku dulu mau nikah sama Mbakmu nggak seabsurd gini lho, sepertinya apes tenan calonmu iku nanti." Celetuk Adam sang Kakak pertama yang sepertinya sudah angkat tangan dengan kelakuan absurd Adik laki lakinya itu.
Semua tidak tahu saja, sebenarnya Rama cukup tertekan jika sedang berkumpul bersama keluarganya. Ia masih ingat betul saat Kakaknya Adam baru saja menikah bersamaan dengan Mbak nya Rani.
Sebenarnya waktu itu resepsi mereka saja yang di jadikan satu, sebab Kakaknya Adam sudah lebih dulu akad enam bulan sebelumnya. Dan malam harinya menjadi malam pertama bagi Kakaknya Rani, dan tentunya Kakaknya Adam tidak mau kalah dong.
Akhirnya duo Kakak itu melakukan malam pertama di kamar masing masing, dan sialnya kamar Rama lah yang berada di tengah tengah antara kamar kedua Kakaknya.
Alhasil pria remaja yang beranjak dewasa itu merasa gerah sendiri saat tidak sengaja mendengar suara suara aneh. Kadang seperti desisan ular, kadang seperti orang yang kepedesan. Dan yang lebih parahnya lagi suara derit ranjang yang bergoyang di tambah suara nafas yang memburu cepat seperti orang yang sesak nafas, entah sedang lari maraton atau lomba panjat pinang, Rama tidak jelas.
Karena tidak tahan lagi Rama akhirnya keluar dari kamar dan memutuskan untuk tidur di luar tepatnya di bawah pohon mangga. Namun sungguh memang sial baginya, bukannya bisa tidur dengan tenang justru ia di ganggu oleh si penunggu pohon yang sudah sejak lama bersemayam..
Otongmu berdiri tegak Bang..hihihi..
.tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments