Tari pun mulai menceritakan kejadian tadi malam saat ia baru saja terlelap beberapa menit, tak lama di kejutkan oleh suara gawainya yang berbunyi nyaring.
Tari mengernyit saat sebuah panggilan masuk dari Adik sepupunya yang bernama Mira, tidak biasanya Adiknya itu tiba tiba menelfon, apalagi malam malam begini.
Sekilas Tari juga melihat saat ini sudah pukul setengah sebelas malam, ia masih berpikir sembari mengumpulkan nyawanya antara malas juga penasaran ada apa kira kira, begitulah pikirnya.
Dan pada akhirnya dengan sedikit mengantuk dan masih dalam posisi berbaring, Tari segera menempelkan benda pipih itu di atas telinganya, tak lama panggilan pun tersambung.
" Ya, kenapa Mir..?" Tanya Tari dengan suara sedikit lemas karena baru bangun tidur, bahkan kedua netranya kembali memejam karena masih mengantuk, hanya indra pendengarannya saja yang tajam untuk bisa terus mendengar.
" Assalamualaikum Mbak Tari, pulang Mbak... Ayah Mbak Tari udah nggak ada Mbak, cepat pulang Mbak.." Terdengar suara panik Mira di tengah tangisannya yang langsung membuat mata Tari terbuka sempurna.
Bahkan gadis itu spontan duduk saking terkejutnya dengan kabar yang di sampaikan oleh Adiknya Mira.
" Tu-tunggu! Kamu bilang apa tadi?" Tari bertanya lagi guna memastikan, siapa tahu ia mungkin salah dengar karena baru saja bangun. Namun sayup sayup ia juga mendengar ada suara tangisan lain di tempat Mira saat ini, dan sepertinya banyak orang yang menangis.
"Jangan bercanda kamu Dek!" Cecar Tari yang seolah mengira Mira sedang iseng saja dengannya seperti biasanya.
" Sumpah Mbak Tari, Ayah Mbak Tari udah nggak ada, cepat pulang ya, semua keluarga nunggu Mbak pulang, hiks,, hiks,," Sahut Mira sesenggukan, tak lama panggilan itupun terputus.
Entah siapa yang memutuskan, Tari hanya bisa mematung sembari melihat nanar ponselnya yang sudah kembali senyap.
Tari sungguh shock berat, dalam diamnya tak terasa air mata tiba tiba mengalir semakin lama semakin deras, bahkan gadis itu sudah sesenggukan tanpa bisa terkontrol lagi.
Di saat itulah teman satu kontrakannya datang saat tidak sengaja lewat di depan kamarnya, dan begitu tahu penyebabnya Tari menangis perihal hal itu, ia hanya bisa mencoba menenangkan Tari dan memberi suport.
" Sudah hubungi Pacarmu belum?" Ujar teman Tari seolah mengingatkan gadis itu jika ia tidak sendirian di pulau kecil ini.
Dan setelah disadarkan, Tari segera meraih gawainya dan langsung mengubungi kekasihnya yang mungkin saat ini sedang asik bermimpi.
Begitulah sepenggal cerita tadi malam yang ia ceritakan kepada Dion dan juga Anton. Saat ini sudah pukul sepuluh lewat, dan Tari juga sudah membeli tiket menuju Kota besarnya.
" Makan dulu, biar perutmu nggak kosong. Aku tahu pasti sejak tadi pagi perutmu belum terisi apapun, jangan sampai merepotkan orang lain jika tiba tiba kamu pingsan di pesawat atau bahkan di jalan." Titah Dion setengah memaksa.
Pria itu tahu jelas, jika kekasihnya sedang dalam kondisi kalut seperti ini, pasti tidak akan memikirkan kondisi kesehatannya sendiri.
Setelah terus di paksa akhirnya Tari pun memakan sebungkus Roti walaupun dengan sangat terpaksa, bahkan air mata menetes dalam diamnya.
Kedua pria itu menatap iba ke arah Tari, mereka sangat prihatin dengan apa yang menimpa gadis malang itu. Jika saja rumah gadis itu dekat sudah pasti tidak perlu menunggu, sejak semalam pasti mereka sudah langsung berangkat.
Ketiga orang itu memang saat ini sedang merantau ke kota itu, Dion kekasih Tari adalah orang asli BL, sedangkan Anton dan Tari memang berasal dari kota yang sama, bahkan satu kabupaten, namun berbeda desa saja.
Dan kebetulan Anton ini adalah kekasihnya Aya, Adik kandungnya Tari yang saat ini tengah berada di kampung tidak ikut kembali merantau. Dan kedua pria itu bekerja di satu tempat yang sama.
" Oh ya Mbak Tari, nanti biar aku saja yang mampir ke rumahnya Paman untuk menyampaikan kabar duka ini, pasti belum di kabari kan?" Seru Anton mengintrupsi keadaan yang sejak tadi hening di antara mereka bertiga.
" Oh, ya makasih Ton, maaf jadi ngerepotin kamu. " Sahut Tari sekenanya saja.
Anton hanya mengangguk, ia paham sekali gadis yang usianya di bawahnya ini pasti masih sangat kalut. Karena tidak tahu mau ngapain, akhirnya Anton pun pamit ke toilet sebentar.
" Kamu yang sabar sayang, ini buat tambahan siapa tahu di butuhkan saat di jalan nanti. Maaf cuma segini, kamu pasti tahu aku belum gajian. " Dion menyodorkan beberapa lembar uang merah ke dalam tangan Tari. Sungguh Dion sendiri bingung saat ini, sebab semua serba mendadak.
" Makasih, maaf aku terus ngerepotin kamu selama disini. Seandainya aku tidak balik lagi kesini pasti..."
Dion langsung menggenggam sebelah tangan Tari, ia kecup berulang ulang sebagai pertanda mereka sebentar lagi akan berpisah dan mungkin sangat lama.
"Sstt,, sudah. Tidak ada yang perlu di sesali, semuanya sudah takdir dari yang di Atas, kita hanya menjalaninya saja. terus doain Ayah ya. Aku tahu kamu gadis yang kuat sayang.." Satu kecupan kali ini mendarat di kening gadisnya cukup lama.
Dion bahkan tidak menghiraukan tatapan tatapan aneh dari orang orang yang lalu lalang, yang pasti bisa melihat adegan romantis mereka.
" Kamu akan datang kan? " Suara Tari sudah kembali bergetar, Dion yakin gadis itu menahan sekuat tenaga tangisannya agar tidak pecah kembali.
" Iya, tunggu aku datang kesana." Balas Dion yang entah mengapa sedikit tidak yakin. Sebab mereka akan kembali menjalin hubungan LDR an lagi.
Tidak terasa pesawat yang akan di tumpangi Tari akan segera berangkat, " Aku pergi, jaga diri baik baik." Pamit Tari tanpa berat hati meninggalkan kekasihnya.
" Ya hati hati sayang. " Pesan Dion sedikit mencelos dengan sikap sang kekasih yang ia anggap biasa saja, cenderung tidak memikirkan hubungan mereka yang sudah terjalin hampir empat tahunan ini.
Dion masih berpikir positif bagaimana mau memikirkan hubungan mereka, sedang kekasihnya saat ini sedang berduka yang mendalam.
" Hati hati Mbak Tari, semoga selamat sampai rumah, salam buat Aya dan semua keluarga." Teriak Anton yang tak mau ketinggalan.
Anton segera merangkul Dion, pria itu tahu apa yang tengah di rasakan temannya saat ini. Keduanya masih menunggu hingga Tari hilang dari pandangan mereka.
" Ayo Bro pulang, tenang saja Tari pasti akan setia, justru aku yang tidak yakin denganmu disini. " Kekeh Anton yang seperti mengerti bagaimana tingkah Dion selama ini jauh dari kekasihnya.
Anton tentu sangat faham sikap dan sifat Dion selama ini, sebab mereka tinggal bersama satu kontrakan beserta dengan satu orang lagi yang tidak lain adalah Adik sepupu Dion.
Tanpa berniat ingin menjawab, Dion segera memutar tubuhnya keluar bandara bergegas pergi pulang kembali ke kontrakan kekasihnya untuk mengambil barang barang yang memang cukup banyak di tinggalkan oleh Tari.
Entah bagaimana hubungan kita setelah ini Tari.. karena aku sendiri tidak yakin..
.tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments