Pewaris Harta Karun
Icank berjalan lunglai menuju parkiran motor maticnya, mukanya kusut dan tidak ceria setelah menerima keputusan sepihak perusahaan elektronik tempatnya bekerja. Perusahaan Hyundy yang sudah delapan tahun jadi tempat mencari nafkahnya, kini dengan tegas memutuskan hubungan pekerjaan dengan dirinya atas alasan Covid-19.
Memang bukan dirinya saja yang dipecat, hampir setengah karyawan mengalami hal yang sama. Pemutusan hubungan kerja ini sangat tidak menguntungkan baginya juga bagi teman-temannya, sebab perusahaan memutuskan hubungan pekerjaan tanpa pesangon. Dengan alasan dampak Covid, perusahaan merugi. Jangankan memberi pesangon, biaya operasional perusahaan saja morat marit. Begitu alasan pihak HRD menyampaikan pernyataan pemilik pabrik. Dan terpaksa melakukan perampingan pekerja.
Ichank dan teman-temannya tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan itu dengan kekecewaan yang dalam.
Ichank melajukan motor maticnya keluar dari parkiran pabrik yang sudah delapan tahun menjadi tempat keluar masuk mencari nafkah dari pagi ke malam, malam ke pagi. Kini tinggal kenangan pahit yang dirasakannya.
"Tot, tot." Suara klakson begitu nyaring memekakkan telinganya, dengan terpaksa Ichank menoleh. Handi teman satu timnya di bagian Teknisi rupanya membunyikan klakson motornya.
"Chank, lu nanti rencana cari kerja ke mana?" tanya Handi seraya memelankan laju motornya, begitupun Ichank. Mereka senasib dan ini merupakan pukulan terberat bagi keduanya, sebab mereka adalah tulang punggung dalam keluarga. Ichank dan Handi sama-sama telah berkeluarga, dan jika mereka di PHK, lantas siapa yang menafkahi anak dan istri?
"Gua belum tahu, Han. Paling Gua masih nyari pekerjaan di jalur yang sama. Gua akan mencari kerja di pabrik elektronik lain, siapa tahu salah satu mereka justru menerima pekerja baru," tutur Icank lemah. Handi tertawa mendengar penuturan Ichank. Baginya tidak masuk akal. Disaat perusahaan tempatnya bekerja memutuskan hubungan pekerjaan, maka pabrik elektronik lainnya juga sama melakukan hal itu.
"Jangan mimpi, Chank. Hampir semua pabrik elektronik di kawasan Jababeka ini melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Perusahaan ngomongnya dirumahkan, padahal di PHK sebenarnya, dan mereka tidak mungkin menerima pekerja baru dalam kondisi seperti ini. Lu, ini pakai logika dong," ujar Handi mencemooh. Perkataan Handi benar juga dan sangat menyakitkan sampai ulu hati.
"Nah, elu cari kerja di mana setelah ini?" Ichank penasaran.
"Gua mau coba melamar kerja di tempat Abang gua di Jakut, Priok. Gua akan melamar mejadi karyawan di dermaga peti kemas," ujar Handi lebih terlihat ada harapan.
"Kalau ada lowongan kasih tahu gua, ya, Han."
"Ok, santai aja. Nanti deh kalau ada, gua kasih tahu. Gua aja belum yakin," ujar Handi seraya melajukan kembali motornya keluar gerbang pabrik. Mereka berduapun meninggalkan pabrik, yang kini telah menjadi bekas tempat mencari mata pencahariannya.
Tiba di depan rumah ukuran tipe 36, Ichank menghentikan motornya. Bukan rumah miliknya melainkan milik ibu mertuanya. Ichank sudah tiga tahun tinggal menumpang di rumah mertuanya, sama persis dengan usia pernikahannya dengan Syafa, istrinya. Berhubung belum bisa membeli rumah, dan saat mau ngontrak di rumah petakpun ibu mertuanya, Bu Diah melarang. Sebagai konpensasi dan kontribusi Ichank sebagai menantu yang numpang tempat tinggal, dia dengan kesadaran diri membayar tagihan listrik dan air tiap bulan.
Ichank masuk seperti biasa, dan mengucapkan salam. "Assalamualaikum." Beberapa detik kemudian muncul seorang anak laki-laki, usianya sekitar 16 tahunan, membalas salam Ichank sembari berlari kecil menujunya.
"Waalaikumsalam," ujarnya.
"Bang, aku pinjam motornya dong sebentar, aku mau ke rumah teman di depan," serobotnya sembari tengadah meminta kunci motor. Ichank tidak bisa menolak saat ditodong dimintai pinjam kunci motor oleh adik iparnya itu. Sebetulnya dia ingin menolak, sebab motornya hanya itu saja dan hanya diperuntukkan untuk pergi bekerja, bahkan kini bukan lagi untuk bekerja melainkan untuk mencari pekerjaan. Bukan apa-apa, Suha adik iparnya ini pinjam motor hanya untuk balapan liar dengan teman-teman gengnya, dan Ichank pun merasa khawatir.
"Jangan pelit-pelit, lu, pinjamin motor buat adik ipar lu. Ingat, elu tinggal di siapa kalau bukan di rumah mertua lu?" serobot suara pedas dan cempreng milik ibu mertuanya dari ruang tengah. Terpaksa Ichank memberikan kunci motor itu pada adik iparnya.
"Makenya hati-hati, ya, Ha. Abang mau dipakai buat mencari pekerjaan, sebab Abang sekarang sudah di PHK dari pabrik," peringat Ichank pada Suha.
"Apa, dipecat dari pekerjaan? Yang benar, lu?" kaget Bu Diah dengan mata melotot.
"I-iya, Bu. Ichank hari ini di PHK," sahut Ichank tidak kalah kagetnya.
"Huhhhh, jadi sekarang elu benar-benar tidak ada gunanya, pengangguran? Percuma anakku hidup bersama dengan elu yang pengangguran, tidak berguna!" hardik Bu Diah kecewa berat dan berlalu dari hadapan Ichank.
Ichank termenung dengan sikap Bu Diah yang kecewa, sebetulnya dia sudah memahami sikap Bu Diah yang hanya baik jika sudah diberi suap yang ampuh, tapi kini jangankan suap yang ampuh, untuk biaya hidup beberapa bulan ke depan saja persediaannya mulai menipis.
Jam tujuh malam Syafa, istri Ichank pulang dari bekerja. Kebetulan Syafapun bekerja di sebuah pabrik elektronik sama seperti dirinya. Namun beda pabrik. Syafa nampak sangat kelelahan, dia masuk rumah dengan tubuh yang letih.
Ichank mengikuti Syafa ke dalam kamar, kemudian duduk di tepi ranjang. Ichank ingin segera menyampaikan kabar buruk ini pada istrinya itu. Namun belum sampai berkata, Syafa sudah lebih dulu berbicara.
"Bang, tumben jam segini sudah di rumah? Abang tidak lembur?" Pertanyaan istrinya itu berhasil membuat hati Ichank dilanda bimbang. "Kok Abang diam sih? Ditanya malah diam?" ulang Syafa heran.
"Laki lu tidak bisa jawab, sebab laki lu kini cuma pengangguran, dia dipecat dari pekerjaannya," tandas Bu Diah dari luar kamar. Ichank terhenyak, begitupun Syafa. Syafa menatap dalam ke arah Ichank suaminya, meminta sebuah jawaban.
Ichank mengangguk lemah menandakan semua yang dikatakan Bu Diah benar adanya.
"Kok, bisa Bang?" Akhirnya Ichank menceritakan kronologis dirinya kena PHK di pabrik tempat dia bekerja. Ketika menyudahi ceritanya, tiba-tiba pintu depan digedor beberapa orang. Ichank segera menghampiri pintu. Alangkah terkejut dirinya melihat kondisi motor miliknya yang dibawa seseorang dengan keadaan ringsek. Sedangkan Suha dipapah dua orang karena luka di lutut dan sikunya.
"Apa yang terjadi?" tanyanya sangat terpukul. Syafa dan Bu Diah menghampiri pintu depan dengan perasaan was-was. Motor Ichank yang sudah ringsek dan Suha yang dipapah oleh dua orang, jelas sudah menjawab hal yang sebenarnya terjadi.
"Suhaaa, kenapa lu hah? Kenapa dengan kaki lu? Gara-gara motor butut ini, lu jadi celaka. Memang sialan. Tidak motor tidak pemiliknya sama-sama sialan," umpat Bu Diah kesal.
Karya ini merupakan karya jalur kreatif
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Edy Sulaiman
mertua seperti ini kasih makan Timek, baru nyaho
2024-06-07
2
Anonymous
lnjut thor.kisanya
2024-04-27
1
Anonymous
lnjut thor
2024-04-27
0