Mendengar suaminya berbicara memelas seperti itu, rasanya Syafa tidak tega. Namun, dia sesungguhnya tidak rela memberikan pinjaman emas ini demi Ibunya. Mending jika dipakai untuk kebutuhan yang lebih penting, tapi ini hanya kebutuhan sekunder seperti kredit barang dan arisan. Syafa ingin komplain sebenarnya. Akan tetapi percuma, ditegur baik-baik saja kadang tidak terima.
"Tapi, Syafa tidak rela melepaskan barang pemberian Abang ini, sebab barang ini sungguh berharga. Dulu, Abang memberinya belain lembur tiap hari." Syafa sedikit kecewa harus merelakan gelang emas pemberian suaminya itu untuk ibunya. Ditatapnya lama-lama gelang yang melingkar di tangannya ini. Kalau saja untuk kebutuhan yang lebih pokok, Syafa pasti tidak berat hati. Bukan maksud dia tidak ikhlas memberi pada orang tua. Namun Syafa tahu, Ibunya memakai uang itu bukan untuk kebutuhan pokok.
Syafa perlahan membuka gelang yang melingkar di tangannya untuk diberikan pada Ichank. Namun kembali ditariknya.
"Bang, sebetulnya Emak butuh uangnya berapa?" tanya Syafa menatap mata Ichank.
"Katanya cuma dua juta," jawab Ichank dengan raut sedih sebab yang ada dalam pikirannya, Ibu mertuanya tidak hanya butuh uang hari ini saja melainkan besoknya lagi dan seterusnya pasti meminta tanpa memahami keadaan menantu yang sedang mengalami kesulitan ekonomi.
"Gini aja, gelang ini digadein saja Bang, semaksimalnya. Nanti sisanya kita simpan buat keperluan kita sehari-hari. Tapi, kita tidak usah bilang ke Emak bahwa kita habis gadai gelang ini. Nanti biar Syafa yang simpan sisa uangnya. Kalau untuk makan sehari-hari kita masih ada dari uang gaji Syafa," ucapnya berusaha tegar.
"Mendengar ucapan istrinya itu, Ichank sangat terharu dan merangkul tubuh Syafa seraya menangis. Dia bangga dan betapa beruntungnya memiliki Syafa yang mau berkorban dan bersabar menerima kekurangannya.
"Abang janji, Dek. Gelang emas ini suatu saat akan Abang ganti, bahkan kalau bisa diganti lebih dari gelang ini," tekadnya dalam hati.
Besoknya, Ichank mendapatkan kabar dari Handi tentang pekerjaan. Ichank bahagia lantas dia dengan tidak sabar menanyakan pekerjaan apa yang Handi maksud.
"Kuli panggul di pasar, lu mau kagak Cank?" Ichank sejenak berpikir, sebenarnya sih berat kalau kuli panggul barang, sebab dia tidak biasa manggul yang berat-berat.
"Gimana, Cank, lu mau kagak?" desak Handi menunggu jawaban. Ichank tersadar dari lamunannya. Dia akhirnya nekad menerima pekerjaan kuli panggul walaupun dia selama ini tidak ada pengalaman kuli panggul.
"Ok deh, Han, gua mau. Tapi, di pasar mana Han?"
"Pasar Tambun. Lu ada motor, kan? Lu bisa berangkat pakai motor. Datang ke pasar besok jam 7 pagi," suruh Handi seraya menutup panggilan teleponnya.
Sesuai pesanan Handi, besoknya Ichank pergi bersama Syafa. Ichank mengantar dulu Syafa ke pabrik tempat dia bekerja, setelah itu dia melanjutkan kembali perjalanan menuju pasar Tambun.
Di sana dia segera menghubungi Handi bahwa dia sudah sampai di depan pasar Tambun. Tidak berapa lama Handi tiba.
"Gimana kabar lu, Cank? Betah betul lu nganggur?" ejek Handi sembari ketawa.
"Lu ngejek kebangetan, gua bukan betah, tapi sudah muter-muter kagak ada pabrik yang sudi nerima gua kerja. Lu, enak kerja di peti kemas. Lah, gua gini-gini mulu. Hari-hari ngerjain pekerjaan rumah yang seabreg," ujar Ichank keceplosan. Saat dia menyadarinya, lantas Ichank menutup mulut dengan sebelah tangannya. Sesungguhnya Ichank tidak bermaksud ngomongin kebiasaannya selama nganggur.
"Apa lu kata, jadi selama elu nganggur, elu jadi bapak rumah tangga di rumah, ngerjain pekerjaan rumah?" Handi terbelalak tidak percaya mendengar keadaan Ichank yang sekarang.
"Ya, gimane lagi, Han? Gua tetap harus bertanggung jawab hitung-hitung gantiin tugas bini gua di rumah." Ichank berusaha menutupi keadaan yang sebenarnya.
"Tapi kayaknya elu kecapean, ya, jadi bapak rumah tangga? Elu sekarang nampaknya kurusan?" Handi sepertinya mengamati keadaan Ichank yang berbeda dari enam bulan sebelumnya.
"Kurusan gimana, gua tetap segini saja dari dulu," sangkal Ichank sambil menggeleng.
"Sepertinya elu korban kekerasan Ibu mertua, ya? Gua tahu elu itu saat ini sedang terzolimi. Untungnya elu termasuk menantu yang sabar jika dizolimi." Ichank mesem saja saat Handi menebak dengan benar apa yang dirasakannya sekarang.
"Lantas pekerjaan yang lu janjikan itu, mana, Han?" Ichank mencoba mengalihkan topik obrolan, sebab sejak tadi Handi belum membahas soal pekerjaan yang dia ceritakan kemarin.
"Tenang saja, gampang kok. Elu tinggal menunggu. Jika ada Ibu-ibu yang belanjaannya banyak, maka lu sosor dan tanyakan perlu bantuan kagak. Kalau elu kagak kuat berat, maka lu cari aja yang bawaannya ringan," terang Handi. Ichank manggut-manggut paham.
"Ya sudah, gua pergi dulu. Gua ada kerjaan nanti jam 10. Habis ini gua langsung cabut ke sana."
"Ok, makasih, ya, Han."
"Sama-sama. Jika elu ada masalah, telpon saja gua. Insya Allah gua bisa bantu," imbuh Handi seraya berlalu menuju parkiran pasar Tambun.
Setelah kepergian Handi, Ichank dengan mata yang awas mengawasi setiap Ibu-ibu yang belanja, yang sekiranya memerlukan bantuannya.
Tidak berapa lama, Ichank menemukan calon pelanggannya. Beruntung saat ditawari jasanya, Ibu paruh baya itu mau dan membiarkan barang belanjaannya dipanggul Ichank.
Semakin siang, Ichank baru mendapatkan tiga pelanggan. Uang di sakunya baru ada lima puluh ribu. Ichank masih bersemangat mencari pelanggan lainnya yang mau dibawakan belanjaannya.
Jam sembilan malam, Ichank baru pulang dari bekerja kuli panggul yang menguras tenaganya. Tiba di rumah dia disuguhi pemandangan yang mengejutkan, sebab Syafa istrinya nampak sedih dan bingung. Ichank menghampiri dan hendak menanyakan ada hal apa.
"Tuh, pencurinya baru pulang. Pasti dia habis poya-poya makanya pulang sampai malam." Tiba-tiba tudingan kejam langsung ditujukan padanya saat baru saja mau menghampiri Syafa yang sedang menangis.
Bu Diah menatap sinis kepulangan Ichank. Ichank heran ada apa sebenarnya sampai Ibu mertuanya tiba-tiba menudingnya yang bukan-bukan?
"Abanggg, duit yang Syafa simpan di lemari sisa minjamin Emak itu ternyata hilang. Di sela baju sudah tidak ada, padahal duitnya masih lima juta. Apakah Abang tidak mengambilnya?" Syafa menatap Ichank meminta jawaban.
"Hilang, kenapa bisa hilang, Dek? Bukankah Adek yang simpan baik-baik?" heran Ichank tidak percaya.
"Laki lu yang nyuri, gua yakin. Siapa lagi? Pasti dia pulang malam karena habis poya-poya sama teman-temannya atau bahkan sama cewek lain. Huhh dasar tidak berguna," umpat Bu Diah menuduh.
"Astaghfirullah, kata siapa Mak saya yang mencuri uang? Masa iya saya curi uang bini sendiri. Lagipula saya pulang malam karena habis bekerja kuli panggul di pasar Tambun. Emak, jangan sembarangan nuduh. Dari sejak pagi dan malam ini baru pulang, Ichank tidak berada di rumah, jadi tidak mungkin pencurinya saya. Paling pencurinya orang yang di rumah," tegasnya kesal. Mendengar Ichank menyangkal dan menuduh balik bahwa pencurinya orang yang berada di rumah, seketika wajah Bu Diah pias.
Karya ini merupakan karya jalur kreatif
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Hary
anjing banget mertua, sdh congor busuk, mata duitan g bisa cari duit, pikiran nya busuk lagi...
2024-05-07
3
💞Amie🍂🍃
Sohib si ichang sotoy bgt yakk, belum diceritakan udh tau aja
2024-01-14
2
HarryJu
Bagus ceritanya, lanjutkan....
2024-01-14
0