"Syafa," bisik Ichank di dalam hati. Dari balik kaca mata hitamnya Ichank mengawasi perempuan bergaun selutut berwarna kuning bling-bling keemasan. Ichank seakan mengenalnya, dan dia meyakini bahwa itu Syafa. Namun hati Ichank langsung menepis, setelah di depan perempuan itu ada seorang laki-laki yang duduk berhadapan. Laki-laki itu terlihat angkuh.
"Tidak, dia bukan Syafa. Syafa tidak mungkin melupakan aku begitu saja, dia hanya perempuan yang mirip saja," tepisnya membuang dugaannya tentang Syafa.
"Bos, mari!" ajak sang Pengawal menyadarkan lamunan Ichank. Ichank berbalik menuju meja makan untuk menikmati sarapannya pagi ini.
Setelah yakin dan tidak yakin bahwa yang dilihatnya barusan suaminya yang tidak lain Ichank, Syafa memutuskan untuk ke meja kasir dengan alasan ingin membeli air mineral.
"Bang Juned, saya ke meja kasir dulu. Saya ingin membeli air mineral," ujar Syafa beralasan. Juned menatap curiga dengan tatapan menyelidik.
"Nanti saja sama bodyguard aku," cegahnya. Hati Syafa mencelos mendengar penolakan Juned.
"Tidak perlu, saya hanya ingin memilih sendiri minuman mineralnya," paksa Syafa berharap Juned mengabulkan pintanya.
"Kenapa, apakah Abang takut kalau saya kabur?" tanya Syafa menuduh.
"Baiklah, cepat!" balas Juned tegas. Syafa lega meskipun hatinya sempat tegang karena sikap Juned yang protektif.
Syafa segera bergegas menuju meja kasir dengan pengawasan Juned. Di meja kasir Syafa membeli beberapa air mineral dan camilan juga membeli pulpen untuk menulis. Syafa meminta secarik kertas pada pelayan. Di situ dia menuliskan sesuatu untuk lelaki yang diduga Ichank. Dengan perasaan was-was, Syafa menulis beberapa kalimat penting dan mendesak untuk Ichank. Lalu kertas itu dia titipkan pada pelayan kasir.
"Mbak, saya mohon setelah saya dan lelaki yang semeja dengan saya keluar dari resto ini, tolong sampaikan secarik kertas ini pada lelaki tampan berjas navy itu. Tolong Mbak," pinta Syafa memohon.
Pelayan kasir itu mengangguk pertanda dia bersedia membantu Syafa. Syafa kembali menuju meja yang ditempati Juned dengan membawa satu kantong kresek yang di dalamnya jajanan.
"Sudah? Belanja apa kamu, lama banget?" tanya Juned seraya menatap ke arah Syafa.
"Ini, Bang. Hanya cemilan."
"Baiklah, kita segera ke kamar hotel. Aku ingin segera beristirahat," ajak Juned tidak sabar. Syafa tersenyum getir mendengar ucapan Juned. Sebisa mungkin Syafa menghambat kepergian mereka ke kamar hotel.
"Sebentar lagi Bang, aku masih ingin di sini," tahan Syafa berharap Juned setuju.
"Ayolah, aku sudah tidak sabar," ajaknya seraya berdiri. Terpaksa Syafa berdiri dan mengikuti Juned. Setelah keluar dari resto hotel, tiba-tiba Hp Juned berbunyi, sepertinya Juned mendapatkan panggilan dari istri pertamanya.
"Sebentar, tunggulah dulu di sini, aku angkat telpon dulu," tahan Juned membiarkan Syafa duduk di kursi taman yang dilewatinya dari lorong hotel. Syafa senang melihat Juned mendapatkan panggilan telpon, berharap Juned akan lama menerima panggilan itu.
Sementara di dalam resto, Ichank yang sudah memesan menu sarapan pagi, kini menikmati sarapan itu dengan lahap. Lalu tidak lama dari itu seorang pelayan menghampirinya.
"Maaf Tuan, saya mendapat titipan dari seseorang untuk disampaikan pada Anda." Pelayan itu memberikan secarik kertas pada Ichank. Salah satu pengawal bermaksud mencegah. Namun Ichank menggeleng.
Ichank menerima secarik kertas itu dan diambilnya. Rasa penasaran terus menghantui dirinya. Sehingga tidak sabar dia membuka secarik kertas itu dengan hati bertanya-tanya.
"Assalamualaikum. Benar atau bukan Anda bernama Ichank saya berharap surat kecil saya ini sudi menjadi perhatian Anda. Nama saya Syafa, tolong selamatkan diri saya dari cengkraman lelaki yang memaksa menikahi saya, di kamar nomer 89. Saya mohon, saya masih punya suami sah, tapi sekarang dipaksa menikah dengan orang lain," tulisnya disertai gambar wajah sedih dan menangis.
"Syafa? Benar dia Syafa," pekik Ichank sampai terdengar oleh para pengawal Ichank.
"Kenapa, Bos?" heran salah satu Pengawal dengan dada membungkuk.
"Rafi, Rama, dan Jamal, kita hampiri kamar 89, persiapkan pengamanan. Beritahu semua orang-orang kita. Ada hal penting di kamar itu. Cepat sebelum terlambat," perintah Ichank dengan mata yang tajam. Amarahnya memuncak saat kertas itu benar-benar dia baca dengan yakin bahwa yang dia lihat dan yang mengirimkan tulisan ini Syafa, istrinya.
"Tunggu kedatangan abang, Dek. Abang tidak akan biarkan Adek jatuh ke tangan lelaki lain," bisiknya dalam hati dengan hati yang lara.
Ichank berdiri, sebelum memulai rencananya Ichank bermusyawarah dulu dengan orang-orangnya serta berkoordinasi dengan pihak hotel. Sedikit menyita waktu memang. Namun pihak hotel yang akhirnya paham dengan penjelasan Ichank, mau bekerjasama dan memberi akses pada Ichank.
"Tapi, kami tidak mau ada kehebohan besar di hotel ini. Usahakan tidak terjadi kekerasan atau baku hantam, karena ini menyangkut nama baik hotel kami di mata para tamu maupun calon tamu hotel kami." Pihak hotel mewanti-wanti dengan sungguh-sungguh.
"Jangan khawatir. Anda tidak perlu takut, kami akan melakukannya dengan rapi tanpa menimbulkan keributan," ujar Ichank dengan penuh wibawa. Atas jaminan itu, pihak hotel akhirnya mengijinkan Ichank dan orang-orangnya melakukan penggerebekan pada kamar hotel nomer 89 yang ditulis orang yang diduga Syafa tadi.
Sementara itu, di dalam kamar hotel nomer 89. Syafa mulai was-was, sebab Juned sudah mulai memanggilnya. Tadi saja saat baru masuk kamar, Juned sudah mulai nyosor ingin mencium Syafa. Namun Syafa berasalan ke kamar mandi karena kebelet.
"Bang Ichank, segera datang dong , Bang. Jika Abang tidak datang dalam waktu lima menit lagi, maka Syafa akan dipaksa oleh Bang Juned. Syafa tidak terima, Syafa masih istri sah Abang. Ya Allah, tolong hamba ya Allah. Kirimkan bantuanmu." jerit hati Syafa menangis.
Syafa tidak tahu harus bagaimana lagi mencari alasan supaya keinginan Juned bisa ditunda. Andai saja bunuh diri tidak sakit dan tidak dosa, maka jalan terbaik hanya itu yang akan Syafa lakukan.
"Bagaimana ini? Apakah pelayan itu tidak memberikan secarik kertas itu pada orang yang mirip dengan Bang Ichank," bingungnya sembari meneteskan air mata.
"Tok, tok, tok."
"Syafa, cepatlah keluar. Jangan lama di dalam, aku sudah tidak sabar," teriak Juned kuat seraya mengetuk pintu tidak sabar.
Terpaksa Syafa keluar dengan air mata yang tidak bisa ditahan. Juned murka melihat Syafa menangis, lalu dia menarik lengan Syafa menuju ranjang dan dihempasnya tubuh Syafa.
"Aku sudah berikan duit banyak sama ibumu yang matre itu, maka sudah sepantasnya kamu melayani aku dengan baik. Lagi pula kamu bukan perawan lagi, aku mendapatkan kamu bekas mantan suami kamu yang miskin bin kere itu. Jadi tidak usah berlagak spesial," dengusnya seraya menjambak rambut Syafa dengan kasar.
"Akkkhhhhhh." Jeritan Syafa terdengar, saat sebuah alat rekam suara setipis kertas menyusup masuk melalui celah pintu.
"Bersiaplah, tunggu lima menit setelah hasil rekaman suara itu tersimpan sempurna di dalam alat itu." Ichank yang menyamar sebagai pramusaji memberi instruksi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Hary
kepacul deh serabi bulu nya
🤣🤣🤣🤣🤣
2024-05-07
3
Rahman Hartomo
masak surat cerai palsu nggk dipriksa ama kua nya ni yg nmanya jalur kreatif
2024-04-12
3
Rahman Hartomo
cerita yg nggk nalar cerita anak kecil
2024-04-12
1