"Setelah kepergian elu, maka gue di sini bisa bebas melakukan apa saja pada anak perempuan gue. Pergilah jauh-jauh Ichank, gue sengaja menyuruh elu pergi merantau supaya elu tidak menghambat rencana gue." Bu Diah girang dengan kepergian Ichank yang akan mencari pekerjaan di tempat lain. Merasa siasatnya berhasil, Bu Diah segera menghubungi seseorang.
Kepergian Ichank yang pergi untuk merantau yang belum tahu kemana, membuat Syafa dilanda sedih. Dia takut Ichank kenapa-kenapa, sedangkan mencari pekerjaan di jaman seperti ini tidak gampang. Syafa berharap Ichank kembali ke kampung halamannya saja supaya sewaktu-waktu dia bisa menyusul Ichank dengan gampang.
Di dalam kamarnya, Syafa menangis sedih seraya mengetik pesan WA pada Ichank suami yang sangat dia cintai.
"Assalamualaikum. Abang, dapat kagak dapat kerja, sebaiknya Abang pergi ke kampung halaman Abang saja. Syafa tidak masalah Abang hanya jadi petani di sana. Supaya Syafa sewaktu-waktu bisa menyusul Abang ke sana. Jaga diri Abang di sana juga hati Abang. Syafa akan selalu mencintai Abang." Pesan itu terkirim hanya belum dibaca Ichank.
***
Sebulan kemudian, datang beberapa orang tamu ke rumah Bu Diah. Tamu itu sepertinya bukan orang biasa. Mereka menaiki mobil mentereng membuat para tetangga sebelah rumah Bu Diah penasaran dan berdecak kagum.
Tamu itu tidak lain dan tidak bukan adalah pengusaha perabot di Tambun yang sukses. Perabot rumah tangganya sudah beredar luas ke seluruh Jawa dan Bali bahkan seluruh Indonesia dengan merek JUNED PERABOT. Sudah memiliki hak paten.
Lelaki dewasa menuruni mobil mentereng dengan warna coklat legam. Perawakan yang jangkung, dengan mata sedikit sipit tapi bukan keturunan Korea, dengan kulit kuning langsat, tidak lupa wajah tampan dengan rahang tegas. Lelaki yang diperkirakan berumur 35 tahun itu berjalan menuju teras rumah Bu Diah dengan dada membusung angkuh.
Ketukan pintu terdengar, Bu Diah serta semua penghuni rumah di dalamnya termasuk Syafa terkejut mendengar suara ketukan. Namun Bu Diah segera menyunggingkan senyum, dia sudah tahu siapa yang datang.
Tamu itu dipersilahkan masuk dan dipertemukan dengan Syafa. Dalam pertemuan itu Syafa baru menyadari bahwa ternyata dirinya sengaja dikenalkan ibunya pada lelaki bernama Juned pengusaha perabot kota Tambun, Bekasi.
Mengetahui itu Syafa terhenyak, dia syok dan tidak bisa berbicara apa-apa selain diam. Bahkan ibunya dengan lancar mengarang cerita bahwa Syafa baru saja berpisah dengan Ichank dengan memperlihatkan bukti akte perceraian kepada laki-laki bernama Juned.
"Mak, Emak apa-apaan melakukan perbuatan itu? Aku tidak akan pernah bercerai dengan Bang Ichank. Emak sudah merekayasa bukti akte cerai kami, dan itu palsu," protes Syafa tersedu. Bu Diah hanya tertawa menyaksikan sang anak menangis karena tidak mau diperlakukan sewenang-wenang oleh ibunya.
"Kalau melihat ini, bagaimana? Elu masih mau menolak si Juned? Dia serius ngajak elu nikah. Dia akan menjamin hidup elu yang selama ini belangsak gara-gara si Ichank yang kagak ada guna itu," cemoohnya pada Ichank yang sudah tidak ada di rumah itu sembari memperlihatkan uang seratus ribuan segepok.
"Uang apa itu, Mak? Jangan-jangan Emak sudah menjual Syafa pada lelaki itu," kejutnya semakin dilanda was-was.
"Gue tidak menjual elu. Gue hanya menerima ini sebagai uang kasih sayang dari Tuan Juned yang kaya raya Pengusaha perabot Tambun."
"Untuk apa Emak terima? Lalu kenapa Emak bikin akte cerai palsu antara Syafa dan Bang Ichank?" Pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban, tapi hanya kekehan yang terdengar mengejek protesan Syafa. Syafa berlalu menenggelamkan diri di kamar, hidupnya kini bagai dipasung oleh sang Emak. Emaknya tega bin kejam, atau kalau boleh memilih Syafa tidak ingin dilahirkan dari seorang Emak yang berhati tamak seperti Bu Diah.
Yang Syafa lakukan kini hanya menangis serta berdoa berharap ada keajaiban menolongnya. Sebelum nasibnya benar-benar dipermainkan Emaknya, Syafa segera menghubungi Ichank. Namun sayang nomer Ichank tidak bisa dihubungi. Berulang kali dihubungi, masih saja tidak bisa tersambung. Akhirnya Syafa putus asa dan meratapi nasibnya yang buruk ini.
Bu Diah gerak cepat menutup segala akses yang bisa membuat Syafa bisa keluar rumah, termasuk bekerja ke pabrik. Saat Syafa protes, Bu Diah berdalih bahwa Syafa sudah resign dan surat pengunduran dirinya diperlihatkan. Syafa benar-benar frustasi dan terkurung di dalam rumah oleh sikap diktator sang Emak.
"Mak, jangan lakukan ini pada Syafa, Mak! Syafa harus bekerja, kenapa Emak sengaja meminta surat pengunduran diri Syafa pada perusahaan tempat Syafa kerja. Syafa butuh duit untuk membiayai hidup Syafa," protesnya sembari menangis. Sia-sia, Bu Diah sama sekali tidak peduli dengan tangisan Syafa.
Sementara Pak Kayan, sang ayah tidak bisa diandalkan dan dijadikan naungan dalam berlindung. Syafa hanya berlindung pada pertolongan Yang Maha Kuasa, sebab sang ayah kalah sama Bu Diah dan tidak berkutik. Sekali gertak langsung melempem kayak kerupuk.
"Sudahlah Syafa, tidak ada gunanya elu menangisi semua ini. Ini sudah jalan taqdir elu yang harus elu jalani. Buat apa elu gawe, kalau Bos Juned sudah membayar kita dengan duit segepok? Lagipula jika elu gawe ke pabrik itu, kagak bakalan lagi elu diterima, sebab elu sudah meminta resign," tekan Bu Diah berkuasa. Syafa menangis tiada henti atas perlakuan kejam Emaknya yang dinilainya diktator.
***
Sementara itu di sebuah kota pedalaman Bogor, Ichank tengah berkutat dengan pekerjaan barunya yaitu mencangkul di kebun. Menanam palawija di tanah milik orang tuanya.
Di saat melamun di saung, Ichank teringat sosok sang istri, Syafa. Kini Ichank hanya bisa melihat wajahnya hanya lewat foto saja. Hpnya sudah jarang digunakan karena sinyal kartu SIM jarang nyantol di kampungnya. Dan kabar Syafa yang ditunggunya entah nyangkut di mana, sebab sinyal yang ditunggunya jarang muncul sehingga Ichank sudah kehilangan kabar sang istri.
"Maafkan abang, Dek. Abang janji, setelah abang ada duit dan sukses, abang akan susul Adek ke Cikarang. Sekarang abang akan bersemangat untuk menjadi petani sukses. Abang akan selalu mencintaimu, Dek. Tunggu abang, jangan pernah kamu berpaling dari abang," ujarnya lirih dan hanya mampu didengar oleh Ichank sendiri.
Ichank terus menggali dan menanam palawija, berharap saat panen hasilnya bisa unggul dan harganya mahal. Meski Ichank berpikir dari menjadi petani masih jauh untuk mencapai kesuksesan, namun Ichank optimis usahanya akan membuahkan hasil. Bahkan tekadnya kini melebihi baja.
Saat menyudahi menanam palawija, tiba-tiba sang ayah datang mengabarkan pada Ichank bahwa ada Pak Post mengantarkan surat. Ichank berpikir surat dari siapa? Setelah dibuka, alangkah terkejutnya Ichank ternyata surat itu adalah sebuah surat cerai.
"Syafa apa yang terjadi, apa yang Adek lakukan sama abang? Syafaaaaaa," teriaknya tidak percaya sampai Ichank tidak sadarkan diri.
Karya ini merupakan karya jalur kreatif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Rahman Hartomo
jalur kreatif yg ceritanya sdah dipakai beribu2 pengarang menantu yg dibuly mertua sdh bkn kreatif lagi
2024-04-12
1