Suara hantaman sesuatu yang terdengar di luar membuat semua orang yang berada di dalam berhamburan keluar. Ichank berjalan keluar sambil meringis memegangi sudut bibirnya yang kena bogem tadi siang oleh Warid, tergopoh bersama Syafa keluar rumah. Rasa heran menyelimuti hati mereka. Dugaan-dugaan buruk kini menyergap dada.
"Suhaaa, Suhaaa ...." teriakan Bu Diah mengejutkan semua. Pak Kayan yang sudah berada di luar rumah segera menghampiri tubuh sang anak yang terjungkal dengan posisi kepala di bawah kaki di atas persis orang lagi standing.
"Suhaaaa," jeritnya menghampiri. Orang-orang dan tetangga sebelah rumah Bu Diah segera menghampiri Suha yang terjungkal.
"Suhaaaa, apa yang terjadi?" Bu Diah terisak seraya meraba kepala Suha yang mulutnya engap-engapan.
"Ayo angkat tubuhnya, kita baringkan di bangku depan," ujar Pak RT memberi arahan supaya mengangkat tubuh Suha. Pak RT, Pak Kayan dan beberapa pria paruh baya lainnya ikut mengangkat tubuh Suha lalu dibaringkan di bangku teras depan rumah Pak Kayan.
"Aduhhhh, sakit, Mak. Punggung Suha sakit, kaki Suha lecet, Suha kagak bisa jalan," keluh Suha meraung.
"Ha, Suha! Ya ampun motor," seru Ichank spontan, dengan wajah yang terkejut. Syafa sama terkejut, selain melihat Suha yang kini terluka, yang lebih mengagetkan motor milik suami satu-satunya untuk usaha, terlihat pecah bagian depannya.
"Ya ampun, sudah dibilangin kaki masih sakit tapi ngeyel minjem motor. Kalau sudah begini, bagaimana Bang Ichank pergi kerja?" Syafa mendumel pelan seraya matanya bergantian melihat Suha kemudian motor milik Ichank yang terlihat pecah bagian depan.
"Mak, sakit, Mak," raung Suha lagi sedih menatap Bu Diah.
"Elu itu Suha, kan sudah gue ingetin supaya hati-hati, tapi elu main kebut saja. Ini juga gara-gara motor butut si Ichank, bikin celaka anak gue." Bu Diah balik mendumel dan menyalahkan gara-gara motor Ichank yang butut.
"Bukan salah motornya dong, Mak. Bang Ichank tadi sudah mengingatkan supaya Suha hati-hati. Emak juga malah mendukung Suha untuk minjam motor Bang Ichank, padahal Emak tahu sendiri kaki Suha belum sembuh benar." Syafa memberikan pembelaan untuk motor dan juga suaminya yang tidak sepenuhnya salah.
"Elehhh, suami hidupnya cuma numpang saja elu belain. Jelas-jelas gara-gara laki elu yang kagak berguna ini, si Suha jadi kecelakaan," srongot Bu Diah mencak-mencak tidak tahu malu sama tetangga, menghina Ichank yang kini menahan malu.
"Sudah Bu Diah, jangan emosi dulu. Sebaiknya kita urus anak kalian dulu. Suha memerlukan pertolongan bukan perdebatan. Sekarang kita bawa ke dalam rumah, baringkan Suha di karpet. Saya akan panggil Ki Samad untuk memeriksa tulang si Suha. Moga-moga saja tidak terjadi tulang patah," seloroh Pak RT menengahi.
Bu Diah bersungut-sungut kesal, bibirnya komat-kamit mengata-ngatai Ichank.
Suha dibawa ke dalam rumah dan digeletak di tengah rumah yang dilapisi karpet palembangan. Suha tidak henti meraung-raung. Pak Kayan sebagai ayah hanya bisa menyesali dengan kejadian yang menimpa anak lelakinya. Pak Kayan sigap ke dapur mengambil air hangat untuk kompres.
"Bapak juga sebagai bapak, sama tidak bergunanya kayak si Ichank. Coba kalau Bapak bisa memanjakan si Suha, maka kagak bakalan begini kejadiannya." Bu Diah terus saja ngedumel tidak ada bosannya, membuat semua orang di dalam rumah itu kegerahan, belum lagi kipas angin yang cuma satu di ruang tengah yang tidak cukup menyapu orang-orang yang berada di dalam rumah ukuran 36 itu, semakin membuat mereka kegerahan.
Dumelan Bu Diah baru berhenti ketika Pak Samad datang. "Assalamualaikum," salamnya yang langsung mendapat sambutan, sebab mereka begitu berharap banyak Pak Samad bisa menyembuhkan rasa sakit yang diderita Suha. Karena Pak Samad merupakan tukang pijat yang kebetulan paham dengan pertulangan.
Banyak pasien patah tulang atau yang kecelakaan lainnya datang berobat pada Pak Samad. Dan Alhamdulillah banyak yang kembali sehat. Pak Samad memang ahli patah tulang tetapi bukan dukun seperti sangkaan beberapa orang di kampungnya, karena ilmu yang dimiliki Pak Samad dibarengi ilmu spiritual.
Saat Suha disusuri saraf atau tulangnya oleh Pak Samad, tidak henti Suha meraung-raung.
"Deuk, reketek."
Bunyi-bunyi tulang yang entah dibagaimanakan terdengar berbunyi diiringi jeritan Suha menahan sakit. Bu Diah dan Pak Kayan tidak tega melihat anaknya berteriak kesakitan. Saat Bu Diah ingin mendekat, Pak Samad melambaikan tangannya supaya konsentrasinya tidak terbelah.
Raungan Suha lamat-lamat semakin berkurang. Sepertinya Pak Samad mampu mengembalikan letak tulang Suha pada posisi semula.
"Untung saja tulang Suha tidak patah, sehingga tidak harus dioperasi. Tadi keluhannya hanya salah letak dan luka lebam di beberapa bagian tubuh. Sejauh ini posisi tulang sudah kembali. Saya harap Suha setelah ini jangan dulu naik motor selama kakinya masih pincang. Sebab kalau memaksakan engselnya bisa lepas karena urat bisefnya tidak kuat menahan tarikan," peringat Pak Samad mewanti-wanti.
"Dan ingat seminggu sekali Suha harus terapi ke RS supaya bisa lekas pulih persendiannya," peringat Pak Samad lagi.
"Baik Pak Samad. Kami sangat berterimakasih dengan bantuan Pak Samad," ucap Pak Kayan sembari berdiri karena Pak Samad langsung pamit.
Pak Kayan mengantar kepergian Pak Samad sembari memberikan beberapa Rupiah uang sebagai rasa terimakasih. Pak Samad sempat menolaknya, karena ia merasa ikhlas membantu tetangganya.
**
Sejak Suha kecelakaan lagi. Di rumah semakin ricuh dengan ucapan Bu Diah yang saban hari ngoceh dan ngomel. Menghina suami dan mantu seperti makanan sehari-hari. Ichank sudah tidak tahan sebenarnya tinggal di rumah mertuanya yang semakin bawel dan menuntut, terlebih sekarang hampir tiap hari Bu Diah meminta uang buat pengobatan Suha, sayangnya Ichank tidak bisa memberi sebab dia sudah tidak pegang uang sama sekali.
"Laki kagak ada guna, pergi sana jauh dari rumah gue. Kalau kagak bisa kasih duit lagi untuk anak gue, lebih baik elu minggat. Gue mau kenalin si Syafa sama Bos perabotan. Huhhhh," hinanya tidak henti-henti. Tidak sadar semua kata-kata Bu Diah membuat Ichank sangat sakit hati.
"Sudah, Bu. Jangan lagi hina menantu kita, dia juga bukan tidak pengen memberikan duit. Kerjaan dia belum stabil. Jadi harap maklum," bela Pak Kayan merasa tidak enak dengan istrinya yang tidak henti menghina Ichank.
Bu Diah mendengus mendengar pembelaan suaminya, dia sama sekali tidak menggubris.
Besoknya Ichank seperti biasa pergi bekerja ke pasar sekalian menemui Handi yang berjanji akan ke pasar. Untung saja motor Ichank hanya pecah bodi depannya sehingga tidak mengakibatkan kerusakan yang parah, dan motornya masih bisa digunakan jika dibawa jalan ke pasar Tambun. Di pasar, Ichank dan Handi bertemu di pos Satpam. Mereka terlibat obrolan. Sebagai teman, Handi sangat peka dengan kondisi yang diperlihatkan Ichank.
Karya ini merupakan karya jalur kreatif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Abdul Rouf
kok gue jadi tensen, laki2 apan
2024-09-10
1
Hary
banyak lah model ibu mertua di kehidupan nyata...!!!
punya mertua macam itu, jelas jelas gw gampar mulutnya...!!!
2024-05-07
3
Novie Achadini
ada ya org sesabar ichang
2024-04-15
1