🌿Aku nulis beberapa bab yang akan serius dan tidak terlalu banyak kekonyolan Gibran. Karena konfliknya bakal aku tunjukan. Jadi jangan bosan dulu kalau ceritanya jadi serius ya. 🌿
🌹LIKE ya jangan lupa, biar aku semangat nulisnya.🌹
.
.
.
.
Gibran merasakan sukmanya ditarik keluar secara pelan oleh dua orang sosok asing berbaju putih dengan sinar yang kuat menyilaukan.
"Jangan ambil aku, aku belum siap untuk mati." Gibran masih tetap bisa bicara walau rasa sakit mendera sekujur tubuhnya.
"Siapa yang akan membunuh kamu, kamu ini percaya diri sekali." Salah satu sosok itu menjawab dengan senyuman yang mengembang ramah.
"Lalu kalian mau apakan diriku?" Gibran bertanya seolah rasa sakit yang tadi mendera lenyap begitu saja.
"Kita akan melakukan pembersihan." Salah satu sosok itu menjawab lagi-lagi dengan senyuman yang mengembang.
"Kamu kira aku telinga, yang perlu dibersihkan agar tidak tuli." Gibran tampak kesal dengan dua sosok yang seakan sedang mempermainkan dia.
"Kamu lebih cocok jadi upil." Salah satu dari dua sosok itu menjawab.
"Jahat sekali kamu, aku aduin sama ayah lho nanti." Gibran tidak terima dengan perkataan sosok itu.
"Adukan saja, saya tidak takut." Sosok itu tidak takut dengan ancaman Gibran.
"Oke, aku adukan nanti."
"Haha, jika kamu merasa seperti itu tidak masalah. Dan kalau berani adukan saja!" Dua sosok putih itu tertawa dengan suara yang menggetarkan seisi jagad raya.
"Kutu karpet, kalian ini tidak ada kerjaan apa? Sampai menggangguku seperti ini?" Gibran ingin sekali memukul wajah dua sosok itu namun, tangannya yang seakan terkunci tidak bisa dia gerakkan.
"Kami sedang melakukan pekerjaan kami, dan pekerjaan kami saat ini adalah mengganggumu."
"Dibayar berapa sama bos kalian sampai mau menganggu orang seperti aku?" celoteh Gibran dengan nada bicara yang terdengar sangat menyebalkan.
"Kami tidak di bayar dengan uang, kami dibayar dengan koin emas." Dua sosok itu berkata dengan tegas dan angkuh.
"Mau jadi uget-uget kamu sampai seperti itu? Kasihan sekali hahaha ...." Dua sosok itu mengejek Gibran yang bergerak seperti ulat keket karena anggota tubuhnya yang sulit dia gerakkan.
"Gila, kalian berdua gila." Gibran berteriak sambil menahan rasa sakit yang kembali mendera jiwanya.
"Diamlah! Kamu ini berisik sekali. Mau kami jadikan kamu gulai?" Satu sosok di antara dua sosok itu menutup mulut Gibran dengan tangan kanannya.
"Hmmm ... mmm ...." Gibran tidak bisa bicara karena bekapan dari tangan itu.
Aku bisa mati kalau seperti ini, gila ini sakit sekali. Gibran hanya bisa bicara di dalam hatinya.
Gibran berusaha menggigit telapak tangan sosok itu namun sia-sia. Napas Gibran mulai melemah karena kehabisan napas akibat bekapan tangan itu.
Gibran memekik kesakitan saat dua sosok putih itu menarik dan melemparkannya ke sebuah telaga dengan air putih seperti susu sampai Gibran tenggelam dan tidak sadarkan diri dalam keadaan tubuh yang seperti tanpa beban.
Sedangkan di tempat lain, lima orang yang tadi bersama dengan Gibran terlihat sedang di evakuasi oleh para tim. Gibran bisa melihat mereka namun dia tidak bisa mendekat, Gibran masih berada di dalam telaga itu tapi suara orang-orang terdekatnya bisa dia dengar seperti mereka ada di dekatnya saat ini.
Ya, mereka semua selamat, karena pesawat mereka mendarat di danau yang kebetulan ramai. Sehingga saat pesawat mereka jatuh, mudah untuk membantu mereka.
***
"Dokter, bagaimana keadaan kedua putra saya?" tanya Satya dengan raut wajah yang sama, yaitu wajah yang penuh kesedihan dan kecemasan.
"Sepertinya anak Anda baik-baik saja, saya merasa aneh dengan putra Anda yang masih bisa berbuat lucu di ranjang rumah sakit." Dokter Reihan tersenyum saat mengingat tingkah laku Gibran di ranjang perawatan tadi.
"Memang putra saya kenapa?" Satya sangat penasaran dengan apa yang dikatakan oleh dokter tersebut.
"Lebih baik Anda melihatnya sendiri, Tuan." Dokter Reihan masih tersenyum bahkan nyaris tertawa karena tingkah laku Gibran yang tidak normal.
Tanpa membuang banyak waktu, Satya segera masuk ke ruang perawatan Gibran. Betapa terkejutnya dia saat melihat tingkah laku putranya yang sangat aneh dan memang aneh.
Kepala Gibran yang dililit dengan perban, membuat Satya ingin tertawa karena itu malah terlihat seperti blangkon. Dan hal yang paling membuatnya bingung adalah apa yang diperbuat Gibran saat ini.
Satya melihat Gibran sedang berdiri sambil berkata seperti sedang berdebat dengan seseorang. Dan yang membuat Satya ingin tertawa adalah setiap kali Gibran berkata, maka pinggulnya akan bergoyang memutar layaknya penyanyi dangdut.
"Kalian kira aku doyan makan daun singkong mentah." Gibran berkata sambil berkacak pinggang dan bergoyang, padahal matanya masih terpejam.
"Singkong?" Satya mengucapkan itu saat mendengar Gibran mengucapkan itu. Satya hendak berjalan mendekati Gibran namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba Gibran menghadap ke arahnya.
"Hai kamu!" Jari telunjuk Gibran menunjuk ke arah Satya yang berdiri tidak jauh darinya.
"Aku?" Satya menunjuk dirinya sendiri dan Gibran mengangguk.
"Kamu kemari!" Gibran menyuruh Satya untuk mendekat kepadanya. Satya dengan langkah yang ragu menuruti keinginan putranya tersebut.
"Ayah sudah di depanmu, Nak. Tolong jangan berbuat hal aneh di luar nalar orang." Satya meneteskan air matanya karena mengira jika Gibran telah gila.
"Ayo goyang dumang!" ajak Gibran sambil berjoget ria.
"Ayo goyang dumang, biar hati senang semua masalah jadi hilang." Tubuh Satya seakan bergerak dengan sendirinya saat mendengar Gibran bernyanyi.
"Goyang bang jali, Ayah!" pinta Gibran lagi.
"Bang Jali, Bang Jali goyangnya bikin happy." Lagi-lagi tubuh Satya bergerak mengikuti lirik lagi yang Gibran nyanyikan dalam keadaan tidak sadar.
"Ya Allah, Ayah. Ayah ngapain joget nggak jelas kaya gitu." Ranti yang baru saja masuk ruang perawatan Gibran dibuat terkejut saat melihat anak dan suaminya itu sedang berjoget dengan riang.
Satya menoleh ke arah Ranti dan tersenyum tampan. Ingin rasanya Satya berhenti bergoyang namun, rasanya sangat sulit untuk melakukannya.
"Ayah, berhenti!" teriak Ranti tidak digubris Satya.
Ranti melihat Gibran yang juga bergoyang dengan tenang dengan mata terpejam. Ranti merasa sangat sedih melihat putranya menderita seperti ini. Namun, Ranti tidak bisa berbuat apa-apa. "Entah apa yang merasukimu, Gibran." Perlahan Ranti mendekati Gibran dan memeluk tubuh putranya itu dengan erat.
"Goyang itik, Bun!" pinta Gibran dengan nada memaksa masih dengan mata terpejam. Tubuh Ranti seakan dikendalikan oleh sesuatu sampai dia melakukan apa yang Gibran minta yaitu goyang itik.
Suasana yang harusnya haru malah berganti dengan suasana gila dengan bergoyang bermacam-macam gaya. Gibran dengan mata terpejam masih tetap melakukan hal di luar nalar manusia normal.
Kepalanya yang ditambal seakan telah sembuh sempurna padahal nyatanya tidak. Gibran menangis dalam batinnya melihat begitu banyak pengkhianat di dekatnya. Gibran bisa melihat itu tanpa melihat langsung siapa mereka.
Kata hati Ranti dan Satya yang cemas dan bingung kepadanya bisa Gibran baca tanpa cela dan cacat.
Ya, Gibran mendapat keajaiban dari Tuhan yaitu bisa membaca isi hati dan pikiran orang juga melihat hal-hal yang jauh dari dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
wifekth
Rekomendasi Novel yang sangat bagus untukmu, Mencairkan Hati Sang Ice Boy
2021-11-18
2
Ashika ruhab
q jadi binggung mau nangis apah ketawa...🤦😅😭🤣
2021-09-30
2
IROKSA BUCINNYA SUGA😘😍
niat hati gw tadi mau nangis Bombay pas tau si Gibran kecelakaan tp kok malah putar haluan jadi ngakak ya gw😂😂
2021-09-05
1