Mentari telah menampakkan diri dari tempat peraduaannya. Cahayanya sudah dengan sangat cepat menerangi sebagian belahan dari bumi yang gelap gulita. Menyingkirkan cahaya bulan yang sempat menyinari dengan sinar lembutnya.
Pagi ini Gibran, Bayu dan kedua orangtuanya sudah bersiap pergi ke bandara. Di dalam mobil, Ranti banyak diam, tidak berisik seperti biasanya.
"Bunda, kenapa diam terus? Lagi sarimalam ya, Bun?" tanya Gibran mencoba untuk mencairkan suasana yang terlihat canggung di antara mereka.
"Bunda nggak sariawan, Bran. Bunda cuma khawatir sama kamu." Ranti menoleh ke belakang di mana tempat Gibran duduk sekarang.
"Khawatir kenapa sih, Bun? Gibran bakal baik-baik saja, Kok. Kan ada Bayu juga yang pergi sama aku." Gibran tersenyum menenangkan hati Ranti. Namun, Ranti tetap saja masih merasa khawatir dengan dirinya.
Satya menoleh ke arah Ranti dengan tatapan penuh Arti, tatapan yang belum pernah dia berikan pada istrinya.
"Iya, Tante. Kan ada Bayu yang bisa menjaga Gibran dengan baik. Bayu janji tidak akan membuat Gibran terluka." Kata-kata Bayu yang terdengar serius tetap saja tidak bisa mengalahkan rasa khawatir yang telah bersemayam di hati Ranti.
"Kamu ini anak nakal, kamu sama Gibran aja lebih tua Gibran, Bay." Ranti terkekeh dan memukul lengan Gibran yang hampir tidak bisa dia capai dengan tangannya.
"Nakal-nakal begini, ganteng lho, Tante." Bayu menaikkan satu alisnya membuat Gibran ingin sekali memukul wajah tengil sekretarisnya.
"Muka tuyul seperti itu di bilang ganteng? Hello, kamu waras sis?" Gibran menoel dagu Bayu dengan gemas.
"Kenapa ceo gue jadi banci." Bayu bergidik ngeri dan menjauhkan tangan Gibran dari wajahnya.
"Astaghfirullah, jangan sampai, Yu." Gibran menepuk kepalanya sendiri sebanyak tiga kali.
"Yu? Yuyu kangkang maksud kamu, Gib?" sahut Satya tepat sekali. Namun, karena suara mesin kendaraan lain di luar membuat Gibran tidak mendengar dengan jelas perkataan ayahnya.
"Apa tadi, Yah yang ngangkang?" tanya Gibran membuat Bayu tertawa terbahak-bahak. Satya menepuk dahinya dan Ranti memelototkan matanya.
"Gibran, kenapa pikiran kamu selalu mesum? Siapa yang ngajarin kamu, Nak?" teriak Ranti namun diabaikan oleh putra semata wayangnya itu.
"Pernah sekali, aku pergi dari Jakarta ke Surabaya." Gibran bernyanyi mengikuti lagu dari album yang diputar di mobil dan tidak menyadari jika dirinya ditatap tajam oleh Ranti. Dan tidak mendengar teriakan Ranti karena Gibran terlalu mendalami lagu tersebut.
Mata Gibran terpejam sambil menikmati lagu tersebut. Hampir saja tangan Ranti menarik kerah kemeja Gibran namun dia malah terkejut saat tiba-tiba Gibran membuka matanya dan kembali bernyanyi dengan lagu dari mobil.
"Cinta satu malam, oh indahnya. Cinta satu malam ... aduh!" Gibran berteriak saat telinganya tiba-tiba dijewer oleh Bayu.
"Lo apaan sih, Bay?" Gibran nyolot pada Bayu yang dengan berani menjewernya.
"Lo yang apaan? Bunda Lo lagi ngomong sama Lo tapi Lo malah asik nyanyi sambil joget. Di mana rasa hormat Lo sama orangtua Lo, Bran?" Bayu tak kalah nyolot membalas Gibran.
"Maaf, gue nggak dengar tadi. Lo nggak usah marah-marah kenapa sih?" Gibran terlihat sangat kesal dengan Bayu. Ini adalah pertama kalinya Bayu dan Gibran adu mulut setelah bertahun-tahun bersama.
"Kok kalian jadi berantem sih? Nggak biasanya lho." Ranti melihat kedua putranya itu dengan heran. Ya, Ranti telah menganggap Bayu sebagai putranya juga.
"Dia yang mulai, Tan." Bayu membela diri.
"Aku kan udah minta, maaf. Diam deh, Lo!" ucap Gibran dengan suara yang melunak. Dia tidak suka perdebatan.
Karena keributan di dalam mobil tadi, Gibran hanya banyak diam tidak mau bicara lagi dengan Bayu. Tidak terasa mereka sudah sampai di bandara. Gibran mencium punggung tangan Ranti dan Satya begitu juga dengan Bayu, dia melakukan hal yang sama seperti yang Gibran lakukan.
"Sayang, jaga diri kamu baik-baik, ya! Sebenarnya bunda tidak mau kamu pergi hari ini, tapi karena kamu tetap ingin pergi sekarang, maka hanya doa bunda yang menyertaimu." Ranti memeluk Gibran dengan sangat erat, dia seakan tidak merelakan Gibran pergi.
Kok perasaan aku nggak enak, ya? Nggak biasanya Bunda seperti ini ... ah sudahlah, semoga Allah melindungi dan si tengil Bayu. Gibran membalas pelukan Ranti dengan sama eratnya.
Setelah puas, Ranti bergantian memeluk Bayu sama seperti Gibran. "Kamu jaga diri kamu juga ya, Bay!" pesan Ranti yang dibalas dengan anggukan kepala.
"Hati-hati, ya, Nak!" pesan Satya menepuk pelan bahu Gibran. Satya mendekati Ranti dan menarik kerah jas bagian balakang Bayu dengan tidak suka.
"Jangan lama-lama peluk istri, saya!" Satya seperti manusia yang sedang menjauhkan kucing karena caranya memegang jas Bayu.
"Lah, si Ayah. Masa sama anak sendiri cemburu." Gibran terkekeh karena melihat sifat Satya yang ternyata seorang pencemburu.
"Ayah apaan, sih? Masih kurang jatah tadi malam?" Ranti mengomel kesal.
***
Saat ini Gibran dan Bayu sudah berada di dalam jet pribadi. Di jet tersebut hanya ada enam orang saja. Orang itu adalah, pilot dan co pilot, dua pramugari dan sisanya mereka berdua.
pesawat sudah mengudara kurang lebih tiga puluh menit. Keadaan yang mulanya tenang mulai sedikit berubah saat tiba-tiba jet berguncang dengan kuat. Membuat semua orang yang ada di jet tersebut panik.
"Leif, apa yang terjadi?" tanya Gibran pada Leif, pilotnya.
"Cuaca tiba-tiba berubah jadi buruk, Tuan Muda, kita berada di tengah-tengah badai." Leif tetap berusaha tenang walau wajahnya tidak bisa menyembunyikan kecemasannya.
"Lakukan pendaratan darurat!" perintah Gibran dengan tegas.
"Kita tidak mungkin melakukannya, Tuan. Tidak ada landasan dan cuaca tidak mendukung." Leif menjawab dengan suara yang bergetar, dia tidak akan takut mati, tapi yang dia bawa adalah anak konglomerat Indonesia, jika Gibran mata, maka itu akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya.
"Kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Biasanya jika akan terjadi badai, pasti ada yang mendeteksi." Gibran terlihat sangat kesal tapi juga pasrah.
Guncangan di pesawat semakin kencang, pesawat hilang kendali dan melaju cepat dengan posisi menurun. Dua pramugari yang ikut berteriak-teriak panik dan menangis ketakutan. Membuat hati Gibran mencelus karena tidak menuruti keinginan Ranti.
Ya Allah, lindungilah aku dan orang-orang yang ada di pesawat ini. Jangan ambil nyawa kami dulu. Keluarga mereka masih membutuhkan mereka. Gibran menangis dalam batinnya.
Bayu terlihat memejamkan matanya siap menerima semua kemungkinan terburuk sekalipun.
Mereka semua tidak berhenti berdoa sampai mereka merasakan tubuh mereka terbentur dinding pesawat dan mereka pun kehilangan kesadaran.
***
Sesuatu yang besar telah terjadi, mengubah kedamaian dalam hidup Gibran menjadi penuh misteri. Rahasia lama dan yang akan datang bisa dia ketahui. Dan inilah awal perubahan dunia bisnis keluarga Satya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Ashika ruhab
masih setia menikmati alur cerita si somplak...😅
2021-09-30
1
Ida Lailamajenun
wah bau bau somplak ilang nih sptnya..
2021-08-20
1
Afriani Afriani
Waduh Thor apa yang terjadi
2021-06-01
1