"Suster kenapa saya ada di rumah sakit?" tanya Gibran setelah sadar dari pingsannya.
"Tadi Anda pingsan dan kondisi Anda sangat lemah, itu dikarenakan Anda kurang asupan nutrisi hari ini," jawab suster tersebut sambil tersenyum seramah mungkin.
"Kamu samakan saya dengan tanah, Sus? Sungguh berani sekali dirimu." Gibran berkata dengan wajah yang terlihat kesal.
"Hah? Maksudnya?" tanya suster tersebut bingung.
"Kamu tadi bilang saya sangat lemah kan? Nah lemah itu kan tanah." Gibran memberitahu suster tersebut. Namun, sepertinya suster itu belum juga paham dengan maksud Gibran.
"Maaf, Tuan. Saya tidak tahu maksud Anda." Suster itu tersenyum kecut.
"Haha ... lemah itu bahasa jawa dari tanah, paham?" Gibran menjelaskan lagi.
"Oh, saya paham." Suster itu tersenyum dipaksakan, kenapa juga pasiennya membicarakan hal yang tidak penting seperti itu.
"Suster kok aneh, ya? Ini beneran manusia apa hantu jelmaan manusia?" tanya Gibran dengan polos.
"Yang ada manusia jelmaan hantu bukan hantu jelmaan manusia, Tuan." Suster tersebut tersenyum dan di mata Gibran malah terlihat menakutkan.
"Suster mau keramas apa mau ngesot?" tanya Gibran takut-takut.
"Mau merangkak." Suster tersebut bernama Susan, matanya besar dan kulitnya yang putih malah terlihat menyeramkan di mata Gibran.
"Saya kasih paku dulu kalau mau merangkak." Gibran menatap suster itu dan pikirannya membayangkan film suster ngesot yang dia tonton beberapa hari yang lalu.
Saat Gibran mau berkata lagi, terdengar suara pintu ruangannya dibuka dengan keras sehingga menimbulkan bunyi dentuman karena pintu tersebut berbenturan dengan tembok rumah sakit.
"Astaghfirullah," teriak Gibran karena terkejut begitu juga dengan suster yang menunggunya.
"Bos, Anda baik-baik saja?" tanya Bayu yang entah kapan datangnya tiba-tiba sudah nyelonong masuk seperti kucing nyuri ikan asin saja.
"Bay, kamu itu datang tidak diundang pulang tidak diantar macam jailangkung saja bikin orang waras sekarat." Gibran membentak Bayu karena keterkejutannya.
"Bos, saya jadi lapar kalau dengar kata kangkung, sangat nikmat Bos kalau kangkung ditumis." Bayu memejamkan matanya dan membayangkan tumis kangkung yang sangat enak.
Bos sama anak buah sama-sama nggak waras, Ya Tuhan baru kali ini aku lihat pasien seperti dia.
"Baru pertama aku melihat gadis secantik dia." Gibran bernyanyi dan melupakan rasa sakit di perutnya.
Di ruangan lain, setelah Ranti memakan nyamuk, dokter tersebut memberikan air mineral padanya. Setelah minum, Ranti mengajak suaminya untuk segera menemui Gibran putranya.
"Yah, ayo kita ke ruangan Gibran, bunda mau bertanya apakah dia benar-benar belum makan."
"Iya, Bun. Dokter kami permisi." Satya langsung keluar karena tangannya sudah ditarik sang singa, maaf maksudnya sang istri.
Saat mereka hampir sampai di depan ruang perawatan Gibran, mereka tidak sengaja ditabrak oleh seorang gadis muda dan cantik bagai bunga kamboja di pemakaman sampai hampir terjatuh. Gadis itu langsung meminta maaf pada mereka. "Tuan, Nyonya, maaf saya tida sengaja," kata gadis itu dengan suara sedikit bergetar karena dia tahu kalau mereka adalah orang kaya.
"Tidak apa-apa, Nona. Kamu harus lebih berhati-hati lain kali jangan membahayakan dirimu sendiri gadis kecil." Ranti tersenyum ramah dan menepuk pundak gadis itu dengan pelan.
Satya memerhatikan gadis itu dengan seksama, mungil dan lumayan cantik, cocok dengan putranya jika dia nilai dari penampilan. Hmm gadis kecil ini terlihat masih muda, terlihat cocok dengan si somplak itu. Satya tersenyum membayangkan bagaimana jika gadis ini bersama dengan Gibran nanti.
"Iya, Nyonya. Saya permisi." Gadis itu segera menghilang dari pandangan mereka berdua. Setelah itu, mereka kembali berjalan ke ruangan Gibran. Saat mereka masuk ke ruangan di mana Gibran dirawat mereka mendengar suara ribut-ribut yang ternyata berasal dari percakapan Bayu, Gibran dan juga Susan.
"A-ampun, Bos. Gue salah iya gue salah lepasin gue." Bayu berusaha melepaskan diri dari Gibran karena dia sedang berada di bawah ketek Gibran sekarang.
"Rasain ini surganya parfum dunia, hahaha ...." Gibran merasa puas karena bisa membalas Bayu. Ya, tadi sebelum orangtuanya masuk, Bayu sempat meledek Gibran yang terlihat jelek karena pucat.
"Hoek, Bos. Lepas! Gibran lepasin gue!" Bayu berteriak sambil menahan rasa mual yang sudah mengaduk-aduk perutnya.
Ranti yang melihat kelakuan dua anak muda itu langsung menghampiri mereka dan hal yang pertama dia lakukan adalah menarik telinga Gibran karena anak itu sangat nakal. Sedangkan Susan hanya menyeringai lebar seperti orang kehausan.
"Bunda udah bilang suruh sarapan kamu nggak mau sarapan, kalau begini yang khawatir siapa coba? Bunda juga kan." Ranti memang sangat menyayangi Gibran sehingga kadang dia mengapresiasikan rasa sayangnya seperti ini.
"Maaf, Bun." Gibran memasang wajah melas sehingga Ranti merasa iba.
Setelah cukup lama mereka berdebat kecil. Ranti mengajak anak dan suaminya pulang ke rumah. Hal aneh terjadi saat mereka di dalam mobil menuju rumah mereka. Hawa dingin tiba-tiba menyeruak di tengah-tengah mereka, bau amis dan anyir memenuhi susana di dalam mobil itu. Ranti dan Satya yang duduk di depan merasa bulu dibelakang leher mereka berdiri.
Ranti menyentuh lengan suaminya untuk menghilangkan sedikit rasa takutnya. Namun, dia sudah terlanjur merinding saat angin tiba-tiba berhembus di belakangnya.
"Gibran, jangan niup-niup dong! bunda takut nih." Ranti mencengkeram lengan Satya dengan erat.
Gibran yang duduk di belakang hanya bisa tersenyum mengerikan, dia juga merasakan hal yang sama dengan orangtuanya tapi dia hanya menanggapi dengan bodo amat bukan ijo tomat.
"Gibran nggak niup Bunda lho, perasaan Bunda aja kali." Gibran mengatakan hal yang sebenernya.
"Kamu mencium bau amis dan anyir nggak, Bran?" tanya Satya yang juga takut.
"Emang ada bau kaya gitu ya, Yah? Perasaan mobil kita pakai pewangi nggak mungkin kalau bakal bau kaya gini, Yah." Satya sudah mengurangi laju kecepatan mobilnya. Dia sangat takut jika menyangkut hal-hal yang berbau horor seperti sekarang.
"Sebaiknya kita berdoa supaya dijauhkan dari hal-hal dan jin yang jahat." Satya mengajak mereka untuk beroda. Namun, Gibran hanya diam dengan cengengesan tidak ikut berdoa.
Gibran masih senyum-senyum sendiri saat dilihat orangtuanya. Orangtuanya sangat ketakutan sehingga membuat Gibran merasa puas.
"Hahaha ...." Gibran tertawa dan membuat kedua orangtuanya ketakutan.
"Kamu kerasukan kunti, Sayang?" tanya Ranti dengan perasaan takut hingga membuat dia harus memejamkan matanya.
"Enggak, Bun. Sebenarnya tadi Gibran buang gas, Bun hehe." Gibran tersenyum polos seperti orang tidak punya dosa sama sekali.
"Apa? Jadi semua ini bau kentut kamu?" Ranti berteriak dengan kesal dan mencubit tubuh Gibran yang berhasil dia gapai.
"Hehe ...." Gibran meringis saat rasa perih menjalar dari cubitan Ranti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Vanni Maulida
keluarga somplak
2022-02-05
1
Nitha Nya Oedin
🤭🤣🤣🤣🤣🤣
2022-01-06
1
Aqiyu
keluarga ini benar-benar ya....
🤣
2021-09-06
1