Dalam keheningan yang dipecahkan oleh gemuruh petir, Vixeon terbangun di tengah panas membara dan bau asap yang menusuk hidungnya. Lingkungan yang gelap dan ruang sempit membuatnya merasa terjebak di dalam sebuah kekacauan yang tak dikenal.
Api menyala di sekitarnya, memunculkan bayangan aneh di antara retak-retak struktur pesawat yang rusak. Getaran yang terus menerus membuatnya merasa seperti melayang di atas dunia yang terbalut kekacauan, tanpa kejelasan tentang dimana atau bagaimana dia bisa berada di tempat ini.
Dalam kegelapan yang menyelimuti, Vixeon mencoba memahami keadaan darurat ini, menyadari bahwa setiap detik semakin mempertajam misteri yang melingkupinya di dalam ruang sempit dan panas itu.
Dalam kekacauan yang membara, Vixeon terus bertanya-tanya, "Aku berada di mana?" sementara api menyala di sekitarnya dan langit-langit pesawat kargo yang retak menambahkan aura misterius pada situasi yang tak pasti.
Seketika itu juga, Vixeon merasakan sentuhan kenangan yang terpicu oleh kekacauan di sekitarnya. Ingatannya berputar, menyibak lapisan-lapisan memori yang selama ini terkunci, seolah-olah api dan petir di langit membuka pintu masa lalu yang tersembunyi.
"Ingatan ini lagi?" kepala Vixeon sedikit pusing.
Dalam kebingungan, Vixeon mencoba merangkai ingatan yang muncul, mencari petunjuk di tengah api yang membara dan petir yang menyambar di langit tak bertepi pesawat kargo itu.
Langit yang terbakar dan gemuruh petir menciptakan panggung dramatis bagi Vixeon yang tiba-tiba tersadar di dalam pesawat kargo yang terbakar. Kepalanya terasa pusing, dan kebingungan melanda saat ia menyadari bahwa tangan kirinya telah lenyap, digantikan oleh buntung yang sekarang bermandikan darah.
Di antara gejolak api dan suara badai, ingatannya terpicu, membawa bersama cerita yang belum terungkap di balik kegelapan yang menghampar nya.
Mata Vixeon meluncur ke pintu kargo yang terbuka lebar, menghadirkan pemandangan kehancuran dan langit yang mendung. Di tengah-tengah keadaan ini, pertanyaan besar pun melayang dalam benaknya: Bagaimana dia bisa berakhir di sini, di atas pesawat kargo yang terbakar?
"Nate, Nate." suara itu berkumandang, merobek hening di dalam pesawat yang retak dan terbakar.
Vixeon yang merasa seperti mengenal nama itu, ia menoleh ke belakang ke arah sumber suara.
Dari bayangan kabut yang bergelombang seperti asap, muncullah sosok yang mengenakan topeng misterius, saber berkilauan di tangannya. "N ... Waktu kita bertemu kembali." Suaranya merayap seperti angin, menciptakan aura misterius di antara kabut yang menyelubungi pesawat yang terus terbang.
"S ... Bagaimana kau bisa memiliki Saber di tanganmu?" Vixeon dibuat syok.
Sosok misterius itu tersenyum misterius di balik topengnya, "Pertanyaan yang tepat, Vixeon. Jawabannya akan terkuak seiring waktu. Kini, kita punya urusan yang belum selesai." Saber nya berkilau, siap untuk pertarungan yang baru saja dimulai.
"P ... Pertarungan? Apa maksud mu? Itu tangan ku!" nafas Vixeon terengah-engah seperti sekarat.
"Maka itu, kau akan tetap ku kendalikan!" Sosok itu mendorong Vixeon dari pintu kargo dan membuatnya terjatuh dari pesawat.
Vixeon terdorong ke luar dari pintu kargo, tubuhnya jatuh bebas melalui angkasa. Suara angin melolong di telinganya sementara petir memecah langit.
Dalam keheningan yang terputus-putus oleh dentuman petir, Vixeon merasakan dirinya terjatuh bebas dari ketinggian. Api menyala di sekitar pesawat kargo yang hancur itu, menciptakan bayangan menyala di sekelilingnya. Angin berdentum mengoyak kepalanya yang terhuyung-huyung. Darah dari tangannya yang buntung terbang di udara, menambah dramatis suasana yang tercipta.
Seiring tubuhnya menyelam ke dalam kegelapan, Vixeon mencoba meresapi setiap kepingan kenangan yang berusaha terpanggil di otaknya. Saber, pesawat, dan ingatan-ingatan yang terkoyak-koyak menghantamnya seperti gelombang emosi yang membingungkan.
Mata Vixeon terbuka tiba-tiba, mengakhiri teror mimpi buruknya. Hembusan angin malam menyapu wajahnya, dan langit malam yang sejuk memberikan kontras dengan ketegangan dalam mimpinya. Ia duduk dengan cepat, masih terengah-engah dari sensasi terjatuh yang tadi terasa nyata.
Pandangannya merayap ke sekitarnya, mencoba memahami di mana ia berada. Langit bintang menyinari pemandangan yang tak dikenal. Mimpi itu masih membekas di benaknya, dan rasa tidak pasti menyelimuti pikirannya. Apakah itu hanya mimpi, ataukah itu lebih dari sekadar bayangan dalam tidurnya? Vixeon mencoba mengumpulkan akal sehatnya, meraba-raba ingatan dan kenyataan di tengah keheningan malam.
Vixeon memperhatikan Hatari yang dengan cermat mengobati Zara yang terluka. Suasana tenang di ruangan itu menciptakan kontras dengan kekacauan yang baru saja Vixeon alami dalam mimpinya. Hatari terlihat fokus dan terampil dalam menangani luka Zara, sementara Zara menahan ekspresi rasa sakitnya.
Pemandangan ini membuat Vixeon mengalihkan perhatiannya dari mimpinya yang misterius. Ia mencoba menyusun kembali pikirannya, memisahkan antara dunia nyata dan imajinasinya yang masih terasa membekas. Seiring Hatari menyelesaikan perawatan, Vixeon merasa adem melihat kehangatan persahabatan di antara mereka bertiga.
Vixeon menatap Zara dengan serius, "Bagaimana dia terluka?"
Hatari menghela nafas, "Ketika Zara mencoba melepas tanganmu yang melawan, tiba-tiba tangannya berubah menjadi pedang dan melukainya. Tapi jangan khawatir, aku akan merawatnya sebaik mungkin."
Vixeon merasa bertanggung jawab, tetapi juga bersyukur bahwa Hatari dan Zara baik-baik saja. "Aku minta maaf, Hatari. Aku tidak bermaksud..."
Hatari mengangguk, "Ini bukan kesalahanmu. Tapi sekarang, kita harus fokus pada Zara dan rencana kita selanjutnya."
Vixeon merasa kebingungan saat menyadari tangan kirinya yang sebelumnya berupa Saber telah dilepas. Matanya memandang ke tempat tangan itu seharusnya berada, namun kini hanya tersisa luka buntung. Rasa takjub dan kehilangan menyelinap dalam dirinya, seolah-olah sepotong dirinya telah dicabut bersama dengan Saber yang kini berada di tempat yang tak dikenal.
Vixeon beranjak dari ranjang, ia melangkah mendekati Zara, yang tengah mendapat perawatan dari Hatari.
Matanya penuh kekhawatiran melihat luka Zara, dan tatapannya menunjukkan rasa penyesalan atas situasi yang terjadi.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi, sungguh." ucap Vixeon dengan nada prihatin kepada Zara, mencoba memahami keadaan yang kini sedang melanda.
Zara tersenyum lemah, memberikan isyarat pemahaman atas kejadian sebelumnya.
"Jangan khawatir, Vixeon. Ini adalah risiko dari dunia tempat kita hidup. Saya baik-baik saja," ujar Zara dengan ketenangan yang mencerminkan kedalaman pengalamannya dalam dunia yang keras ini.
Vixeon memandang Zara dengan mata penuh tanda tanya. "Zara, tolong beri saya penjelasan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan saya dan mengapa Saber ku dilepas?"
Zara tersenyum, mencoba meredakan kebingungan Vixeon. "Sebenarnya, Saber itu belum sepenuhnya dapat dikontrol sesuai yang kamu inginkan. Aku masih belum memiliki chip untuk menetralisir Saber itu agar dapat dikontrol sepenuhnya."
Vixeon mengangguk paham, merenung sejenak. "Jadi, aku masih belum bisa sepenuhnya mengendalikan Saber ini tanpa risiko yang besar, ya?"
Zara mengangguk, "Iya, tapi kita akan mencari cara untuk meningkatkan kontrol Saber tanpa harus mengorbankan keamanan kita."
"Dengan mencari chip penetralisir yang kau maksud?" Vixeon menebak.
Zara tersenyum, "Tepat. Aku punya beberapa informasi terkait lokasi pengembangan chip tersebut. Kita bisa mencarinya bersama-sama."
Vixeon mengangguk, "Baik, mari kita kerjakan ini bersama. Aku tidak ingin kejadian tadi terulang."
Mereka bertiga kemudian bersiap untuk menjalani petualangan baru, bersama-sama menghadapi tantangan demi mengendalikan Saber dan meningkatkan keamanan serta kekuatan Vixeon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments