Di rumah Eno gelap gulita , banyak zombie yang berkeliaran langsung menyingkir saat mobil ayah memasuki pekarangan. Ayah dan Lukman turun, tak lupa senter di kepala terpasang, juga senter saku di tangan. Bohlam lampu di teras pecah berserakan di lantai, setelah di periksa ternyata sekring listrik ada yang meng-klik, tidak berapa lama lampu menyala terang setelah sekring di kembalikan Lukman ke posisi ON. Dini dan Eno keluar, Dini langsung memeluk ayahnya, kemudian ayah langsung mengajak mereka pergi.
" Ayah kemana aja, kata Dina ayah ga ada kabar..." tanya Dini.
" Ayah terjebak di pasar, tiba-tiba pasar kacau balau. Dagangan Ayah habis di acak-acak Zombie, daging sapi dan daging ayam ludes di makan mentah-mentah oleh mereka. Ayah langsung ingat film yang kita tonton minggu lalu" jawab ayah.
" Train To Busan" kata Dini, ayah mengangguk.
" Zombie nya ada yang pintar Yah, salah satunya mecahin lampu teras, terus mematikan sekring listrik"
" Itu Zombie Rina, dia emang cerdas dari kecil" Balas Eno.
" Teman kami di sekolah Yah" jelas Dini saat alis ayahnya berkerut bingung.
Saat melalui pagar rumah, Eno dan Dini menatap ke arah tubuh Yoga yang tadinya berada di sana. Sudah tidak berbekas, kecuali sedikit bekas darahnya yang menempel.
Ayah melajukan mobilnya tidak terlalu cepat, agar tidak menabrak Zombie yang berkeliaran di jalan yang mencoba menghindari cahaya mobilnya.
" Jadi,,,, sepertinya Zombie ini tergantung dengan dirinya sewaktu hidup" ayah manggut-manggut mencoba mempelajari informasi yang baru beliau dapatkan.
"Di pasar, Ayah juga bertemu dengan Zombie yang larinya cepat, ada juga yang lambat malah tertatih- tatih" lanjut beliau.
" Sepertinya juga tergantung kecerdasan otak sebelum dia berubah" Tambah Lukman.
Ayah ingin bertanya tapi mendadak beliau menginjak rem, hampir menabrak motor yang melintas tanpa lampu sorot , Zombie-Zombie yang mengejar motor itu pun menghindar terkena lampu sorot mobil ayah. Kemudian mobil mereka berbelok ke arah motor tadi melintas.
" Tadi seperti Diky " bisik Eno.
" Kayaknya" balas Dini juga sambil berbisik.
Tidak berapa lama mereka sudah sampai di tujuan. Rumah si kembar terbebas dari kawasan Zombie, mungkin karena tanaman ibu. Wewangian bunga, Zombie nya kan alergi parfum kata ayah.
Mereka masuk ke rumah, dengan suka cita di sambut Dina dan ibu. Kemudian saling berkenalan satu sama lain.
" Ini kak Erick bukan ?" tanya Eno kaget.
" Kok tau" kata Dina mengernyitkan keningnya.
" Siswa pertukaran pelajar di sekolah kita" jawab Eno sumringah.
" Kok aku gak tau" tanya si kembar bareng.
" Huuu mainnya sih di perpus mulu " ledek Eno.
Mereka duduk bergerombol di ruang tamu, si kembar berpelukan di kiri dan kanan ibu dengan kepala nyender di bahu ibu.Eno rebahan di pangkuan Dina. Ayah dan Erick berdiri di depan jendela memantau keadaan di luar. Sesekali Erick melirik ke arah Bobi yang duduk menyendiri di ujung ruangan yang gelap .
Ayah juga melihatnya kemudian menyorotkan senter ke arah Bobi yang langsung mengangkat tangan nya menutupi mata karena kesilauan.
"Kalau dia berubah pasti sudah kabur menghindari cahaya" ujar ayah memberitahu Erick sembari menyimpan senter ke dalam kantong celana.
Pandangan Erick jadi waspada melihat keributan di luar, tidak segan dia menggamit tangan ayah dan menunjuk keluar.
Terlihat seorang pemuda yang di kejar Zombie bergegas masuk ke dalam halaman rumah dan terjerembab, Zombie yang mengejar nya menghentikan langkah, kemudian kembali ke tempat teman pemuda itu yang tidak berhasil lolos, dan ikutan mengeroyok teman pemuda tersebut.
" oh shiiitt" teriak pemuda itu melihat temannya tumbang dan menjadi santapan Zombie.
Erick langsung membuka pintu dan memanggil pemuda tersebut.
"Diky!!"
Diky pun bergegas bangkit lalu masuk ke rumah langsung terduduk lunglai,kelelahan.
" Diky, apa yang terjadi, di mana ibu Kamu " tanya Dina, menghampiri Diky.
" Ga tau, beliau sudah ga ada di rumah, udah di cari-cari ga ketemu, kalo Gue ga ketemu sama ka Rian, udah abis gue jadi santapan zombie " ujar Diky ngos-ngosan.
"Rian ketua osis,,?" tanya Eno bangkit berdiri menuju jendela.
" Tadinya,,,," kata Erick menunjuk sisa-sisa yang masih tertinggal dari diri Rian, Eno menutup mulutnya yang ternganga kaget dengan tangan.
" Mereka benar-benar kanibal" sambung Diky.
" Jempol Gue jadi hilang " Diky mengacungkan jempol kirinya yang buntung. Sontak yang ada diruangan itu kaget.
" Udah mulai kering di siram alkohol" lanjut Diky.
" Ga harus makan coklat?? " tanya Dini.
" Lo kan tau Gue ga suka " jawab Diky.
Sontak mereka langsung memandang Bobi yang terlihat pucat di kegelapan ruangan, Bobi yang mencoba membuka bungkusan coklatnya yang terakhir dan menyantapnya dengan rakus, bahkan menjilati sisa coklat di bungkus nya.
Ayah menghampiri dan duduk di sampingnya sambil di tonton oleh anak-anak dan temannya.
" Bagaiman keadaan mu Bob.." tanya Ayah.
" Haus" jawabnya berat, ayah memberi kode pada Dina untuk mengambil air minum yang di sambut Bobi kemudian di minumnya dengan rakus.
" Apakah tadi coklat terakhir " tanya Ayah, Bobi mengangguk.
"Apakah ada perubahan " tanya Ayah lagi.
" Entahlah, Saya rasanya lapar terus. Kayaknya semakin banyak membutuhkan coklat, kalau tidak Saya merasa pusing dan lapar juga haus" jawabnya seperti orang teler.
Diky bingung, dan bertanya pada Dina, kemudian di jelaskan cewek itu dengan ringkas.
" Kok Gue enggak" tanya Diky bingung.
" Itu juga jadi pertanyaanku" ujar Erick yang disambut anggukan oleh semua.
" Sebenarnya yang di gigit ujung jempol doang yang kena, tapi kemudian di potong oleh Rian segini" Diky mengacungkan lagi jempolnya yang buntung. si kembar dan Eno mengernyit ngeri.
" Apa tidak apa-apa?" tanya Ayah.
" Awalnya Rian memotongnya cuma sedikit dan ga terasa sakit, darahnya juga beku. Tapi setelah di potong sebijian jari,,,beuh sakitnya luar biasa " cerita Diky.
" Berarti tu tangan harus di potong buntung" kata Dini kepada Bobi yang menatapnya ngeri.
Ayah melihat jam tangannya, baru jam 2 dini hari, ada sedikit kekhawatiran di matanya.
" Sebaiknya sekarang saja kita ke rumah sakit" kata ayah pada Bobi.
" Nunggu pagi kelamaan ,sekalian kita mencari coklat"
" Yah, Dini ikut" pintanya.
" Kamu di sini saja sama ibu( ibu tertidur nyenyak), Erick tolong jagain mereka (Erick mengangguk), Lukman dan Udi temenin bapak, kita ke rumah sakit" mereka yang di maksud Ayah mengangguk dan mempersiapkan diri.
" Saya ikut pak" kata Diky mengacungkan jarinya.
"Saya masih harus mencari ibu Saya"
Lengan dan kaki mereka di balut kardus yang di tempel dengan paku tembak, Lukman membawa tongkat besar panjang, hasil dapat di dapur. Bobi berjalan tertatih-tatih kemudian di papah oleh Udi, Diky membawa parfum, juga obat nyamuk semprot yang tersimpan di ranselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments