3 hari 2 malam, perjalanan yang mereka tempuh, akhirnya fery yang mereka tumpangi berlabuh di pelabuhan Trisakti Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan di pagi yang cerah itu.
Area pelabuhan penuh dengan tenda pengungsi, tapi tidak terlihat penghuninya seorang pun. Area depan seperti tempat karantina hancur berantakan, ranjang, selimut, makanan dan minuman berserakan. Beberapa tenda robek dan darah di mana mana.
Penumpang kapal masing-masing mulai menurunkan mobilnya dari kapal, total ada selusin mobil termasuk mobil si kembar, orang tua Surya, dan mobil ambulans yang di kendarai Diky.
Ayah dan Lukman turun dari mobil memeriksa keadaan, Erick menyusul dan memeriksa tenda terdekat. Mobil yang lain terlihat bergerak menjauh, ingin cepat-cepat sampai ke tujuan mereka. Ayah Surya sibuk menghubungi anaknya yang tidak kunjung mengangkat panggilan ayahnya itu.
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari kejauhan yang mulai mendekati tempat mereka, tampak seorang pemuda mengendarai motor trail melambai kearah mereka.
Ibu Surya turun dari mobil dan menghampiri anaknya sembari memeluk haru putra semata wayangnya itu di susul sang Ayah.
"Ponsel Surya hilang Yah" ujar Surya ketika melihat ayahnya memegang ponsel.
"Pantesan" sahut ayahnya menepuk-nepuk bahu anaknya, terlihat lega melihat sang anak baik-baik saja.
Kemudian ayah si kembar dan Lukman menghampiri mereka sambil membawa sekardus air mineral, setelah saling berkenalan, mereka berencana mengikuti Surya ke Barito Hulu, ke pabrik karet yang menurut Surya aman dari Zombie karena baunya.
Motor Surya di naikkan kebelakang mobil ayah si kembar, Surya mengambil alih kemudi ayahnya agar ayahnya itu bisa beristirahat. Mobil mereka memimpin di depan.
Jalanan begitu sepi, rumah-rumah yang mereka lalui porak poranda, begitu juga mall. Kemudian Surya membelokkan mobilnya ke pom bensin dan menyuruh yang lain mengisi penuh tanki mobil, sementara tanki motornya sudah terisi penuh.
Diky menghampiri Surya yang duduk didepan toilet.
"Kenapa kota ini sepi" tanya Diky.
"Banyak yang ga selamat kan,,walaupun ada yang selamat, mereka lebih memilih pergi ke tempat aman. Kemarin sore, di pelabuhan tadi berlabuh Fery yang berisi penuh dengan Zombie. Tenda pengungsi hancur, kacau.
"Kemana semua pengungsi itu?" Tanya Ayah yang ikutan mendengarkan pembicaraan mereka.
"Kebanyakan dari mereka berubah dan kami menombak kepala mereka kemudian membakarnya, itu efektif" jelas Surya.
Kemudian mendadak cuaca mendung, sinar matahari tertutupi awan. Dengan cepat ayah sikembar menuju mobil dan menyalakan lampu sorot, kemudian mengarahkannya ke dalam minimarket di samping mushala pom dan mengajak semuanya masuk ke dalam.
Di bawah pohon yang rimbun di depan pom, ada sesuatu yang bergerak pelan, sesuatu itu seperti kayu yang bertumpuk, lalu keluar 3 sosok manusia yang bergerak janggal, semakin lama mahkluk itu semakin bertambah di jalan raya, ada yang keluar dari dalam rumah, ada yang keluar dari gorong-gorong.
" Aku mengira itu tadi tumpukan kayu" celetuk Dini, memandang ke arah 3 sosok yang bergerak keluar dari pohon di halaman pom.
" Aku lapar, bolehkah aku makan roti ini" tanya Diky.
Semua memandang kearahnya dan sadar mereka juga kelaparan, karena dari tadi malam belum makan, oleh karena bekal yang mereka bawa sudah habis.
Tanpa menunggu persetujuan mereka, masing-masing memakan roti dan apapun yang ada disitu.
Semua makanan yang ada disitu, mereka bawa kedalam mobil untuk persediaan.
Tidak berapa lama hujan pun turun dengan derasnya, cahaya dunia mulai gelap oleh gemuruh hujan lebat, sesekali terlihat kilat menyambar, mengagetkan para Zombie, di susul suara gemuruh petir yang membuat Eno terpekik.
Setelah lama menunggu akhirnya hujan mereda, mendung mulai menyingkir, kemudian matahari mulai menampakkan sinarnya. Mereka memutuskan kembali melanjutkan perjalanan.
" Ya ampun,, siapa nih yang kentut" ujar Dini setelah setengah jam perjalanan kemudian, menutup hidung dengan tangannya.
" Iya euy, bau banget. Ayah nih" tuduh Dina.
" Mana ada" protes ayah.
Alhasil semua penumpang membuka kaca jendela dan mengeluarkan muka mencari udara segar, tapi yang dicari tidak ada, malah memperburuk aromanya semakin kental. Dina mencoba menahan napas akhirnya terbatuk-batuk, kemudian menutup kembali kaca jendela.
" Baunya berkurang" ucapnya.
" Ayah ketabrak tai mungkin" tebak Dina
Bobi dan Udi dari tadi menutup hidungnya dengan kaos baju dibadan.
Mobil Surya memasuki pabrik karet, diiringi yang lainnya dan bau yang mereka ributkan semakin tajam, membuat mereka mual ingin muntah.
Pabrik itu sederhana, bangunan tingkat 3 tanpa dinding yang didalamnya penuh dengan jemuran karet yang siap diolah. Karet ini lah yang menciptakan bau tidak sedap sampai bermeter-meter jauhnya. Pantesan Surya bilang pabrik ini aman dari Zombie, baunya itu lo. Seandainya tidak ada teror Zombi, ogah deh dekat-dekat sini, pikir Eno.
Orang-orang disekitar tidak ada yang terpengaruh dengan aromanya, malahan ada yang makan. Mungkin karena sudah terbiasa, beda dengan yang baru datang. Akan merasakan jijik, sekarangpun Bobi mulai muntah-muntah diujung gerbang masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments