Usaha

Wajahnya yang tegang terlihat berusaha tenang saat mendapati pemuda itu sudah berdiri di ujung pembatas atap. 

Erika dengan susu kotak rasa strawberry di tangan mulai membuka payungnya lalu berjalan lebih dekat. 

"A-apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil meremas kemasan susu UHT di tangan. 

Pria yang masih berdiri di pembatas beton itu diam saja. Membiarkan hujan mengguyur tubuhnya yang perih karena luka hati dan fisik.

"Selama ini, Kau tidak pernah mengabaikan susu kemasan yang ada di bawah laci mu. Tapi hari ini, dia tidak kau sentuh sama sekali?" 

Dean menoleh ke arah perempuan gemuk yang berada di bawahnya. Erika berusaha tersenyum tenang. Menunjukan jawaban tentang pertanyaan hatinya perihal susu bertuliskan maaf serta kata-kata penyemangat yang setiap pagi ada di laci mejanya. Ya itu dari dia, misteri pum terjawab.

"Dunia terlalu indah untuk di tinggal—" tuturnya canggung. 

"Itu menurutmu," sahut Dean datar sebelum kembali menatap langit gelap di hadapannya.

"Tidak, dunia memang sangat indah jika kau mau bersyukur." 

"Jika hidupku sepertimu memang wajib untuk bersyukur. Namun jika seperti ku, apa yang perlu disyukuri?" 

"Nafas yang masih berhembus, jantung yang masih berdetak, dan tubuh yang masih bisa bergerak normal. Keseluruhan itu adalah hal yang harus di syukuri dalam hidupmu walau kau sedang tak punya apa-apa. Karena dengan itu kau jadi bisa bergerak maju untuk menjadi lebih baik dari hari ini." 

Dean termenung, haruskan ia kembali bertahan dalam situasi menyedihkan seperti ini? Berkata motivasi mungkin akan lebih mudah ketimbang menjalani hidup seperti apa yang ia jalani. 

"Memangnya, kalau kau sampai meninggalkan dunia ini. Teman-teman yang melukaimu akan merasa bersalah? Mereka pasti akan merasa menang dan melupakanmu. Habis itu mencari korban selanjutnya." 

Benar… pikiran pria itu mulai terbuka. Ia pun melirik ke arah kaki sebelah kanannya. Satu kotak susu rasa strawberry di letakan di sana. 

"Mengucapkan maaf dengan susu memang tidak merubah keadaan. Tapi setidaknya Kau tahu kalau tak semua orang disini merundungmu. Kau harus tetap hidup dan jadilah orang sukses yang melebihi mereka." 

Erika meletakan payung di bawah setelahnya berlari sampai ke pintu atap. Kedua mata Dean mengikuti arah perginya gadis itu. 

Memang, selama ini hanya gadis gemuk itu yang berusaha untuk melarang teman-temannya untuk berbuat kasar pada anak-anak yang mereka benci. 

Namun, apa yang ia lakukan tak berpengaruh sama sekali. Karena yang teman-temannya mau adalah kepuasan menyiksa dirinya, tidak peduli dampak yang akan terjadi jika tubuh Dean benar-benar tak bernyawa lagi.

"Pakai payungnya, dan turunlah. Jangan hujan-hujanan. Kau bisa sakit, kalau sakit orang tuamu pasti akan sedih. Maafkan semua orang yang menyakitimu. Dan percayalah pasti masih ada orang yang peduli dengan mu. Semangat!" Seru gadis itu sebelum kembali masuk. 

Pintu atap pun kembali tertutup. Dean tersenyum tipis kembali mengarahkan pandangannya pada susu UHT yang basah terguyur hujan. Setelah itu turun dengan hati-hati. Duduk disebelah payung warna pink milik gadis gemuk itu.

Tangannya yang basah mengusap benda berbahan parasut di sebelahnya sambil menyedot susu yang diberikan Erika. 

"Terima kasih, kau benar-benar seperti mentari kehidupan." 

Dengan sudut bibir yang lebam pria itu menyunggingkan senyum. Setelah hari ini ia masih bisa bertahan selama dua bulan. Sebelum akhirnya memutuskan untuk merelakan beasiswanya dan kembali ke sekolah negeri. Karena baginya, jika ingin tetap hidup tentunya ia harus menjauh dari orang-orang yang tak menghargai nyawanya.

Flashback off.

Tok… tok… 

Lamunannya cerai berai. Pria itu menoleh kebelakang. 

"Dok, sudah waktunya untuk visit." 

"Baiklah—" Dean meraih jas dokternya lalu memakaikan di tubuhnya yang atletis itu. 

Seperti usaha yang kau tunjukan padaku, akupun akan berusaha semampuku untuk membuatmu kembali bersinar… Mentari.

Langkah panjangnya mulai mengikis jarak dengan dua perawat yang sudah menantinya bersama buku rekam medis di tangan. Mereka mulai berjalan menuju bangsal pasien sambil berbincang perihal kondisi mereka. 

***

Di tempat kerja, entah sudah berapa kali ia mengabaikan panggilan Erika. Rasanya benar-benar tidak peduli dengan apapun yang akan terjadi pada perempuan berstatus istrinya itu. 

Sementara itu di rumah sakit, Erika duduk menyandar, pupilnya condong ke bawah, menekuri layar ponsel yang masih berusaha untuk menghubungi suaminya. 

Melihat tulisan berdering itu berubah menjadi angka digital. Erika melebarkan senyum buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga. 

"Sa-say?" 

"Tidak bisakah kau banting saja ponselmu daripada terus mengganggu pekerjaanku?!" Sergahnya dari seberang panggilan. 

"Ma-maafkan aku." 

Helaan nafas kasar terdengar dari posisi Elvan. "apa yang kau inginkan?" 

"Itu. Sejak kemarin Kau tidak datang?" 

"Memang kenapa kalau aku tidak datang, hah! Apa kau sedang mengharapkan aku merawatmu di sana? Yang benar saja!" 

"Tidak, bukan seperti itu. Tapi, jujur aku rindu ingin melihatmu, Elvan." 

"Memuakkan sekali—" jawabnya membuat kristal bening semakin tertampung di pelupuk matanya. "Sudahlah tidak usah berlebihan. Aku tidak ingin mendengar ocehan sampahmu. Dan jangan pernah berharap aku akan datang membesuk. Karena apapun yang terjadi, aku tidak peduli. Kau paham, 'kan? Jadi jangan menelponku lagi!" 

Tut… tut.. tut… 

Panggilan telepon di putus. Erika menurunkan tangannya pelan. Matanya yang menganak sungai mulai meluruhkan bulir beningnya ke pipi. 

Aku yakin, kau tidak benar-benar tak peduli. Kau pasti akan datang menjengukku…

Erika masih saja mengharapkan kedatangan Elvan walau sampai tiba di hari kepulangannya. Ia hanya bilang kepada orangtua dia dan Elvan kalau laki-laki itu tidak bisa turut menjemputnya ketika keluar dari rumah sakit. 

Satu bulan setelah masa pemulihan. Erika sudah siap untuk memulai dietnya. Ia menikmati makanan diet sesuai aturan penyajian yang diberikan dokter khusus. Tak hanya menjaga pola makan, Erika juga berusaha untuk olahraga. 

Tak jarang ia mengatur pertemuan dengan Dean di salah satu tempat gym atau mungkin di area olahraga lainnya. Untuk melakukan aktifitas fisik bersama.

Sudah dua bulan berjalan, Erika menimbang tubuhnya. Wajahnya yang antusias kembali meredup. 

"Kenapa sepertinya tidak ada perubahan?" 

Kembali turun dari pijakan. Ia pun duduk di atas ranjang. Perutnya terasa lapar yang benar-benar lapar.

"Aku ingin makan cheese tart!" 

Menggigit ujung kukunya sendiri sambil melirik ke arah ponsel yang tergeletak. Hatinya bimbang, ingin memesan atau tidak. Tapi hormonnya sedang memaksa untuk makan, makanan manis.

"Aku hanya akan makan sedikit, Dean bilang boleh tapi cuma dua sendok kecil saja. Pun itu tidak boleh sering-sering. Aku kan sudah satu bulan tidak makan makanan manis. Hormonku sedang butuh itu."

Erika pun akhirnya memesan kuenya. Tak lama, pesanannya datang. Erika duduk di hadapan kue manis tersebut. 

"Hanya dua sendok saja–" tangannya mulai mengambil potongan besar. Erika membohongi diri sendiri. Ia pun mulai melahapnya. 

"Hemmmmm… Enaaaak!" 

Bukannya berhenti setelah dua sendok, ia justru terus memakannya sampai satu loyang kue berukuran 18 cm itu habis dilahapnya. 

"Astaga!" Sendok di tangan terjatuh. Erika pun menyesal telah menghabisi semuanya. 

… 

Di depan Dean, wanita itu menangis, ia benar-benar ingin menyerah dengan dietnya. Karena seperti tidak mengeluarkan hasil yang sesuai harapannya. 

"Namanya masih dua bulan, tidak mungkin kau langsung langsing. Lagi pula, jangan Kau berfokus pada timbangan. Itu akan membuatmu down." 

"Tapi bagaimana? Aku benar-benar tidak bisa kontrol makanan. Semakin aku kurangi makan dan olahraga, nafsu makanku justru semakin tak terkendali."

Memang untuk ukuran tubuhnya bersama dengan kebiasaan makan banyak pasti akan membuat lambungnya lebih besar. Yang tidak akan merasa cukup jika hanya di isi sedikit makanan.

Dean terdiam sejenak, nampak berpikir. Tak lama ia mulai ingat dengan metode penurunan berat badan dengan cara operasi bariatrik. 

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Haahhh,,sumpah g tega lihat Erika selalu di rundung tspi juga kesel lihat Erika g menghargai dirinya sendiri

2024-01-25

1

Mrs. Ren AW

Mrs. Ren AW

gemes banget sama si erika, tinggalin aja suami kyak gitu

2024-01-19

1

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

bisa menjadi mentari buat hidup orang lain tapi tak bisa jd pelagi buat hidupy sendiri.... miris sekali kisahmu nak.....

2024-01-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!