Sedikit perubahan.

Braaaaaak! 

Erika terkejut bukan kepalang tatkala Elvan tiba-tiba melempar barang ke arahnya saat baru saja pulang. Wajahnya merah padam mengandung amarah, seolah ingin menghabisinya. 

"Puas kau, hah?! Puas sudah mempermalukan aku di depan semua orang?"

Tubuhnya membeku di tempat, dalam hati bingung. Memang apa kesalahannya? Dia bahkan datang atas undangannya sendiri.

"Tidak tahu malu! Bisa-bisanya datang ke suatu acara yang bahkan Kau sendiri pun tidak di undang! Apa seperti ini caramu menunjukan ke semua orang, kalau kau adalag istri buruk rupa seorang Elvan? Tidak cukupkah, menghancurkan hidupku. Ingin juga merusak nama baik ku di depan teman-teman ku?" 

Braaaaak…. Elvan memukul semua benda-benda yang ada di atas meja rias. Hingga semua berhamburan ke lantai.

"S–suamiku, apa salahku. Bukankah, kau yang memintaku datang?" Kedua kaki Erika gemetar.

"Aku memintamu datang? Kau pikir aku sudah gila?" 

Erika menutup matanya saat teriakan itu melengking di dekat wajahnya. 

"Kau pikir aku sudi membawamu ke acara teman-teman ku. Itu sama saja mempermalukan diri sendiri! Dasar brengsek!" 

Kedua matanya mulai menganak sungai. Karena seumur-umur ia tidak pernah di maki-maki seperti ini.

"Ku peringatkan padamu. Berhentilah menganggap kalau aku ini benar-benar suamimu. Jangan ikuti kegiatanku apapun alasannya, aku itu malu memiliki istri seperti dirimu!" 

"Maafkan aku, Elvan. Aku sudah membuat hidupmu sulit." 

"Cih!" Elvan menyambar jaketnya hendak pergi lagi. 

"Apa karena aku gemuk, aku jadi tidak pantas bersanding denganmu, Elvan?" 

Pria itu menghentikan langkahnya sebelum mendekati pintu. Kepalanya sedikit menoleh. 

"Sejak kapan kau gunakan otakmu itu untuk peka dan sadar, kalau itu yang ku rasakan." 

"Apa seburuk itu, wanita yang bertubuh gemuk?" 

"Menurutmu?"

Bulir-bulir bening berjatuhan. Erika bergeming di tempatnya. 

"Kau sudah sadar kan, jadi bisakah kau melepaskan ku?" Tanya Elvan.

Erika menggeleng pelang. "Aku mohon, berikan aku kesempatan untuk membuatmu cinta padaku Elvan." 

Elvan tak menjawab, selain kembali melangkahkan kakinya.

"Apakah kalau aku langsing, Kau akan mencintaiku?" Seru Erika hingga pria itu kembali menghentikan  langkahnya.

Elvan tersenyum sinis. Langsing ataupun tidak kau akan tetap buruk rupa di mataku. Menjawab dalam hati sebelum kembali melangkah, membuka pintu, dan keluar dari kamar itu.

"Hiks."

Kristal bening seketika luruh ke pipi. Erika menangis tersedu-sedu. Andai tubuhnya tidak sebesar ini, pasti Elvan akan mencintainya. Seperti Veni yang dicintai Elvan.

***

Hari ini ia bercermin merenungkan tubuh yang terlihat semakin melebar saja. Haruskah, ia memulai untuk menurunkan berat badan? 

Tapi, dulu saat remaja ia pernah mencobanya berkali-kali. Dan tidak pernah berhasil, malah membuatnya harus rawat inap di rumah sakit. 

Lantas bagaimana sekarang, ia juga sangat ingin berpenampilan menarik seperti orang-orang. 

Sepanjang hari dirinya murung, ia bahkan melewati sarapan paginya hati ini. Sekretaris Wina melihat wajah pucat tak bergairah di kursi belakang. 

"Anda baik-baik saja, Nyonya." 

"Aku baik-baik saja," jawabnya lesu tanpa meliriknya sama sekali. Tubuhnya lemas karena hampir melewati jam makan siang juga. 

"Emmm, apa kita harus ke restoran dulu." 

"Tidak perlu, langsung ke kantor saja." 

"Tapi, Nyonya. Anda belum makan—" 

"KU BILANG LANGSUNG KE KANTOR!"  hentaknya membuat Sekretaris Wina terperanjat kaget.

"Ba— baik, Nyonya." Wina kembali menghadap depan. Ada apa dengan Bu Erika. Sepertinya mood dia sedang tidak baik. Tak biasa-biasanya. 

Erika menghela nafas. Rasa lapar dan ambisi untuk langsing ini benar-benar membuatnya stress. 

Di kantor… 

"Selamat siang, Bu Erika—" Seorang karyawan HRD memasuki ruangannya dengan sopan. 

Wanita itu ingat, dia adalah salah satu yang mengabaikannya semalam, bahkan menjulukinya sebagai drum sampah. 

"Hari ini saya bawakan bingkisan dari saudara yang baru pulang dari Bali. Tolong di nikmati." 

Meletakan lima box Pie susu kesukaannya. Erika melirik kearah makanan itu, lalu menatap laki-laki di depannya dengan malas.

"Begini, Bu. Saya ingin cerita sedikit, kebetulan ibu saya sedang sakit dan saya sedang bingung ingin mendapatkan tambahan biaya dari mana. Jadi, kalau boleh saya ingin kasbon ke Bu Erika." 

"Kasbon?" Mengangkat satu alisnya.

"Benar, Bu. Ibu saya harus oprasi ginjal lusa–" Pria itu memasang tampang sedihnya. 

"Apa kau tidak salah meminta kasbon? Saya bukan bagian keuangan. Dan lagi, bukankah tempo hari kau juga kasbon dengan alasan adikmu yang jatuh dari motor dan harus oprasi patah tulang?" 

Deg! 

Duh… sialan. Kenapa dia ingat? Biasanya Dia tidak pernah ingat hutang-hutang karyawannya.

"I–itu?" Mendadak gagap.

"Tiga minggu yang lalu kau juga kasbon dengan nominal tak sedikit. Satu bulan sebelumnya juga… mana? Adakah yang sudah kau lunasi?" 

Pria itu tertunduk pias. Erika pun beranjak sambil membawa pie susu yang di bawa tadi.

Melangkah mendekati tong sampah di dekat mejanya. Lalu membuang itu ke dalam. Sang Karyawan HRD pun melotot. Melihat makanan yang ia bawa itu berakhir di tong pembuangan.

"Kau memberikan ini untuk seorang drum sampah, 'kan? Maka apa yang ku lakukan sudah benar– pergilah." 

"D–drum?" Pria itu mengingat wanita gemuk yang ia temui tadi malam. Ja-jadi semalam benar dia? 

Pria itu langsung berlutut. "Bu Erika tolong maafkan saya. Semalam, memang saya agak mabuk. Saya tidak mengenali Anda—" 

Erika menghela nafas sambil membuang muka. Sebenarnya tidak tega juga. Namun ia tidak bisa membenarkan perbuat buruk karyawannya itu. 

"Bu Erika saya mohon. Saya mohon, Bu." 

Pintu ruangannya terbuka setelah di ketuk dua kali. Sekretaris Wina menyapanya sopan. 

"Ruang meeting siap, Nyonya." 

Erika beranjak. "Wina, kasih tahu bagian keuangan untuk memotong gajinya tiga puluh persen selama delapan bulan." 

Pria yang bersimpuh itu memutar tubuhnya. Berjalan dengan lutut demi meraih kaki besar Erika. 

"Bu Erika saya mohon. Tolong jangan potong gaji saya. Tolong maafkan Saya Bu Erika—" 

"Dan berikan dia SP 1, karena selama tiga hari ini dia bolos lembur. Laporan pun amburadul!" Wanita gemuk itu langsung melenggang pergi. 

Sementara Sekretaris Wina tersenyum senang melihat ketegasan Erika yang tak pernah ia lihat sebelumnya. 

"Baik, Nyonya." 

"Bu Erika tolong maafkan saya, tolong jangan hukum saya, bu. Bu Erika saya mohon… Ibuuuuuuuu!" 

Terpopuler

Comments

Bunda dinna

Bunda dinna

Good Erika,,ramah boleh pada karyawan tetep harus tegas biar karyawan tau kapasitasnya sendiri

2024-01-25

1

Nurmalia Irma

Nurmalia Irma

tegas sebagai atasan itu sangat diperlukan Erika buat mendisiplinkan karyawan dan bawahan supaya tidak berbuat seenaknya..tegas bukan berarti jahat kan 😊

2024-01-15

1

Bunda Aish

Bunda Aish

perubahan yg cukup bagus Erika, jangan mau dimanfaatkan,tapi jangan menyiksa diri dong sayang...diatur pola makannya,olahraga dan buat diri mu bahagia

2024-01-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!