Erika memasang celemek di dada. Wanita itu sudah siap dengan bahan-bahan masakan yang tersedia dengan didampingi seorang asisten rumah tangga.
Pagi ini, rencananya ia akan membuat bubur ayam tanpa santan untuk Elvan. Serta menu sarapan untuk para anggota keluarga lain dirumah ini.
Berbekal kemampuan memasak dari sekolah chef yang pernah ia geluti selama beberapa tahun. Erika terlihat mahir sekali memadupadankan rempah-rempah menjadi bumbu basah.
Tangan gempal Erika amat lincah mencampur satu demi satu dari bahan dasar yang telah disiapkan.
Ccsssssshhhh…
Tatkala bumbu di tumis, aroma harum mulai menyeruak sampai ke area outdoor tempat sang ibu mertua biasa melakukan olahraga pagi.
Wanita dengan rambut keriting se-pundak mengendus aroma masakan yang lezat.
"Tidak seperti biasanya, Mbak ART masak seharum ini." Regina mematikan mesin treadmillnya, setelah itu berlalu menuju dapur.
Di sana ia melihat sang menantu nampak asik dengan masakannya di atas kompor tanam.
"Nak, apa yang sedang Kau lakukan?"
Terkejut bukan kepalang. Seorang anak konglomerat sibuk di dapurnya yang mungkin berkali-kali lipat lebih kecil daripada dapur keluarga Hartono.
"Ah, Ibu. Ini— aku sedang membuat bubur Ayam untuk Elvan," jawabnya dengan tangan kanan aktif mengaduk panci berisi bubur nasi.
"Astaga, seharusnya Kau tak perlu melakukan ini. Kan sudah ada Mbak Asisten. Kalau bajumu bau asap bagaimana?"
"Tidak apa, aku suka memasak, Kok."
Erika mengusap keringat yang mengucur di kening. Dapur di rumah ini cukup panas menurutnya. Bahkan, ia pun bisa merasakan bagian ketiak yang basah. Namun ia tidak enak hati untuk mengeluhkannya.
"Ya ampun, Kau sendiri loh yang ingin masak?"
"Iya, memang ini keinginanku, Bu," balasnya dengan senyum lebar yang tulus.
Mengalihkan pandangannya sebentar pada sang asisten rumah tangga.
"Mbak, tolong angkat panci yang itu. Sup-nya sudah matang," ucapnya memberi perintah.
"Baik, Bu."
Sang Asisten sigap mematikan kompor lalu mengangkat panci berisi sup daging. Bu Regina yang melihat makanan itu mendadak jadi lapar.
Ckckck… semua makanan terlihat lezat. Wajar saja, Dia kan punya sertifikat chef. Belum lagi perusahan orang tuanya bergerak di bidang makanan. (Batin Regina.)
"Tolong, mangkuknya sekalian," pintanya lagi. Asisten lain pun mengambilkan.
"Emmmm, Ibu?"
Panggilan Erika kembali membuat Regina fokus kepadanya.
"Sebaiknya ibu lanjutkan kegiatannya saja. Sebentar lagi pekerjaanku selesai, kok."
Regina tersenyum. "Ibu jadi merasa tak enak. Hari pertama menantuku hadir, eh— langsung masak."
"Tidak apa, Bu," jawabnya senang.
"Kalau begitu ibu keluar ya."
"Ya," jawabnya sambil tersenyum.
Setelah sang ibu mertua keluar Erika langsung memberi komando. Menata semua piring, garpu dan sendok di tempatnya. Setelah itu ia langsung menyiapkan makanan yang akan dibawa ke atas untuk suaminya.
***
Di kamar…
Gerakan kecil mulai terlihat dari dalam selimut tatkala gawai di atas nakas terus memekik. Elvan meraba, mencari benda tipis yang terus mengganggu tidurnya.
Dan saat mendapatkannya ia langsung menyeret logo hijau naik tanpa melihat siapa yang menelpon, setelah itu menempelkan ke telinga.
"Hemmmm—" sapanya serak.
"Van!"
Panggilan halus dari seberang langsung membuat matanya terbuka lebar. Ia melihat nama di layar ponsel, dan saat tahu itu adalah Veni dia langsung terjaga.
"Sayang, k-kau?"
"Apa kau bahagia sekarang. Telah menikah denganya?"
Elvan menggeleng, tangan satunya mencengkram kepala yang terasa sakit akibat kebanyakan mengkonsumsi alkohol.
"Kau jahat sekali, Elvan," rengeknya kemudian.
"Kau salah paham, Veni. Aku?" spontan membungkam mulut akibat pusing bercampur mual yang tak tertahankan.
Elvan pun melempar ponselnya begitu saja sebelum berlari menuju kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
Setelah urusan dengan perut selesai. Tubuhnya yang sempoyongan kembali merebah di atas ranjang. Tanganya kembali meraih ponsel dilihat panggilan telah terputus. Ia pun berusaha menghubungi kekasihnya, namun sayang ponsel Veni telah dimatikan.
"Sial, dia pasti marah besar padaku. Sepertinya aku harus menghampirinya."
Cklaaaaak!
Pandangan Elvan bergeser ke arah pintu yang dibuka. Dan seketika terkejut saat melihat perempuan gemuk itu masuk.
"K-Kau?"
Erika tersenyum bahagia, melihat suaminya sudah bangun.
"Suamiku, Kau sudah bangun?"
Brengsek, si babi itu kenapa kemari, sih? Elvan mendengus, geram dalam hati.
Kaki Erika yang besar dan pendek berjalan agak cepat mendekati ranjang. Setelah itu meletakan bubur di atas nakas.
"Kau sudah baikan?" Tangannya mengarah pada Elvan berniat menyentuh kening.
Namun pria itu justru menghindar, tak ingin di sentuh. Membuat Erika sedikit terkejut mendapati respon seperti itu.
"Untuk apa menyusul kemari?"
"Aku—" Erika agak bingung dengan pertanyaan barusan.
"Pulang saja sana!" perintahnya mengusir.
"Kau memintaku pulang?"
Elvan menyugar rambutnya. "Apa kurang jelas. Kau ingin aku memperjelas kalau aku tidak suka melihatmu disini?"
Tatapan Elvan nampak tajam mengarah padanya. Erika sendiri bergeming, masih belum paham situasinya.
"Suamiku?"
"Aaaaargh!"
Pria itu mengerang sambil turun dari ranjangnya. Hal itu tentu saja membuat mata Erika sesaat terpejam saking terkejutnya.
"Aku mual sekali saat mendengar panggilan itu keluar dari mulut tebal mu itu. Dasar brengsek!"
Elvan langsung meninggalkan Erika dan masuk ke dalam kamar mandi.
Braaaak!
Suara pintu yang dibanting membuat perempuan itu terperanjat. Erika yang mematung mulai menggerakan tangannya yang gemetar menyentuh dada.
Sakit…
Kedua matanya langsung menganak sungai. Ia tidak menyangka, Elvan rupanya memiliki sikap kasar seperti ini yang kontan membuatnya terkejut.
Bagaimana tidak? selama ini, ia tak pernah mendapatkan perlakuan kasar dari siapapun. Baik dari para pengasuh, teman, apalagi orang tuanya. Semua orang biasanya menyukainya. Tapi kenapa Elvan tidak?
Erika menghapus jejak air matanya yang tiba-tiba terjatuh. Ia tak ingin mengambil kesimpulan sebelum benar-benar mengenal Elvan lebih dekat.
Bisa jadi, pria itu tidak sengaja melakukan itu. Dan dia akan minta maaf setelah keluar dari kamar mandi.
Tangan gempal Erika terus menghapus air matanya. Setelah itu menata ranjang sang suami yang terlihat berantakan.
Saat sedang sibuk menata selimut. Matanya teralihkan oleh sebuah bingkai di meja kerja. Ia memicingkan mata sembari turun dari ranjang.
Erika meraih bingkai itu dan tertegun sebentar. Melihat dua orang sedang berpose mesra di sebuah gunung yang bersalju.
Ibu jarinya mengusap wajah familiar. Yakni Elvan, tapi siapa gadis cantik di sebelahnya?
Sebuah tangan langsung merebut kasar bingkai yang sedang dipegangnya. Erika menoleh kebelakang.
"Tanganmu lancang sekali menyentuh barang-barangku?"
"Maaf–" lirihnya.
Elvan langsung kembali meletakan bingkai tersebut ke tempat semula. Setelah itu meninggalkan Erika.
"Van, dia siapa?" tanyanya memberanikan diri. Pria itu pun menghentikan langkahnya.
"Kekasihku!" jawabnya singkat sebelum melanjutkan langkah menuju kamar ganti.
Erika semakin merasakan hantaman keras di dadanya. Ia tidak mengerti, bukankah mereka suami-istri. Namun kenapa Elvan malah memiliki kekasih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Bunda dinna
Elvan jika di lihat dari ibu dan adiknya kyknya sama,,etika.nya kurang
2024-01-24
1
Bunda Aish
lebih cepat tahu lebih baik Erika biar ga terlalu sakit' .... kamu pasti bisa Erika bangkit jadi lebih kuat dan lebih baik lagi
2024-01-13
1
meE😊😊
yakin er amua y pda baik sma kmu? kek y kbnykan br muka 2 smua degh kcuali kluarga mu tp g tau jg siu
2024-01-06
1