Kepulangan mereka dari liburan pasca menikah disambut hangat oleh orang tua masing-masing.
Mama menyiapkan acara makan bersama dua keluarga. Hidangan mewah pun tersaji banyak sekali di atas meja. Mereka menikmati semua makanan itu dengan hati riang.
Tak terkecuali Elvan, yang merasa semuanya telah sukses tanpa menimbulkan masalah apapun. Karena tak ada satupun dari mereka yang curiga.
Si Babi bisa diandalkan juga— batinnya sambil menikmati makanannya dengan tenang.
Di sisi lain, seorang Gadis tengah galau memikirkan barang incarannya sejak kemarin. Ia pun akhirnya memberanikan diri menoel kakak ipar yang duduk di sebelahnya.
"Kak Erika?" Lusi berbisik.
"Ya?"
"Lihat ini–" menunjukan foto katalog barang mewah. "Sejak kemarin aku ingin sekali memilikinya. Tapi ibu tidak mau membelikan. Kesal sekali rasanya, mana dua jam lagi akan di lelang."
Erika tersenyum. "Berikan nomor rekeningmu."
Mulut Lusi langsung ternganga. "La-langsung, nih?"
"Ya, cepat berikan."
"Oke siap!" Girang bukan kepalang. Gadis itu langsung mengirimkan nomor rekeningnya melalui chat.
Melihat kakak iparnya langsung membuka ponsel dengan jari-jari bergerak lincah mengetik sesuatu. Gadis itu terus menunggu dengan hati tidak sabaran.
Beberapa saat kemudian… Triiiing!
Buru-buru dibuka notifikasinya. Sontak, kedua mata Lusi seperti hampir copot melihat angka yang masuk ke dalam rekeningnya.
"Kyaaaaa!" jeritnya yang sepersekian detik berikutnya sadar, lalu buru-buru membungkam mulutnya sendiri.
"Ada apa, Nak Lusi?" Siska bertanya.
Karena semua orang yang ada di meja makan itu langsung memusatkan perhatiannya pada anak kedua dari pasangan Wira dan Regina.
Gadis itu menggeleng sopan. Kedua tangannya langsung turun saat tahu sedang dipelototi Ayahnya.
"Tidak, Nyonya. Aku hanya senang karena mendapat pengumuman lolos seleksi menari balet."
Eh, sejak kapan anak itu suka balet? —Batin Regina.
"Waaah, selamat ya." Puji Siska.
"Terima kasih, Nyonya." Mengangguk sekali sambil tersenyum sopan pada semuanya.
Mereka pun kembali fokus pada makanan di piring masing-masing. Lusi sendiri langsung menoleh kearah kakak ipar.
"Kau yang terbaik, Kak. Thank you, Kak Erika?"
"Welcome adikku sayang…" Erika turut senang.
Karena selama ini impiannya adalah punya adik perempuan yang bisa diajak jalan-jalan, belanja, dan tidur dalam kamar yang sama.
Walau semua belum terwujud, namun pelan-pelan. Ia yakin setelah ini pasti akan bisa lebih dekat lagi dengan Lusi. Dan satu demi satu, impiannya itu pasti akan terwujud.
Berbeda dengan pemikiran Erika. Lusi justru merasa senang. Ternyata rumor tentang kakak iparnya itu yang sangatlah royal, benar.
Dan sekarang, ia jadi tidak perlu pusing lagi menunggu jatah orang tuanya untuk memuaskan nafsu belanjanya. Tinggal hubungi saja kakak ipar, pasti semua urusan akan beres.
Hidupku jauh lebih indah sekarang… batin Lusi yang terus melengkungkan senyum.
***
Esok harinya, kembali ke rutinitas awal…
Erika menyiapkan sarapan pagi untuk Elvan di dalam kamar. Karena pria itu belum bangun. Sementara dirinya harus berangkat lebih awal demi bertemu client.
Pergerakan kecil terlihat di sofa. Elvan yang lebih memilih tidur di sana terjaga. Senyum Erika melebar. Garpu dan pisau yang ada di tangan, terbungkus serbet makan, langsung ia letakkan di tempatnya.
"Selamat pagi, Elvan," sapanya menyambut pria terkasih.
Sosoknya yang gagah memilih untuk duduk sesaat mengumpulkan kesadaran.
Ck! Setiap pagi mood ku selalu rusak kalau pemandangannya dia terus.
"Aku sudah menyiapkan air hangat di bak mandi. Dan ini makananmu pun sudah tersaji. Kau suka sarapan dietmu, 'kan? Semua sudah ku hitung dengan kalori yang pas."
Elvan melihat makanan di piring. Satu lembar roti gandum yang dipotong jadi dua. Rebusan brokoli dan wortel. Serta alpukat yang dicampur sedikit garam dan lada untuk selai di rotinya, putih telur, dan satu lagi potongan buah apel yang bersanding juga dengan susu rendah kalori serta tinggi protein.
Semua sempurna.
Ya, soal makanan sehat, Erika memang sangat jago. Tak bisa di pungkiri, sekarang ia jadi tidak perlu repot-repot membuat menu dietnya sendiri.
Yang ia herankan hanya satu. Kalau ia jago soal komposisi gizi di makanan. Kenapa tak ia terapkan untuk diri sendiri. Padahal kalau dia kurus pasti akan lebih menarik.
Apa yang kupikirkan?
Pria itu menguap, tidak ada ucapan terima kasih ia langsung bangkit begitu saja untuk mandi.
"Suamiku, maaf. Aku tidak bisa menemanimu sarapan. Aku ada meeting pagi."
Tak menggubris, ia langsung masuk begitu saja ke dalam kamar mandi. Erika menghela nafas. Ia sudah mulai terbiasa, yang penting suaminya mau pulang ke rumah ini. Itu sudah membuatnya senang.
Erika melirik jam tangan. "Ya ampun, aku akan terlambat."
Gegas berjalan dengan kaki besarnya. Erika menghampiri sekretaris pribadi yang sudah menunggu cukup lama di bawah.
…
Hari ini, hari baru dengan status baru. Erika jauh lebih bersemangat bekerja. Moodnya memang selalu baik, mungkin karena faktor pikiran positif terhadap siapapun.
Ia tidak pernah tahu, dan tidak pernah mau mencari tahu. Sejahat apa pandangan orang-orang terhadapnya di belakang. Yang penting di depan Erika semua hormat, semua tunduk.
"Selamat pagi, Bu Erika. Hari ini akhirnya kembali cerah— setelah lama tidak melihat ibu," puji seorang pegawai HRD.
"Kau bisa saja." Erika tertawa, sebelum mencondongkan tubuh dan berbisik. "Bonus mu akan masuk setelah ini."
"Kyaaaa, semoga Tuhan memberkatimu Bu Erika."
"Aamiin," jawabnya sebelum melenggang pergi.
"Yeeees!" Pria itu girang. Kembali kerja seenaknya, dan perbanyak menjilat CEO bodoh itu.
Bersiul-siul sambil melangkah menuju ruangan para karyawan lain.
Mereka yang sebelum ini kerja sungguh-sungguh sebab diawasi oleh orang kepercayaan Pak Hartono demi menggantikan Erika selama cuti mulai kembali berulah. Beraktifitas semaunya sendiri.
Ya, begitulah mereka yang terlalu nyaman akibat tidak pernah kena tegur Erika. Semua pekerjaan yang belum selesai pun selalu diloloskan. Tak pelak membuat kerjaan Erika jadi jauh lebih menumpuk. Sudah berkali-kali dimintai ketegasan oleh sekretarisnya dan para pemimpin lain. Namun perempuan itu selalu menanggapi dengan senyum.
"Mereka juga manusia bisa. Kita tidak bisa memaksakan kemampuan. Yang penting mereka betah kerja disini."
Begitulah kira-kira jawaban Erika setiap kali rapat pimpinan di adakan.
Desakan untuk melakukan sistem tegas dalam memperlakukan karyawan selalu ditolaknya secara halus. Karena visinya adalah menjadikan kantor seperti rumah mereka. Serta menciptakan lingkungan kantor tidak toxic.
Nyatanya, apa yang ia lakukan memang efektif membuat semua pekerja betah. Sementara dampak negatifnya. Mereka seperti tidak menghormati para pemimpin di kantor ini. Menolak lembur pun tak jarang mereka gaungkan. Namun soal bonus masing-masing ingin di prioritaskan.
.
.
Catatan: Hai teman-teman. Makasih atas kesetian kalian sejauh ini. Maaf aku belum bisa menberikan yang terbaik untuk kalian seperti para penulis lain. Ku harap kalian tetap sehat dan segala yang di harapkan pada tahun ini terwujud. Aamiin.. Btw, maaf updatenya agak kurang konsisten waktunya. Tapi ku usahan agar tidak bolong kok. Pokoknya 2024 aku harus lebih rajin lagi menyelesaikan karya-karya ku. Love you semuaaa... 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Bunda dinna
Loyal boleh tapi harus tetap tegas,,Erika..
Apalagi jika sudah berhadapan dengan pekerjaan,,perusahaan bisa gulung tikar
2024-01-25
1
Cah Dangsambuh
amiiiin dan tetap semangat
2024-01-17
1
Bunda Aish
😬😬😬😬😬😶
2024-01-13
1