Semua orang memanfaatkan.

Setelah berpikir panjang, Erika akhirnya memilih untuk bertemu teman-temannya yang baru tiba kemarin malam. 

Mengatur pertemuan di salah satu restoran terbaik Venezia. Erika terlihat hanya datang sendirian. 

Dua temannya yang melihat Erika dari posisi mereka duduk sejenak tertegun, melihat tubuh Erika yang makin tahun terlihat makin melebar saja.

 

"Lama-lama dia makin mirip blobby–" cetus Sandra.

"Apa tuh?" Tanya Gwen.

"Karakter hantu jelly di film Hotel Transylvania." 

"Pfffft…" dua orang itu membungkam mulutnya menahan tawa kala mengamati cara berjalan Erika yang sedikit tergopoh-gopoh. 

"Seharusnya dia datang dengan cara menggelinding saja. Biar cepat," balas Gwen menanggapi. 

Mereka kembali cekikikan dan buru-buru berhenti saat wanita bertubuh besar itu semakin dekat. 

"Akhirnya ketemu juga. Maaf menunggu lama." Erika berdiri di sisi teman-temanya yang terlihat welcome padanya. 

"Tidak apa, Erika. Kita juga baru saja tiba. Kok," jawab Gwen. 

"Omong-omong, apakah Kau datang sendiri?" Sandra memotong.

"Emmm, iya. Suamiku tiba-tiba merasa tidak enak badan. Jadi ia memintaku datang sendiri saja," jawabnya beralasan. 

"Yah, sayang sekali tidak bisa cuci mata." Seloroh Sandra yang buru-buru di sikut Gwen. Mereka pun tertawa bersama. 

Di sela-sela obrolan tadi. Erika melihat meja yang masih kosong. 

"Kita belum pesan makanan, ya?" 

"Ya, kita memang belum langsung pesan makanan. Karena masih nunggu dua orang lagi," balas Gwen.

"Dua orang? siapa?"

"Fasco dan Reynald," jawab Sandra.

"Wah, Mereka di Itali juga?" 

"Iya, mereka sekarang meneruskan bisnis fashion orang tuanya di negara ini. Hanya beda kota saja." 

"Oh…" Erika manggut-manggut. Tubuhnya terlihat tidak nyaman duduk di kursinya. 

"Kau baik-baik saja?" Tanya Gwen.

"Ya baik, hanya saja— antara sofa dan meja terlalu dekat, aku jadi kesulitan," keluh Erika yang merasa pengap. 

"Ya mau bagaimana lagi, standarnya disini seperti itu. Apakah Kita harus ganti restoran?" 

"Aaah, tidak usah. Ini cukup, kok." 

Sandra dan Gwen hanya tersenyum, menanggapi. Setelahnya kembali asik mengobrol.

Duh, kapan dua orang itu datang. Aku sudah kelaparan. Keluh Erika dalam hati.

Jujur saja, perempuan gemuk ini sudah merasa lapar. Karena ia sengaja melewatkan breakfast-nya demi agar tidak terlambat bertemu mereka berdua. 

Namun setibanya di lokasi, ia harus menunggu lagi. Kalaupun ingin memesan makanan dulu sebenarnya tidak apa. Tapi, rasanya tidak enak saja. Masa iya harus mendahului mereka. Erika tidak mau lagi dianggap rakus. Ia harus terlihat berubah, bukan lagi penyuka makanan.

Setelah hampir satu jam menunggu dua orang itu pun akhirnya datang. Mereka adalah teman-teman Erika juga dulu saat SMA. 

"Wah, ternyata ada Erika juga?" Pria berpakaian khas anak fashion itu menyapa. 

"Apa kabar, Fasco?" Erika mengulurkan tangan. Dimana pria itu justru tidak menyambutnya. Dan langsung duduk begitu saja. 

"Baik."

Erika tersenyum kecut sambil menurunkan tangannya lagi, ingin beralih pada Rey, tapi sepertinya sama saja, bahkan lebih parah. Pria itu langsung duduk begitu saja. Seperti tidak melihat adanya sosok Erika di sana.

"Kalian mau pesan apa?" Gwen menawarkan.

"Apa saja–" jawab mereka hampir bersamaan.

"Okay ku pesankan dulu." Gwen bangkit, memanggil pelayan yang tanpa sengaja melakukan kontak mata dengannya.

"Eh, Kalian masih ingat si cupu?" Fasco membuka obrolan.

"Siapa?" 

"Yang sering dijadikan kacung kelas, dan samsak berjalan oleh Rey." 

Pria dengan rambut berwarna grey itu menyandarkan punggung. Erika sendiri tengah mengingat-ingat. Karena selama masa SMA. Ada banyak sekali anak-anak yang kena bully oleh gengnya. 

"Terlalu banyak, mana bisa ku ingat satu-satu." Rey menanggapi.

"Apakah tidak ada yang ingat? Si anak panti yang sekolah di HT School dengan beasiswanya." 

"Deandra, bukan?" tebak Sandra. 

"Ah, iya Deandra." 

"Oh, Si tiang tas pribadiku?" Rey terkekeh mengingatnya. 

Samar-samar Erika mulai mengingat sosok laki-laki berkulit sawo matang yang sering babak belur dihajar dua orang itu. Bahkan, hampir bunuh diri di atap gedung saking tidak tahannya.

"Ada apa dengannya?" 

"Dengar-dengar dia sekarang tinggal di negara ini. Tapi entah di kota mana? Dia seorang dokter bedah."  

"Hah, serius?" Sandra dan Gwen memekik lirih hampir bersamaan.

Erika tersenyum diam-diam, saat mendengar kabar itu. Ia turut bangga padanya yang pada akhirnya mampu bertahan, dan menjalani hidup lebih baik.

"Aku serius. Kabar ini valid ku dapatkan dari seseorang yang cukup dekat dengan Dean," jawab Fasco.

"Hemmm, yakin kah dia bisa kuliah dan bahkan jadi dokter bedah di sini? Uang dari mana ya? Bukankah ia anak yang terbuang?" Gwen sedikit tak percaya. 

"Bisa jadi dia merampok bank setelah keluar dari HT school." Rey asal menebak sembari cekikikan.

"Hei, apakah dia jadi tampan?" Sandra penasaran. 

"Mana ku tahu, dia kan anak yang terlahir dengan kulit gelap. Paling tetap saja, tampang gelandangannya masih sama," cibir Fasco.

Semuanya terkekeh, berbeda dengan Erika yang hanya geleng-geleng kepala. Padahal usia mereka sudah memasuki kepala tiga, tapi kenapa isi obrolannya masih sama seperti anak SMA yang gemar mencibir dan menghina orang. 

Kalau dipikir-pikir ia termasuk beruntung, selama ini mereka amat baik dan tak pernah mengganggunya. Ya, setidaknya seperti itu yang Ia pikirkan. 

"Erika, fotokan kami dong," Sandra menyerahkan kamera pocket miliknya. 

"Okeh." Susah payah bangkit sebelum menerima kamera yang diarahkan padanya. 

Seperti biasa, mereka akan meminta Erika sebagai juru kameranya. Karena mereka selalu bilang, hasil foto Erika adalah yang paling bagus. Dan Erika senang mendengar pujian itu.

Walau setelah selesai foto, tak ada dari mereka yang mau bergantian mengambil foto. Sehingga tak ada satupun, potret kebersamaan geng itu yang terdapat gambar Erika di dalamnya.

Acara makan selesai. Bill pun diletakkan di hadapan Erika. Yang dengan sigap langsung dibayarkan oleh perempuan bertubuh besar itu. 

"Erika, kita langsung belanja ya." 

"Oke, boleh." 

"Tapi, aku lupa belum tukar rupiah ke mata uang disini." Gwen beralasan. 

"Aku juga," saut Sandra.

"Alaaah, gampang. Tidak usah dipikirkan, yang penting kita jalan sekarang." 

"Okay!" Gwen dan Sandra melakukan gerakan tos tanpa suara di bawah meja. Rencananya kembali berhasil untuk liburan sekaligus belanja gratis di sini berkat adanya Erika.

Ya, selama ini Erika memang tidak pernah sadar jika hidupnya yang terlahir sebagai anak konglomerat sering dimanfaatkan oleh mereka-mereka yang mengaku sahabat karib.

***

Setelah berlibur panjang di beberapa negara Eropa selama kurang lebih satu bulan. Mereka akhirnya pulang, ya mereka yang di maksud adalah Erika, Elvan dan Veni. 

Dua orang itu sudah membuat kesepakatan untuk melakukan penerbangan dengan jam kedatangan yang sama. Agar bisa kembali memanipulasi orang tua mereka. 

Erika menunggu kehadiran Elvan di dekat pintu kedatangan. 

Setelah muncul dari kejauhan perempuan itu tersenyum, salah satu tanganya melambai pada sang suami. Tapi, senyumnya tak bertahan lama. Erika melihat sosok gadis bertubuh langsing dan tinggi. Sangat cantik sekali, berbanding terbalik dengan penampilanya itu. 

Elvan meletakan tas di troli bag. Kemudian mencium pipi Veni di depan sang istri. Tentu saja hal itu cukup membuat hati Erika tersayat. Tapi dia bisa apa? 

"Terima kasih, Sayang. Sampai bertemu lagi…" Veni menggelayut manja di lengan Elvan bermaksud pamer kemesraan. 

"Sama-sama. Nanti ku hubungi lagi. Maaf aku tidak bisa mengantarmu." 

"Tidak masalah." 

Bak patung yang tak terlihat. Erika hanya berdiam diri di depan dua sejoli yang asik bermesraan tanpa rasa malu. 

Satu tangan perempuan itu meremas pakaian di bagian dada. Rasanya sudah tidak sanggup melihat mereka. 

Tapi, ia tak boleh lebih egois lagi. Bukankah mendapatkan raga Elvan sudah cukup?

Cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Bersabarlah… terus menerus ia memotivasi diri. Walau cubitan di dada semakin keras melukai hatinya.  

Terpopuler

Comments

Adelia Rahma

Adelia Rahma

rika sadarlah mereka mau temanan sama kamu cuma mau uangmu saja.. berpikir lah dgn jernih di posisi mu saat ini gak ada yang tulus berteman dengan mu.. teliti lagi teman² mu itu

2024-03-18

1

Bunda dinna

Bunda dinna

Erika selalu di manfaatkan karena uangnys

2024-01-25

2

Bunda Aish

Bunda Aish

aduuuh gemes sama Erika gak sih? sampai kapan ka ???? 🤦🤦🤦

2024-01-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!