I Hate You, But I Can'T Hate You
Semilir angin dengan obrolan-obrolan santai antara Salsa dengan teman-temannya juga dengan Dafian, kekasihnya, seusai menyelesaikan UAS sungguh meringankan beban pikiran. Soal-soal yang dianggap jebakan batman dan memuakkan tadi seolah sirna dan berubah menjadi lelucon yang tak berarti ketika Salsa sudah berkumpul bersama komplotannya yang aneh tapi setia kawan.
Pembicaraan ngalor-ngidul tentang dosen-dosen pengawas yang nyebelin dan gampang ditipu hingga pembicaraan soal rencana healing ke suatu tempat bersama setelah urusan UAS selesai mengisi obrolan singkat mereka. Salsa yang sangat ingin pergi berlibur ke tempat-tempat pedesaan dengan suasananya yang sejuk dan nyaman, Rere yang ingin makan makanan yang enak-enak dan murah meriah, Sita yang ingin ke pantai dan teriak sekuat tenaga, sementara Mesya yang ingin mengabiskan waktu di salon memanjakan diri. Sementara Dafian, dia hanya ngikut kemana pun Salsa berada, yang penting dimana pun ada jaringan internet yang mumpuni untuknya tetap bisa bermain game online bersama teman-teman onlinenya juga.
Meski jengkel Salsa mendengarnya, tapi Salsa memilih untuk mengabaikan saja rasa jengkelnya. Lagi pula ini adalah Dafian, sejak awal mereka kenal, Salsa sudah tahu bahwa Dafian adalah seorang gamer, walaupun belum terlihat penghasilannya dari hobi yang dilakukan Dafian, dan seringnya mengabaikan Salsa dengan alasan bermain game, setidaknya Dafian tidak mengabaikannya karena perempuan lain.
"Oh my God!" Tiba-tiba Mesya memekik dengan suaranya yang mengejutkan Salsa, Sita, Rere dan Dafian di bawah gazebo yang teduh itu.
"Apaan sih, Mes?" Gerutu Rere sambil mengusap telinganya, kerena kebetulan dirinya duduk di sebelah Mesya.
"Ada itu! Ada itu!" kata Mesya heboh.
"Itu apaan?" tanya Sita.
"Tuyul?" Celetuk Rere.
"Nona Salsa." Sebuah suara bariton agak-agak serak becek yang khas LAKIK banget membuat kepala Salsa, Rere, Sita, dan Dafian menengok ke arah sumber suara.
"Halo Mas Ares!" Mesya yang menyahut alih-alih Salsa.
Sosok lelaki dengan perawakannya yang tinggi, tegap, berpakaian serba hitam berdiri disana, di depan empat wanita dan satu lelaki, menghalau sinar matahari petang yang hangat.
Bukan, dia bukan malaikat maut pencabut nyawa di petang hari, yeah, meski ekspresi wajahnya mungkin masih lebih ramah malaikat maut.
"Ares?" Salsa menatap malas. Sementara Mesya langsung mencabut sumpit yang dia pakai untuk menggelung rambut panjangnya dan membiarkan rambutnya langsung tergerai seperti gorden dan memeriksa giginya pada layar ponsel, memastikan tidak ada sisa tahu Sumedang yang bertengger manis.
Akhirnya kedatangan Ares membuat Dafian menunjukkan eksistensinya, dia mengalihkan wajahnya dari layar ponsel dan membenarkan posisi duduknya disebelah Salsa. Ia mungkin mulai merasa harus melindungi sumber hot spot dan sumber kuota internetnya dari invasi mendadak.
"Ngapain lo disini?" tanya Salsa dengan nada ketusnya.
"Untuk menjemput Nona." Lanjut Ares, yang matanya hanya fokus pada Salsa, meski senyumnya Mesya sudah mengalahkan luasnya samudera.
"Jemput? Nggak bisa! Gue mau jalan." jawab Salsa dengan nada ketusnya.
"Tuan Fariz minta saya untuk jemput Nona sekarang."
"Nanti gue yang antar Salsa pulang." Tiba-tiba Dafian bersuara.
"Tuh, denger kan? Nanti gue diantar sama Dafian. Jadi jangan ganggu, lo pulang aja sana." Usir Salsa.
"Kalo Salsa nggak mau, saya mau kok dijemput Mas Ares, langsung ke pelaminan juga oke." Mesya nyeletuk, langsung saja disenggol dahsyat oleh Rere.
Tapi Ares si manusia batu jaman purba sama sekali tidak teralihkan dari tugasnya untuk menjemput Nona mudanya meski Mesya sudah menebarkan pesona terbaiknya.
"Nona pulang dengan saya." Ucap Ares tegas. Tak terbantahkan.
Salsa tahu betul penolakan yang dia lakukan hanya akan terbuang sia-sia, karena manusia batu didepannya itu lebih pas disebut robot dari pada manusia. Ares sama sekali tidak fleksibel. Apa yang sudah ditugaskan padanya, tidak akan bisa diubah oleh sistem kerja otaknya. Dia akan tetap membawa Salsa pulang bersamanya meski dia harus berkelahi dengan sekawanan beruang ganas sekali pun.
"Gue pulang bareng Dafian. Ngerti nggak?" kata Salsa dengan ketusnya tak lupa dengan tatapan penuh ketidaksukaaan.
"Tidak." jawab Ares singkat. Benar-benar seperti robot yang sudah terprogram. "Pulang dengan saya sekarang, atau saya terpaksa membawa Nona dengan paksa."
"Ish, apaan sih! Gue nggak suka ya dipaksa-paksa!" Omel Salsa.
"Gue nanti yang antar Salsa, apa kurang jelas?" Dafian berdiri sok gagah di depan Ares, tapi sayangnya tidak memberikan efek apapun pada Ares. Dia hanya melirik pada Dafian lalu berkata, "Saya tidak ada urusan denganmu."
Salsa pun ikut berdiri diantara Ares dan Dafian. Rere langsung menyerahkan tas Salsa kepada Ares, dari pada keributan terjadi dan membuat mereka menjadi tontonan, mengingat ada Maya di kejauhan yang sudah bersiap untuk menonton Salsa yang membuat drama.
"Ada Maya, Sal, dah lah ngalah aja, dari pada jadi bahan olok-olokan Maya." Bisik Rere.
Salsa berdecak sebal. Kenapa setiap kali Ares muncul, dia selalu merasa sial!
Mau tak mau Salsa meminta maaf pada Dafian karena dia harus menuruti perintah Fariz melalui asistennya yang semenyebalkan batu kerikil yang masuk ke dalam sepatu. Dan juga pada Sita, Rere dan Mesya karena harus meninggalkan tempat lebih dulu.
Beberapa meter sebelum mendekat pada mobil sedan yang terparkir, Salsa nekat kabur dari pengawasan Ares dengan berlari dengan gerakan yang tiba-tiba, tapi kaki Ares tentu saja lebih panjang, dan lari Ares dua kali lipat lebih cepat, jadi usaha Salsa hanya sia-sia. Malah sekarang, Ares terpaksa membopong Salsa seperti sekarung beras diatas pundak kanannya.
Salsa tidak meronta, percuma, dia tahu itu. Dan juga terlalu malu karena sekarang dirinya kini menjadi tontonan anak-anak kampus yang berada di pelataran parkir. Hanya tinggal menunggu waktu sampai hal memalukan ini sampai dikuping Maya.
Di dalam mobil, Ares diam seribu bahasa, memang begitu orangnya. Dia hanya bersuara jika perlu. Meski Salsa mengomel sepanjang jalan.
"Puas banget kan lo udah bikin gue malu?! Besok satu kampus bakalan mengolok-olok gue gara-gara lo!"
"Kalau Nona tidak kabur, saya tidak akan membawa Nona seperti tadi." jawab Ares dengan logis sesuai dengan fakta.
Tapi Salsa sudah kepalang benci dan tidak menyukai Ares, jadi, apa pun yang dikatakan Ares tetap tidak terasa benar di pusat pendengarannya.
"Lihat aja, gue akan minta Kak Fariz pecat lo!" Ancam Salsa.
* * *
Sesampainya di rumah, Salsa langsung menuju ruang kerja dimana beberapa hari belakangan ini Fariz lebih sering menghabiskan waktunya bekerja di dalam ruang kerja dari pada ke kantor. Meski pun sama saja, karena dimana pun Fariz berada, pria itu selalu mengerjakan pekerjaan.
"Kak!" Salsa langsung membuka pintu tanpa berniat untuk mengetuk pintu. Rupanya di dalam sana ada beberapa orang dari perusahaan yang sepertinya sedang membahas soal perusahaan yang tidak pernah Salsa mengerti. Meski sudah beberapa kali Fariz meminta Salsa untuk memahami soal perusahaan karena kelak dia juga akan mewarisi peninggalan orang tua mereka ini, dan juga berkewajiban mengelola perusahaan.
Dua pria berusia lebih tua dari Fariz sampai terlonjak mendengar suara Salsa yang mengejutkan. Fariz meminta maaf kepada dua manager dari perusahaan yang datang hari ini karena kelakuan adiknya, terpaksa meeting mereka berakhir.
Setelah dua pria itu berpamian pada Fariz, mereka juga menganggukkan kepalanya pada Salsa dan juga pada Ares yang berdiri di belakang Salsa. Mereka tentu saja tahu siapa Ares. Pria itu jauh lebih ditakutkan di perusahaan dari pada Fariz. Ares yang berstatus sebagai tangan kanan sekaligus bodyguard Fariz selalu memastikan semua hal berjalan sebagaimana rencana tuannya. Ia tak segan menjegal siapa pun yang menghalangi niat Fariz.
Fariz bersandar, sementara Salsa berdiri dengan sikap defensif, ia melipat kedua tangannya di depan dada, tak lupa wajah memberengut terpeta jelas pada wajah manisnya.
"Kenapa Kakak nyuruh dia jemput aku? Aku tuh jadi tontonan tau gara-gara dia! Besok pasti aku bakalan jadi bahan ejekan sekampus! Nyebelin!" Omel Salsa sambil menunjuk dan melemparan tatapan permusuhan penuh kebencian pada Ares. Sementara yang ditatap tetap diam seperti tidak bernyawa, seperti Terminator yang sistemnya sedang dalam keadaan off.
"Ah, benar begitu, Res?" tanya Fariz dengan nada suaranya yang santai.
"Benar Tuan."
"Bagus."
"Kok malah bagus sih?!" Protes Salsa.
"Kalau begitu besok biar Ares mengantarmu lagi dan memastikan nggak akan ada orang yang bisa mengejekmu."
"Apaan sih! Nggak gitu juga konsepnya!" Salsa menghentakkan kaki.
"Lalu bagaimana?" tanya Fariz dengan nada sabarnya.
"Ya dipecat lah!" kata Salsa dengan bulat. "Dia udah bikin aku malu!"
Fariz menghela napas panjang,
"Masalahnya," Fariz bangkit berdiri, dia mendekati Salsa, memegang kedua bahu Salsa. "Aku nggak bisa memecat Ares."
"Kenapa? Masih banyak orang yang bisa kerja, kali, bukan dia doang."
"Karena dia calon adik iparku."
"Dia... tunggu, dia apa?" Salsa mengerutkan kening.
"Calon adik iparku." jawab Fariz dengan tenang. Setenang permukaan danau yang keruh.
"Memangnya dia akan menikah dengan siapa?"
"Memangnya aku punya adik berapa?"
"Maksudnya? Dia nikah sama aku?" Salsa melebarkan kedua matanya, menatap Ares dan kembali lagi pada Fariz.
"Yep! Kalian akan menikah minggu depan." kata Fariz dengan nada bersenandung dan senyum lebar pada wajahnya.
"APA?!"
.
.
.
Bersambung ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Rita Riau
mampir Thor,,,seru nih kayaknya
👍🏻🥰🥰
2024-01-10
1