Ares menyampirkan jasnya kepada Salsa, menenggelamkan tubuh mungil Salsa dalam balutan jas hitamnya itu. Mesya, Rere, Sita tidak banyak bicara, mereka hanya duduk sebagai penumpang di kursi belakang, sementara Salsa duduk disamping Ares yang mengemudikan mobil.
Lima belas menit perjalanan yang sunyi membuat Mesya yang notebene paling gemar bicara itu tak tahan untuk tidak mengeluarkan kalimat dari bibirnya.
"Sal, sorry ya, gara-gara kita, acara healing jadi gagal total deh." kata Mesya membuka percakapan di dalam mobil.
"Bukan salah kalian kali, guenya aja yang nggak hati-hati." jawab Salsa.
"Harusnya gue tendang muka cowok sialan tadi pas dia ngetawain lo kecebur." kata Rere, dia masih kesal dengan ekspresi ketawa menjengkelkan dari lelaki itu.
"Tenang aja, Re, kan udah dihajar sama Mas Ares. Makasi ya Mas Ares udah mewakilkan kekesalan kami sama cowok tadi." ujar Mesya yang membuat Salsa memutar bola matanya.
"Saya tidak mewakilkan kalian." Di luar pikri, tiba-tiba saja Ares menyahuti Mesya. Dan itu membuat Salsa sedikit bereaksi melihat kepada Ares.
"Oh, berarti tadi Mas Ares kesel dan marah karena cemburu dong?" Mesya makin menjadi. Tak peduli dengan senggolan siku Sita pada pinggangnya.
Ares kembali membisu.
"Mes, lo mau diturunin di tengah jalan aja nggak?" tanya Salsa dengan sarkasmenya yang datar.
"Hehehehe. Peace." Mesya menunjukkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V sambil menyunggingkan cengiran lebar.
"Saya akan antar kalian di kedai tadi." kata Ares, matanya tetap fokus ke jalanan meski dia tahu dan menyadari Salsa merapatkan jasnya. Dia kedinginan. Tangannya mengecilkan AC di dalam mobil yang disadari oleh Sita, hingga membuat sahabat Salsa itu menyadari satu hal tentang bagaimana Ares pada Salsa.
"Kenapa nggak anterin ke rumah masing-masing?" Salsa mulai protesnya.
"Akan memakan waktu lama, sementara kamu harus segera ganti pakaian, atau kamu bisa demam."
"Gue bawa baju. Lo pikir gue main ke curug tanpa persiapan bawa baju ganti?"
"Lalu kamu mau ganti dimana? Mobil?"
"Ya nggak lah! Kan bisa berenti sebentar di pom bensin, gue ganti baju di toilet."
"Tidak!" Tolak Ares secepat kilat.
Salsa mengernyitkan dahi tak mengerti.
"Siapa yang akan menjamin toilet di tempat umum itu tidak ada kamera tersembunyi?"
"Astaga! Lo kebanyakan halu!" Salsa melotot.
"Eh, tapi bener juga loh, Sal, gue juga kalo pipis di tempat umum suka ngeri ada yang ngintip." Mesya tiba-tiba menimpali. "Ya, kan? Ya, kan?" Mesya meminta dukungan pada Rere dan Sita yang langsung ditanggapi dengan anggukan cepat.
"Jadi, nggak apa-apa kok kita di kedai aja, lebih baik lo langsung pulang, ganti baju, minum cokelat panas trus kelonan... eh, maksudnya, trus tidur, istirahat gitu." Sambung Mesya yang ditanggapi cengiran tanpa suara oleh Rere dan Sita, tapi Salsa melemparkan pelototan horor kepada ketiga sahabatnya.
"Eh, lihat deh, jari gue kayaknya panjang sebelah." Mesya membuat Rere dan Sita memalingkan wajah mereka dari pelototan ala tante Suzana untuk melihat jari-jarinya yang baik-baik saja.
Akhirnya Ares menurunkan Mesya, Rere, dan Sita di kedai tempat pertama mereka berkumpul sebelum berangkat ke curug. Ketiganya melambaikan tangan seiring dengan laju mobil yang dikendarai Ares melaju, dan mobil sedan hitam lainnya yang dikendarai oleh rekan pengawalan mengikuti mobil Ares.
"Gue punya firasat baik sih." ujar Sita melihat pada mobil yang semakin lama semakin menjauh.
"Firasat Ibu peri biasanya nggak pernah meleset nih." Ujar Mesya.
"Firasat apaan maksud lo, Sit?" tanya Rere.
"Mereka akan jadi pasangan paling bucin."
"Setuju banget gue!" Mesya menepuk tangannya sekali "Gue juga lihatnya gitu, lo pada nyadar nggak sih pas Ares nyelametin Salsa tadi? Sorot matanya, beuh... dia kayak sanggup ngebakar hutan kalo Salsa sampe kenapa-kenapa."
"Dan yang pasti, Salsa sih yang bakalan posesif banget nanti kalo dia beneran sampe jatuh cinta sama Ares."
Ketiga gadis itu pun tertawa membayangkan jika firasat mereka menjadi nyata.
Sementara di dalam mobil yang makin lama makin terasa dingin untuk Salsa, membuat bibir Salsa mulai bergemetar, tapi dia menyembunyikannya. Dia tidak ingin Ares melihat fisiknya yang lemah seperti ini.Tapi, Salsa lupa, kalau tanpa melihat pun, Ares sudah dapat menyadarinya.
"Eh, kok belok? Kita mau kemana?"
"Rumah."
"Tapi kan harusnya lurus?"
"Rumah kita."
"Apa? Jangan bilang lo bawa gue ke rumah yang dikasih Kak Fariz."
"Ya. Rumah kita." jawab Ares seperti robot yang konslet.
"Nggak mau! Gue mau pulang!"
"Kamu akan terkena hiportemia kalo pulang ke rumah utama." jawab Ares sambil mematikan AC dan membuka sedikit jendela.
Salsa tidak membantah, dia memang sudah sangat kedinginan, lapar, dan tubuhnya akibat tercebur tadi terasa sangat lemas.
Oke, untuk kali ini gue harus nurut deh. Batin Salsa. Sambil menutup sebagian wajahnya dengan jas Ares.
Ini orang pake minyak wangi apaan ya? Wanginya enak. Salsa melirik Ares yang tetap fokus pada jalan di depannya. Kemudian Salsa kembali menghidu aroma yang ada pada jas Ares. Anehnya, aroma dari jas manusia batu itu justru membuat Salsa merasa rileks dan mengantuk hingga tanpa sadar ia jatuh tertidur.
* * *
Ponsel Fariz berdering, nama Ares terpampang pada layar datarnya. Fariz melepaskan dokumen yang sedang dibacanya untuk menjawab panggilan sahabat, sekaligus tangan kanan sekaligus pengawal pribadi sekaligus adik iparnya itu.
"Ya, Res?"
"Maaf Tuan, saya mengganggu." jawab Ares.
"Nggak sama sekali. Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Fariz.
Ares pun menjelaskan dengan singkat apa yang terjadi pada Salsa di curug tanpa ada yang dikurangi. Fariz pun sempat khawatir tapi hanya sebentar ketika mendengar bahwa sekarang Salsa sudah baik-baik saja di rumah yang telah dihadiahkan Fariz untuk mereka, hanya saja Ares kini dilanda kebingungan.
"Apa yang membuatmu bingung?" tanya Fariz tidak mengerti.
"Pakaian Non... eh, pakaian Salsa basah, Tuan. Saya ijin untuk menggantikan pakaian Salsa."
Fariz pun tertawa dibuatnya. Ia benar-benar tak mengerti dengan Ares yang selalu saja kaku dengan perempuan. Bahkan meski pun status Salsa sudah menjadi istrinya, Ares malah meminta ijin pada Fariz untuk sekadar menggatikan pakaian istrinya itu.
"Tentu saja boleh! Astaga! Kamu ini ditakuti oleh musuh-musuhku, kamu ditakuti oleh semua orang di perusahaan, kamu bahkan bisa mengalahkan tujuh orang preman dengan tangan kosong, Res. Kenapa sekarang kamu malah ketakutan untuk mengganti pakaian istrimu sendiri." Fariz melanjutkan tawanya, sementara Ares di tempatnya sedang menggaruk tengkuknya dengan canggung.
"Kamu bahkan berhak jika ingin menyentuh istrimu, Res."
"Ehm... baiklah Tuan, kalau begitu, saya akan segera menggantikan pakaian Non... eh, Salsa"
Panggilan telepon pun berakhir dimana Fariz masih tertawa membayangkan bagaimana Ares yang selama ini ditakuti kini tengah merasakan kecanggungan luar biasa.
Tepat seperti apa yang dibayangkan oleh Fariz, kini Ares harus berkali-kali menghela napas, menahan napas, memalingkan wajahnya, mengerjap, menggeleng untuk menghalau imajinasinya dari tubuh Salsa selama proses menggatikan pakaian basah Salsa, luar dan dalam untuk digantikan dengan pakaian yang kering dan hangat.
Berkelahi dan menghajar preman bukan lah hal baru bagi Ares, tapi melihat tubuh polos wanita adalah pengalaman pertama bagi tiga puluh satu tahun hidupnya. Tubuh Salsa begitu... indah.
Ah, sial! Apa yang kupikirkan!
Ares menghela napas panjang penuh kelegaan ketika dia sudah selesai, dan seluruh proses berjalan dengan aman tanpa draman Salsa yang terbangun dan mengamuk karena memeregoki Ares yang melucuti pakaian basahnya.
Tapi, kekhawatiran Ares kini bertambah, karena ia dapat merasakan suhu tubuh Salsa yang hangat.
Dia demam.
.
.
.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Rita Riau
Ares kayak manusia yg tak pernah tersentuh,,,kaku tapi peka 👍🏻👍🏻🥰
2024-01-10
1