"Ares!" Salsa melotot alih-alih tersipu dengan jawaban singkat, jelas dan menyebalkan yang diberikan Ares. "Lo tuh.... Eerrggghhh!" Salsa menggeram. "Nggak gitu juga konsepnya!"
Kali ini Salsa sampai berdiri saking kesalnya. "Ini bukan soal lo mau belajar untuk mencintai gue! Karena gue nggak akan melakukan hal yang sama! Gue ga suka sama lo! Paham nggak sih?!"
"Paham." jawab Ares singkat.
"Ya kalo paham, kenapa lo nggak ngertiin gue? Gue nggak mau nikah sama lo!"
"Saya juga."
"Terus kenapa lo maoooo?!" Salsa bahkan sampai menggerakkan tangannya seolah dia sedang mencekik Ares.
"Saya sudah katakan karena itu adalah perintah dari Tuan Fariz."
Salsa menengadahkan kepalanya, menyugar rambutnya, berharap semesta memberikan kesabaran ekstra.
"Jika memang dengan belajar mencintai Anda akan membuat saya bisa menjalankan perintah, tugas dan menepati janji saya dengan baik, maka akan saya lakukan tanpa keraguan." kata Ares. Herannya, Ares tetap bersikap tenang, cenderung dingin apa lagi tatapan matanya tetap menyorot dengan tajam dan tegas.
"Menepati janji? Janji apa?" Salsa menyipitkan mata.
"Menepati janji untuk menjaga dan melindungi Nona seumur hidup saya."
"Woah!" Salsa mendengkus tak percaya. "Res, seumur hidup itu nggak sebentar!"
"Saya tau."
Salsa memukul juga menendang udara kosong seperti orang kerasukan, ia bahkan ingin sekali menelan Ares bulat-bulat.
"Trus kenapa lo nggak nolak?! Gini deh, kalo lo mau, gue akan kenalkan ke lo cewek yang akan mencintai lo sepenuh hatinya, tapi lo batalkan pernikahan ini, gimana?"
Ares menghela napas, kemudian berdiri menghadap Salsa yang terlihat menjadi mungil di depan Ares.
"Maaf, Nona, kesetiaan saya tidak bisa digadaikan."
"Eerrggghhh!" Salsa secara terang-terangan ingin menampol Ares, tapi pria itu tidak terintimidasi sama sekali dengan anak kucing yang mengamuk menunjukkan taring kecilnya.
"Sebaiknya Nona beristirahat di kamar Nona sekarang, karena besok Nona akan mempunyai jadwal untuk fitting gaun pengantin."
"Apa?!"
"Atau Nona mau saya minta Bi Itay mengantar Nona ke kamar?"
"Lo bener-bener nyebelin!" Ucap Salsa dengan penuh penekanan sambil melayangkan kepalan tinjunya ke dada Ares, tapi... "Akh!" Salsa mengibaskan buku-buku kepalan jemarinya yang malah kesakitan menghajar dada Ares yang keras. "Gue rasa lo bener-bener batu."
* * *
Pagi menyambut, tapi wajah Salsa masam seperti kimchi yang terlalu lama difermentasi. Sarapan dia lalui dengan diam, tidak ada pebincangan sama sekali antara dirinya dengan Fariz, sampai Fariz mendapatkan telepon perihal pekerjaan yang membuat lelaki itu lebih dulu meninggalkan meja makan.
Salsa hanya menggigit satu gigitan roti bakar dengan selai kacang cokelat yang biasanya dia nikmati dengan segelas teh susu, tapi kali ini Salsa sama sekali tidak bisa menikmatinya sama sekali. Roti hangat itu terasa hambar, dan teh susu hangat malah membuatnya melilit. Bukan tanpa alasan tubuh Salsa mempunyai reaksi seperti itu, karena setelah sarapan ini, dia akan melakukan fitting baju pengantin!
Astaga! Sepertinya Salsa ingin mengurung diri saja di kandang macan.
Dua jam kemudian, Salsa tidak mempunyai pilihan lain, keluar sendiri dari dalam kamarnya, atau Ares terpaksa mendobrak pintu dan menggendong Salsa keluar. Akhirnya Salsa memilih untuk berjalan sendiri dengan kedua kakinya menuju teras, dimana di sana, Ares dan Fo sudah menunggunya.
Ares membukakan pintu belakang untuk ditempati oleh Salsa, tempat dimana kedua pintu mobil kanan dan kiri tidak akan bisa dibuka dari dalam, termasuk jendelanya pun hanya bisa dibuka dari tombol central yang ada di bagian supir. Ares duduk di samping Fo, sementara Fo di belakang kemudi.
Mobil melaju meninggalkan rumah menuju sebuah butik yang sudah di sewa seharian itu oleh Fariz untuk Salsa dan Ares melakukan fitting baju untuk acara pernikahan mereka empat hari lagi.
"Apa lo juga tetap pakai kemeja hitam?" tanya Fo yang melihat Ares dalam balutan jas hitam, kemeja bagian dalam hitam, dasi hitam, celana panjang hitam, bahkan sepatu hitam.
"Hm."
"Oh, man, this is gonna be your wedding day, not your funeral day." Keluh Fo.
Ares tidak berkomentar, terlalu malas mengomentari Fo yang menurut Ares terlalu banyak berkomentar.
"Gimana kalo ini nih, cocok nih untuk acara pernikahan." Fo mengangkat sebuah setelan tuksedo putih lengkap dengan dasi kupu-kupunya.
"Lo udah bosan hidup?" tanya Ares dengan nada datarnya tapi mengundang tawa dari bibir Fo.
"Ya, lagian, mau nikah sama kerja setelan lo nggak ada bedanya, cuma beda merk aja." Fo menggelengkan kepalanya, kembali dia menggantungkan setelan tuksedo tadi pada tempatnya.
Waktu sudah menunjukkan lebh dari tiga puluh menit semenjak Ares selesai dengan fitting untuk dirinya sendiri, tapi tanda-tanda Salsa selesai dengan urusan gaunnya masih belum ada hilal.
"Res, kira-kira Nona jajal gaun berapa biji deh? Lama bener?" tanya Fo sambil mengecek arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya.
Ares kemudia memanggil salah seorang pegawai butik, meminta pegawai itu untuk menyusul Salsa yang berada di fitting room khusus calon pengantin. Tak lama kemudian pegawai itu kembali dengan wajahnya yang pucat dan cemas.
"Maaf, Tuan, calon pengantinnya tidak ada." ucap si pegawai itu.
"Maksudnya?" Fo lebih dulu berdiri. Sementara Ares tetap duduk dengan tenang.
"Sepertinya calon pengantin kabur dari jendela, padahal jendela kami kunci."
Ares menggerakkan sudut bibirnya, ia tak heran bagaimana Salsa tetap bisa keluar dari jendela yang terkunci itu.
"Res, gimana sekarang?" Fo bertanya.
* * *
Beberapa meter dari luar butik, Salsa berlari dengan gaun putihnya, seperti seorang cinderella yang kabur karena waktu sebentar lagi akan memusnahkan sihir ibu peri dan akan mengembalikannya menjadi upik abu. Bagian bawah gaun putih itu bergerak indah seiring dengan gerakan langkah larinya. Sebelumnya, dia sudah berjaga-jaga dengan memakai jepit rambut andalannya, dan rupanya dewi fortuna sudah kembali dari healing-nya. Salsa kembali melancarkan aksi Macgyver lokalnya dengan membuka kunci jendela tanpa harus menggunakan kunci juga tanpa menimbulkan suara.
Dia menghela napas lega ketika melihat ada sebuah taksi yang ngetem tak jauh dari persimpangan halte.
Sesegera mungkin Salsa masuk ke dalam taksi biru itu lalu meminta pak supir untuk menuju alamat yang Salsa sebutkan. Kali ini dia akan pergi ke tempat Rere.
"Huuft akhirnya." ucapnya dengan lega. Dia Salsa bertekad akan melakukan apa saja agar bisa menggagalkan pernikahan antara dirinya dengan Ares, meski aksinya barusan mengundang perhatian banyak orang, dan tak heran jika mungkin tak lama lagi fenomena perempuan dengan gaun pengantin berlari di atas trotoar jalanan dan memasuki sebuah taksi.
Namun kelegaan Salsa hanya berlangsung sementara waktu, ketika pak supir membelokkan stir mobilnya ke arah yang tidak semestinya.
"Kok kita belok sini, Pak?" tanya Salsa.
"Lewat sana macet, Mbak. Ada pembuatan gorong-gorong." jawab sang supir.
Salsa mempercayainya. Namun, dirinya kembali curiga ketika perjalanan taksi tersebut mengarah pada jalanan yang tak asing lagi.
"Pak, kayaknya kita nyasar ya? Putar balik aja di depa, Pak."
"Iya Mbak, sebentar, susah putar balik disini." jawab pak supir lagi.
Kemudian laju mobil melambat, sebuah klakson mobil membuat pak supir dan Salsa menengok.
"Sepertinya kita diikuti, Mbak." kata supir itu.
Salsa memicing melihat plat nomor sedan hitam yang berada tepat di belakang mereka.
"Jalan, Pak. Ngebut!" Titah Salsa.
"Siap, Mbak!" Pak Supir langsung memasukan persenaling, mengoper gigi dan menginjak pedal gas. Tapi, tanpa Salsa sadari yang Pak supir lakukan adalah membawa Salsa lebih cepat sampai di depan gerbang rumahnya sendiri. "Sudah sampai, Mbak." kata Pak Supir.
"Eh? Pak, ini..." Belum sempat Salsa mengajukan protes, jendela kacanya sudah diketuk dari luar, oleh siapa lagi jika bukan oleh Ares.
Dengan enggan Salsa membuka jendela, membiarkan kaca itu bergerak turun. Dilihatnya Ares berdiri tepat di depan pintu, sebelah tangannya masuk ke dalam saku, kaca mata hitam bertengger pada tulang hidungnya yang bangir.
"Keluar, Nona." ucap Ares datar.
Salsa tidak mengubris.
"Keluar, atau saya gendong."
Salsa berdecak, kemudian menyempatkan diri mengomel pada pak supir yang ternyata adalah supir bayaran yang sengaja di tempatkan Ares di titik dimana Salsa akan menemukannya ketika kabur dari butik.
Ah, bukan Ares namanya jika tidak tahu apa yang akan dilakukan Salsa pada situasi semacam itu.
Salsa membanting pintu mobil taksi itu hingga tertutup, dia menatap galak penuh kebencian pada Ares, meski penampilan Ares saat itu bisa membuat Mesya, Rere dan Sita meleleh dan menggelepar.
"Lo sengaja ngejebak gue?!"
"Saya hanya mengantisipasi." jawab Ares dengan tenangnya.
"Lo pikir gue akan nyerah?!"
"Saya harap kejadian ini tidak akan terulang Nona, dan saya harap Tuan Fariz tidak akan melihat apa yang terjadi di media, atau malam ini juga kita akan dinikahkan."
"Cih, apa bedanya sekarang atau nanti!"
"Jika memang Nona sudah siap malam ini, saya pun tidak masalah."
Kemudian Ares merasakan getaran ponselnya dari dalam saku jasnya, ia mengambil benda pipih itu kemudian tersenyum sinis, lalu menunjukkan layar datar itu ke depan wajah Salsa.
Nama Fariz terpampang pada layar ponsel yang ditunjukkan Ares.
"Sepertinya Tuan Fariz sudah melihat aksi tuan putri yang kabur. Bagaimana? Apa Nona siap?"
.
.
.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Beti Hartati
😆😆😆 kasihan salsa
2024-02-21
0
Rita Riau
gagal lagi Salsa kabur 😬🤪
2024-01-10
1