Mungkin di dapur tadi adalah kali pertama setelah belasan tahun Salsa tak lagi merasa benci pada Ares. Obrolan santai, random dan tanpa ngegas menciptakan sebuah kenyamanan yang datang mendadak.
Ia membuang napas seraya menatap kosong pada langit-langit kamarnya, tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Kemana tekad bulat yang ingin menjadikan hidup Ares bagaikan di neraka? Kemana tekad bulat yang ingin membuat Ares menyerah karena telah setuju untuk menikahinya? Kemana semua tekad itu pergi?
Duh, gue kenapa sih? Masa cuma gara-gara Ares nyuruh anak-anak temenin gue, beliin banyak makanan, dan merhatiin gue, gue jadi... Arrrgghh!
"Nggak bisa, nggak bisa!" Salsa mengepalkan kedua tangannya lalu memukul permukaan kasurnya. "Gue nggak boleh menye-menye!"
Dia kemudian bangkit duduk, mengusap wajah hingga menyugar rambut. Ia melihat pada jam diding yang jarumnya sudah menunjukkan waktu subuh dalam empat puluh lima menit yang akan datang. Dirinya terlalu lama melamun setelah meninggalkan Ares di dapur tadi setelah interaksi mereka. Meski telah mencoba memejamkan matanya, ingatan akan seseorang yang menolongnya saat ia berusia enam tahun dan saat acara prom night kembali terulang dam memori kepalanya. Ia tidak dapat mengingat wajah penolongnya, lagi pula Salsa selalu pingsan, dan dia tidak pernah mempertanyakan siapa yang menolongnya. Bukan karena tidak ingin tahu, tapi karena yakin siapa pun itu pasti orang tuanya sudah mewakilkan dirinya untuk mengucapkan terima kasih.
Dan kali ini, dia baru teringat, tidak ada lagi papa, atau mama, atau Kak Fariz yang mewakilkan dirinya. Sejak Ares menolongnya di curug, ia belum mengucapkan terima kasih. Apakah harus? Apakah nantinya Ares akan menjadi besar kepala karena Salsa berterima kasih padanya?
Salsa kembali melemparkan punggungnya ke atas kasur, menutup kepalanya dengan bantal, kemudian melemparkan bantal itu, lalu bergelung memeluk selimut tebalnya yang hangat dan nyaman, tapi kenapa dia tak kunjung tertidur, tak kunjung mengantuk. Setiap kali berusaha memejamkan mata, lagi-lagi ingatan akan tenggelam membuatnya membuka mata.
Aneh, padahal malam kemarin dia bisa tidur dengan sangat nyenyak, mimpinya pun juga indah. Saat dalam perjalanan di dalam mobil pun, Salsa tertidur, tidak terbangun sedetik pun. Tapi kenapa sekarang tidak bisa sama sekali?
"Kenapa sih gue jadi nggak bisa tidur gini!" Kesalnya. "Kemaren bisa tuh gue tidur!" Saking kesalnya, Salsa sampai menendang-nendang selimutnya hingga tak lagi menyelimuti tubuh mungilnya.
Tok! Tok!
Salsa menghentikan perkelahiannya dengan selimut untuk turun dari tempat tidurnya dan buru-buru membuka pintu hingga sejengkal lagi tangannya dari handle pintu, ia baru menyadari, dirinya terlalu bersemangat.
Lalu, Salsa mengacak rambutnya dan memasang ekspresi wajah yang kesal seolah tidurnya terganggu oleh ketukan pintu.
"Salsa apa kamu tidur?" Suara Ares bertanya dari balik pintu. Salsa sengaja menahan jawaban yang ingin lolos dari bibirnya.
"Oke."
Hah? Oke? Gitu doang? Apa coba maksudnya?
Merasa jengkel karena langkah kaki Ares yang terdengar menjauh dari pintu, Salsa langsung membuka pintu.
"Lo udah ngebangunin orang tidur, sekarang mau maen pergi aja?!" kata Salsa dengan kesal.
"Kamu tidur?"
"Gue berenang! Ya iya lah tidur!"
Ares menelengkan kepalanya menatap wajah Salsa dengan ekspresinya yang datar.
"Wajah kamu terlalu segar untuk seseorang yang baru bangun tidur. Apakah efek dari skincare?"
Oh, shit! Saking jengkelnya, dia sampai lupa memasang ekspresi orang yang baru saja bangun tidur.
"Lo mau apa sih?" tanya Salsa, sambil memalingkan wajahnya, dan mengalihkan pembicaraan.
"Pakai jaket kamu, kita berangkat."
"Berangkat? Kemana?"
* * *
Empat puluh lima menit, kemudian Salsa dibangunkan oleh Ares. Ia tertidur di dalam mobil berselimutkan jaket Ares, sungguh nyenyak tidurnya, sampai dia tidak mempunyai waktu untuk melakukan banyak protes dan pertanyaan selama perjalanan kemana Ares secara mendadak mengajaknya pergi.
"Sal... Salsa..."
Salsa masih memejamkan matanya.
Ares menggerakkan tubuh Salsa perlahan seraya memanggilnya lagi, hingga akhirnya Salsa mengerjapkan matanya, dia melihat sekitar dari dalam mobil sampai matanya berhenti pada Ares yang tengah memperhatikannya.
"Kenapa lo lihatin gue kayak gitu?"
"Tidak apa-apa."
"Kenapa?!" Desak Salsa.
"Saya hanya heran, kenapa berbeda."
"Apanya?"
"Wajah kamu, saat saya membangunkan kamu di rumah tadi, dan saat saya bangunkan kamu sekarang."
"Shut up!" Salsa langsung menatap galak pada Ares yang rupanya sudah berani menyindirnya. Gadis itu pun turun dari mobil, meninggalkan jaket Ares di atas jok. Udara dingin serta merta menggigitnya. Sejauh matanya memandang, yang Salsa liat adalah perbukitan dan perkebunan teh. Paru-parunya seketika merasakan kesegara n alami dari udara yang sangat bersih dan sejuk itu. Ia merapatkan cardigan rajutnya. Ia menyesal, seharusnya tadi dia menurut Ares untuk memakai jaket. Karena sekarang dia sudah seperti orang udik yang baru kali pertama masuk ke dalam ruangan ber-AC.
Kemudian detik berikutnya tubuhnya menjadi hangat saat Ares menutupi tubuhnya dengan jaket milik Ares yang tadi ditinggalkan Salsa di dalam mobil.
"Kenapa lo nggak bilang kalo kita kesini? Tau gini kan gue pake jaket!" Keluh Salsa sambil membiarkan Ares menarik resleting jaketnya hingga ke bawah dagu Salsa. Sekarang, Salsa sudah mirip anak bayi yang dibedong setelah selesai mandi.
"Saya sudah minta kamu pakai jaket." Sambil kembali ke mobil dan mengambil sesuatu dari sana.
"Ya, tapi lo nggak ngasih tau kita mau ke sini. Gimana kalau ternyata lo bawa gue ke pantai."
"Saya akan tetap minta kamu pakai jaket." ucap Ares sambil membawa selembar kain yang dilipat rapi pada tangannya. "Sudah hangat?"
Lagi-lagi secuil perhatian yang dilontarkan Ares mengundang ribuan kupu-kupu berimigrasi ke dalam perut Salsa.
Salsa hanya mengangguk tanpa melihat Ares. Entah bagaimana tampilan Ares dengan rambutnya yang jatuh seperti itu, tertiup angin, berkaus hitam polos, terlihat sederhana tapi rupawan luar biasa. Ah, Salsa pasti sudah tertular virus Mesya yang ter-Mas Ares.
"Jadi ngapain lo ajak gue kesini?" tanya Salsa.
"Duduk dulu disana." Ares menunjuk sebuah kursi kayu. Sebelum Salsa mendaratkan bo-kongnya di atas permukaan kursi kayu itu, Ares lebih dulu menjadikan kain yang dia bawa sebagai alas duduk di atas kursi itu.
"Kenapa digituin?"
"Kursi kayunya basah karena embun."
Ah, kupu-kupu tak diundang berdatangan lagi. Sepertinya mereka berencana membuat pemukiman di dalam perut Salsa.
"Lima menit lagi." kata Ares sambil melihat jam tangannya. Ares tetap berdiri di samping Salsa.
"Matahari terbit, kah?" tanya Salsa dengan ekspresinya yang berbinar.
Ares mengangguk.
Senyum terbentuk pada wajah Salsa. Lalu, dia menyadari, Ares yang tak kunjung duduk.
"Kenapa lo nggak duduk?" Salsa menunjuk sebelah kirinya yang kosong.
"Boleh?"
"Nggak, bayar dulu!"
"Berapa?"
"Ish! Bercanda kali. Duduk aja!"
Ares pun duduk di sebelah Salsa. Dia selalu duduk dengan tegak dan siaga, meski wajahnya selalu datar.
"Lo nggak dingin?"
"Tidak."
"Kok bisa?"
"Sudah biasa. Dua menit lagi."
"Kok bisa udah biasa?" Salsa menoleh. Ia terpaku pada bagaimana Tuhan memahat wajah Ares dengan ideal.
Ares diam, hanya mengedikkan bahu singkat tanpa benar-benar memberikan jawaban yang jelas.
Sementara Salsa seperti tersihir. Dia lupa untuk mengembalikan wajahnya kembali menoleh ke depan, ke tempat dimana nantinya matahari terbit akan muncul, bahkan gradiasi warna pada langit fajar pun tak membuat Salsa segera menarik tatapannya dari wajah Ares.
"Kamu ingin melihat matahari terbit atau mau melihat wajah saya disinari sinar matahari terbit?" Pertanyaan Ares spontan membuat Salsa menyadari kekhilafannya. Buru-buru Salsa mengalihkan pandangannya dari wajah Ares.
"Nggak usah geer, ya, gue cuma mau lihat, muka lo masih sama ngeselinnya apa nggak kalo kena sinar matahari terbit." Salsa mencari alasan pedas.
Gawat! Ini bahaya! Kenapa gue jadi nyaman gini??? Kenapa cuma diselimutin jaketnya aja gue jadi bisa tidur pules? Kenapa cuma ngelihat wajahnya yang diam gitu bikin gue kegeeran sendiri? Kenapa diperhatiin dikit aja udah bikin perut gue jungkir balik? Kenapa jaketnya aja lebih nyaman dari pada selimut gue? Kenapa sekarang duduk disebelahnya bikin gue nyaman banget?! Oh, my God! Ini benar-benar berbahaya!
.
.
.
Bersambung ya~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Rita Riau
niat Salsa udah jadi Boomerang
terima aja Sal,,, udah takdir 🤭😁🥰
2024-01-10
0
FisyanaLica
Udah mulai nyaman Salsa ma Ares,,,pingin lihat salsa bucin ke Ares,,,waahh jd bahan ledekan temen" nya,,,😃
2024-01-03
1