Tok...
Tok...
"Yang Mulia..."
Sekitar pukul 10 siang, suara ketukan pintu terdengar dari arah luar kamar Russel. Edward yang sedang berada disana berbincang dengan Russel pun segera bangun dari kursinya dan membukakan pintu.
"Tuan Edward, ada seseorang yang datang mengatakan jika ia adalah pelamar untuk guru bagi pangeran Julian" Ucap salah satu pembawa pesan tersebut.
Edward menengok kearah Russel yang sedang duduk diatas tempat tidurnya.
"Russel, apakah kau memiliki janji dengan seorang guru?"
Russel menggelengkan kepalanya, ia justru kembali bertanya "Apakah masih ada keluarga bangsawan yang penasaran untuk menjadi guru bagi putraku?"
"Tetapi, suruh ia menunggu, aku akan pergi menemuinya!" Sambung Russel. Russel segera bangun dari tempat tidurnya dan mengajak Edward untuk ikut bersamanya untuk menemui guru tersebut.
Dengan masih mengenakan piyama tidurnya, Russel dan Edward segera pergi menuju ruangan tempat guru itu menunggu.
"..............."
Sesaat memasuki ruangan, Russel dan Edward terlihat terkejut ketika melihat si pelamar tersebut. Russel menghentikan langkahnya dan mulutnya terbuka lebar.
"Selamat pagi Yang Mulia Rose" Ucap pelamar tersebut.
Russel pun mengangguk dengan canggung dan menyuruh pelamar itu untuk duduk kembali. Pelamar itu segera mengeluarkan berkas miliknya dan memberikan kepada Russel dengan kedua tangannya.
"Edward, suruh lah salah satu penjaga di depan pintu untuk membawakan 3 cangkir teh dan rokok miliku yang berada di laci ruangan, karena sepertinya wawancara ini akan berlangsung lama"
Russel pun menyeringai.
Russel segera membuka amplop berisi berkas yang diberikan oleh pelamar tersebut, mengambil berkas miliknya dan melempar kembali amplop putih ke atas meja.
"Alan Reichs, 25 tahun? Tinggal di wilayah Red B? Lulusan dari akademi........." Russel berhenti membacanya karena di kertas tersebut tidak tertulis dari akademi mana Alan Reichs berasal.
Russel memandang kearah mata Alan sambil tersenyum kecil.
"Aku memang tidak lulus dari akademi manapun Yang Mulia, tetapi aku memiliki pengalaman mengajar anak-anak" Jawab Alan.
Russel pun segera melempar berkas yang dipegangnya tersebut keatas meja dan menyuruh Alan untuk menjelaskan dirinya secara lisan.
"Sepertinya aku tidak butuh untuk membaca berkas yang berisi omong kosong ini, jelaskan tentang dirimu secara langsung, Tuan Alan Reichs..."
Tok Tok Tok..
Suara ketukan pintu memotong pembicaraan mereka, seorang pelayan wanita mengantarkan 3 cangkir teh beserta beberapa cemilan sekaligus kotak rokok milik Russel yang dimintanya tadi. Setelah pelayan itu meninggalkan ruangan, Russel dan Edward membakar 1 batang rokok milik mereka dan mempersilahkan Alan untuk berbicara.
Alan mulai menjelaskan tentang dirinya di hadapan Russel dan Edward, ia mengatakan jika ia tinggal di distrik Red B, berusia 25 tahun, tidak lulus dari akademi manapun dan memiliki beberapa pengalaman mengajar di gereja-gereja, panti asuhan dan juga Desa Esclaville. Semua pengalaman mengajar yang dimiliki oleh Alan adalah sebuah kegiatan sosial, ia tidak dibayar sepeserpun dan melakukan pekerjaan tersebut karena memang ia ingin melakukannya.
"Hahahaha!"
Russel pun tertawa.
"Lalu, mengapa kau melamar kesini? Apakah aku tidak perlu membayarmu juga?"
Kali ini Alan lah yang berbalik tertawa,
"Tentu saja jika itu dirimu, kau harus membayarku Yang Mulia, aku tidak mungkin memberikan cuma-cuma kepada penguasa Rose bukan?"
Russel terlihat menikmati pembicaraan dirinya dengan Alan yang penuh dengan sindiran-sindiran halus, hingga pada akhirnya Russel pun menarik panjang rokok yang tengah dihisapnya dan memandang Alan dengan tatapan tajamnya ...
"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" Tanya Russel dengan dingin.
Alan pun mengambil 1 batang rokok dari kotak milik Russel tanpa izin dan ikut membakarnya.
"Yang Mulia, bukankah aku sudah menjelaskan maksud kedatanganku sedari awal? Aku datang untuk menjadi guru bagi pangeran Julian karena aku membutuhkan uang"
"Baiklah, kau bisa mencobanya saat ini juga, putraku sedikit pemilih, jika kau bisa menaklukan dirinya, aku akan membiarkanmu bekerja untuknya" Russel segera mematikan rokoknya dan menyuruh Edward untuk melakukan pengecekan tubuh terhadap Alan.
Alan segera berdiri merenggangkan kedua tangannya dan Edward pun mulai meraba tubuh Alan untuk mengecek satu-persatu apakah Alan membawa sesuatu yang berbahaya bagi Julian nantinya.
Alan menarik nafas panjangnya sambil tersenyum kecil,
"Yang Mulia, kau tidak perlu melakukan hal seperti ini, kau tahu betul jika aku tidak akan pernah mencelakai Julian"
"Aku juga sangat yakin jika kau 100% percaya kepadaku bahwa aku tidak berniat buruk apapun terhadap Julian, karena Julian adalah ........."
*Puk Puk Puk*
Edward menepuk-nepuk baju milik Alan menandakan jika pengecekan yang dilakukan olehnya telah selesai.
"Baiklah Tuan Alan, sudah selesai!"
"Yang Mulia, dia tidak membawa sesuatu yang berbahaya"
"Tuan Alan, silahkan ikuti saya, saya akan segera mengantarmu kepada Julian" Ucap Edward secara bertubi-tubi tanpa memberikan jeda layaknya robot.
Russel langsung menggerakan jarinya kearah pintu secara berulang sebagai tanda kepada Edward agar ia segera membawa Alan segera keluar dari ruangannya.
Edward segera mengantar Alan ke ruang belajar Julian dan menyuruhnya untuk menunggu. Tak sampai 10 menit kemudian Julian dan Theodore pun datang.
Edward menjelaskan kepada kedua anak itu jika orang yang berada di hadapan mereka saat ini adalah calon guru untuk mereka berdua.
#######################
Alan siap memulai pelajaran, ia pun segera berdiri dari duduknya dan memandang Julian dan Theodore yang sedang duduk manis diatas kursi mereka.
"Baiklah, sebelum saya mulai pelajarannya, kamu dan kamu silahkan memperkenalkan diri" Alan mengarahkan pulpen ditangannya kearah Julian dan Theodore secara bergantian.
Ini pertama kalinya bagi Julian disebut dengan sebutan "kamu" oleh gurunya. Selama ini, seperti yang Julian keluhkan sebelumnya, biasanya guru mereka selalu berbaik hati terhadap Julian.
"Julian Rose!"
"Theodore!"
"Apa nama belakangmu Theodore?"
"........."
"Aku tidak mengetahuinya Tuan"
"Aaaaah, jadi Theodore berasal dari panti asuhan?" Tanya Alan.
Sudah menjadi hal yang umum jika seseorang yang tidak memiliki nama belakang merupakan seseorang yang berasal dari panti asuhan. Terlebih jika anak tersebut adalah anak yang ditinggalkan begitu saja sejak lahir dan tidak pernah bertemu dengan orang tuanya sama sekali. Biasanya orang seperti itu, terutama untuk laki-laki bisa membuat nama belakangnya sendiri ketika ia sudah menikah nantinya, dan jika itu perempuan, ia bisa memiliki nama belakang dari suami yang dinikahinya.
"Lalu, siapa yang memberimu nama Theodore?" Tanya Alan lagi penasaran.
Theodore pun menjawab jika para suster di gereja yang telah memberi nama Theodore kepadanya. Theodore menceritakan jika ia ditinggalkan oleh orangtuanya di sebuah gereja di kerajaan Yoane dan ia tinggal disana sampai berumur 3 tahun sampai pada akhirnya seorang suster di gereja tersebut membawa Theodore ke panti asuhan Berry di Kerajaan Rosse.
"Itu yang nona Laura katakan padaku!" Tegas Theodore.
"Siapa nona Laura?"
"Nona Laura, petugas yang merawat anak-anak di panti asuhan Berry!"
"Jadi kau bukan berasal dari Rose tetapi dari Yoane?Apakah kau tahu mengapa suster disana mengirim kau ke Rose? Mengapa mereka tidak mengirim mu ke panti asuhan di Yoane?" Tanya Alan dengan penasaran.
Theodore melihat kearah Julian sesaat dengan wajah bingung lalu ia menggelengkan kepalanya menandakan jika ia tidak mengetahui alasannya.
Klak*
Suara knop pintu berbunyi, Russel dan Edward memasuki ruangan belajar untuk bergabung bersama mereka. Russel mengatakan jika karena ia hari ini tidak pergi kemanapun, maka ia akan melihat sendiri bagaimana Alan mengajar putranya tersebut. Melihat kedatang sang Ayah, Julian hanya terdiam karena masih merasa canggung karena kejadian semalam.
"Prok!" Alan mengesampingkan semua obrolan bersama Theodore dan memulai pelajar pertama.
"Baiklah, karena ini adalah hari pertama dan masa percobaan, aku akan memberikan materi persolaan kerajaan, untuk Julian sebagai penerus tahta Rose bisa dengarkan baik-baik,
"Apakah Julian dan Theodore tahu siapa saja 'sahabat' dari kerajaan Rose?"
Julian dan Theodore menggelengkan kepalanya. Alan segera mengambil sebuah kapur dan segera menuliskan jawabannya di papan tulis.
"Rose, Yoane , Edelweis dan Luna"
"Keempat kerajaan ini memiliki wilayah yang berdekatan sehingga mereka membuat 1 kelompok persatuan yang dinamakan "Senenais" dan itu diketuai oleh Raja dari Luna. Walaupun mereka berada 1 persatuan, tetapi setiap kerajaan memiliki peraturan masing-masing dan Senenais memiliki perjanjian-perjanjian yang tidak boleh dilanggar, salah satunya adalah menjajah kerajaan satu sama lain"
Alan kali ini menatap kearah Julian,
"Julian, apa kau mengetahui syarat untuk menjadi seorang Raja di Rose?"
Julian yang tampak ragu memberanikan dirinya untuk menjawab, Julian mengatakan ...
"Ummm..berusia 20 tahun dan merupakan keturunan dari Raja sebelumnya, telah menikah dan mempunyai keturunan" Jawab Julian.
Alan pun tersenyum dan membenarkan jawaban yang Julian berikan, setelah itu Alan langsung mendekati Julian dan menatap matanya sambil menanyakan pertanyaan selanjutnya,
Alan mengatakan .....
"Lalu... Bagaimana jika Ayah Julian meninggal disaat usia Julian yang belum menginjak 20 tahun?"
Julian yang terkejut mendengar pertanyaan itu, secara spontan mulai menggaruk-garuk tangannya. Mata Julian bergerak kekanan, kekiri, keatas dan kebawah menandakan jika dirinya saat ini tengah merasa gugup. Alan menunggu sekitar 1 menit untuk menunggu jawaban yang akan Julian berikan, ketika Julian tidak berhasil, Alan segera berpindah ke meja Theodore untuk menanyakan jawaban dari pertanyaan yang sama seperti sebelumnya.
"Bagaimana dengan Theodore? Apakah Theodore tahu jawabannya?"
Theodore melihat kearah Julian dan menjawab dengan ragu dan berhati-hati,
"Ummm.. Jika Ayah Julian meninggal,um.. jika ia meninggal dan Julian belum berumur 20 tahun, maka Julian tidak bisa menjadi Raja selanjutnya"
Alan langsung melihat kearah Julian dan mengatakan kepadanya, jika apa yang dikatakan oleh Theodore adalah jawaban yang benar. Julian pun langsung menengok kearah belakang tempat dimana Ayahnya duduk, pada awalnya mata pasangan ayah dan anak itu bertemu satu sama lain, tetapi Russel tak lama langsung membuang wajahnya kearah lain.
Alan pun segera kembali ke papan tulis dan menggambar sebuah "tanda tanya" yang cukup besar disana sambil menanyakan kepada Julian dan Theodore siapakah yang akan menjadi Raja jika situasi seperti pertanyaan pertama terjadi?
".................."
"Theodore?" Panggil Alan.
"Umm.. Kakak atau adik dari Yang Mulia"
Alan pun bertepuk tangan.
Setelah kembali membenarkan jawaban yang dilontarkan Theodore, Alan kembali memberi materi pembelajaran yang kedua. Ia menghapus kembali coretan di papan tulis dan menghadap ke Julian dan Theodore sambil mengatakan .....
"Di peraturan Kerajaan manapun, dibolehkan, dibenarkan dan tidak ada larangan sama sekali untuk membunuh satu sama lain, entah itu sesama anggota keluarga untuk saling merebut tahta ataupun sesama Raja untuk mengambil wilayah mereka".
"Semisal, Raja Rose atau Ayah dari Julian tertarik dengan wilayah yang dimiliki oleh Raja Luna, Raja Rose bisa memilikinya tetapi dengan syarat Raja Rose harus membunuh Raja Luna dan mengambil kepala Raja Luna dengan kedua tangannya sendiri. Jika Raja Luna mati, itu berarti kelalahan untuk dirinya dan Raja Rose yang telah menang berhak untuk menjadikan Luna menjadi wilayah Rose dan berhak mengganti nama mereka.
"Tetapi Rose dan Luna berada di dalam 1 kubu yang bernama Seneis, jika Rose membunuh sahabatnya berati Rose melanggar perjanjian diantara mereka dan berkhianat. Jika hal itu terjadi kemenangan Raja Rose menjadi tidak sah karena sudah pasti Yoane dan Edelweis akan tidak akan menerimanya, jika Rose ingin memperluas wilayah, ia harus membunuh Raja lain di luar kelompok Seneis"
"Bukan hanya itu, perang antar saudara kandung dan tidak menutup kemungkinan membunuh ayah dan ibu sendiri dalam perebutan tahta juga sangat sering terjadi, Raja Yoane yang sekarang, dahulunya sebelum ia berhasil menjadi Raja dan menaiki tahta, ia membunuh Ayahnya sendiri dengan alasan sang Ayah lebih memilih untuk menunjuk putra keduanya lah yang akan menjadi pewaris selanjutnya. Tetapi salahnya, Raja Yoane saat itu belum menulis surat wasiat apapun dan baru mengucapkannya secara lisan. Oleh sebab itu putra pertamanya membunuhnya dan ia pun berhasil menjadi Raja"
"Dan saat ini, jika kakak dari Raja Rose ingin mengambil tahta milik Ayah Julian, yang perlu ia lakukan hanyalah membunuh Ayah dari Julian karena secara otomatis hak atas Julian setelah kematiannya akan menjadi tidak akan sah, karena Julian belum berusia 20 tahun dan belum bisa menjadi pewaris"
"Tuan Alan, apakah membunuh Raja tidak dihukum dan dipenjarakan?" Tanya Theodore
"Tidak, selama itu dilakukan oleh Raja dari kerajaan lain atau saudara si Raja itu sendiri"
"Tetapi jika yang membunuh atau melukai raja adalah orang biasa atau bangsawan biasa yang tidak ada hubungan darah dan juga tidak mempunya gelar Raja, ia pasti akan dihukum seberat-beratnya"
Alan segera mendekati Julian kembali sambil mengelus-elus kepala Julian,
" Jadi Julian, jika kau ingin menjadi raja dari Rose, jagalah ayahmu sebaik mungkin sampai kau berumur 20 tahun karena Ratu Lily saat ini juga sudah tidak ada"
Alan menutup ucapannya sambil tersenyum kecil kearah Russel.
Julian hanya terdiam dan sesekali menelan ludah di tenggorokannya selama mendengarkan apa yang gurunya itu katakan sejak awal. Di pikirannya saat ini ia membayangkan bagaimana jika suatu saat apa yang terjadi kepada Ibundanya, akan terjadi lagi kepada ayahnya tersebut.
🙇♀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Firenia
ngomong gt depan rajanya langsung/Sweat/
2024-01-28
0
Firenia
ada rokok di istana/Facepalm/
2024-01-28
0
虞书欣 Vííҽ🦂
wii keren sih, kek memperlihatkan kekuatan tertinggi gtu ya jdnya👏
2023-12-31
0