20 - Nia? Mark?

"Dari mana kalian?"

Lana dan Fatih benar-benar terkejut, di saat melihat Lucas berada di depannya saat ini.

"Lu-luc, kenapa belum tidur?" tanya Fatih sedikit gugup.

Lucas membuang puntung rokok, menginjaknya agar bara yang ada di rokok tersebut pun padam. Berhubung Lucas merokok di bagian belakang hotel, jadi dia dapat melihat dengan kelas Lana dan Fatih yang sedang membopong tubuh Martin yang terlihat tak berdaya.

Lucas mengernyitkan kening, di saat melihat Martin yang terlihat tak sadarkan diri.

"Apa yang terjadi dengan Martin?" tanya Lucas.

Dia berjalan mendekat ke arah Lana dan Fatih, kemudian menutup cepat hidungnya saat Martin menggeram pelan.

"Dia minum-minum?" tebak Martin.

Lana dan Fatih tersenyum kecil.

"Tapi kenapa? Apa yang terjadi?"

"Emm, tadi dia bertemu dengan teman lamanya. Yaa, begiitulaah .. mereka mungkin tidak tahu kalau Martin sudah mualaf dan haram baginya untuk menyentuh alkohol. Kamu tahu sendiri lah, tidak ada yang instan di dunia ini untuk berubah. Semua butuh proses," ucap Lana membela sang abang.

Lucas mengganggukkan kepalanya pelan, paham dengan apa maksud yang diucapkan oleh Lana.

"Dan tolong, jangan katakan ini kepada siapa pun, Luc. Jangan buat para orang tua merasa kecewa dengan Martin. Sudah menjadi tugas kita untuk membimbingnya," tambah Fatih.

"Ya, gue mengerti." Lucas pun kembali berjalan mendekat ke arah Lana dan Fatih. "Ayo, gue bantu kalian ke kamarnya."

Lucas, Lana, dan Fatih sudah membawa Martin masuk ke dalam kamar hotel. Mereka bernapas lega karena tidak ada yang tahu dengan keadaan Martin saat ini, terutama bagi para tetua.

"Ayo, sebaiknya kita keluar. Biarkan dia istirahat," ajak Lana dan merangkul bahu Lucas.

Lucas pun menurut, lagi pula tubuhnya sudah terasa sangat lengket dan butuh penyegaran. Sepertinya dia akan menyewa kamar yang lain dari Nia.

"Eh tapi, kenapa lo bisa di sini, Luc? Bukannya seharusnya ini menjadi malam pengantin lo?" goda Fatih sambil menaik turunkan alisnya.

"Diam!" geram Lucas pelan, membuat Fatih dan Lana tertawa.

Fatih membuka pintu kamar, agar mereka bisa keluar dari kamar Martin.

"Eeuggh … Niaaa----" gumam Martin yang mana membuat Lucas menoleh ke arah pria itu.

"Apa kalian mendengarnya?" tanya Lucas dengan kening mengkerut.

Lana dan Fatih saling memandang. "Hmm? Mendengar apa??" tanya Lana pura-pura bodoh, begitu juga dengan Fatih.

Lucas pun mencoba untuk menajamkan telinganya, mendengar kembali apa yang diucapkan oleh Martin.

"Eungghh---"

"Ayolah, sebaiknya kita keluar. Gue rasanya sudah sangat mengantuk sekali," ajak Lana yang diangguki oleh Fatih.

Lucas mengernyitkan keningnya. Entah mengapa telinganya seolah mendengar jika Martin menyebut nama Nia. Tapi, bisa saja apa yang Lucas itu dengar adalah salah kan?

"Luc, sebaiknya lo kembali ke kamar. Jangan mencari kemarahan Papi Leo," saran Lana yang diangguki oleh Fatih.

"Iya, sebaiknya lo kembali ke kamar pengantin bersama dengan Nia," sahut Fatih.

Lucas menghela napasnya kasar. Apa yang dikatakan oleh Fatih dan Lana memang ada benarnya. Jika dia ketahuan mengambil kamar yang lain, maka sama saja mengundang lagi kemarahan sang papi. Tidak, Lucas tidak peduli dengan kemarahan Papi Leo, tapi dia tidak ingin membuat Oma Laura merasa kecewa kepadanya. Cukuplah dia mengecewakan semua orang, atas kesalahan yang telah dia perbuat kepada Nia. Sebagai pria sejati, bukankah Lucas harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dia perbuat?

"Gue tidak akan menyewa kamar yang lain," jawab Lucas. "Kalian kembalilah duluan ke kamar," titah Lucas kepada Lana dan Fatih.

"Oke, kami percaya sama lo." Lana dan Fatih pun mengambil jalan yang berbeda dengan Lucas, karena letak kamar mereka yang memang berbeda dengan pengantin baru itu.

Lucas menghela napasnya panjang, sepertinya tidak ada cara lain baginya, selain kembali ke kamar pengantin dirinya dan Nia.

Lucas membuka pintu kamar, mengernyitkan kening di saat melihat Gopi masih berada di sana. Terlihat wanita keturunan India itu tertidur di lantai dengan posisi kepala yang terebah di atas ranjang. Lucas semakin merasa enggan untuk memakaii tempat tidur itu, sepertinya malam ini dia akan tidur di sofa.

Ya, itu lebih baik dari pada harus tidur di ranjang yang sama dengan orang asing.

Gopi tersadar, saat mendengar mendengar suara langkah sepatu yang berbunyi. Dia pun mengucek mata dan melihat ke arah sumber suara.

"Mas, eh, Pak!" gugup Gopi dan langsung berdiri.

"Kembalilah ke kamar kamu," titah Lucas.

"Baik, Pak," jawab Gopi dan langsung membereskan semua barang-barangnya. "Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak," pamit Gopi.

"Kamu boleh memanggil saya dengan panggilan 'mas'," ucap Lucas yang mana membuat Gopi menghentikan pergerakannya sesaat.

"Baik, Mas." Gopi pun keluar dari kamar Lucas dan Nia, memberikan ruang untuk pengantin baru itu berdua.

Entah yang keberapa kalinya Lucas menghela napas yang kasar. Mungkin jika dirinya seorang naga yang bisa mengeluarkan api dari mulutnya, bisa di pastikan jika hotel itu sudah terbakar saat ini.

Lucas memandang wajah Nia, di mana terlihat jika wanita itu sudah membersihkan make up dari wajahnya. Dan juga, sepertinya Nia sudah berganti pakaian. Terlihat jika gaun pengantinnya sudah tersangkut di stand hanger yang ada di dalam kamar. Setidaknya itu lebih baik, dari pada Lucas harus berada di satu ruangan yang sama dengan orang yang tidak tahu membersihkan wajahnya sebelum tidur.

Lucas memicit keningnya yang terasa sedikit berdenyut, dia pun berlalu menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Berendam adalah cara yang terbaik untuk Lucas menjerihkan pikirannya.

Entah berapa lama Lucas berendam, yang jelas terlihat jika ujung jari jemarinya sudah keriput,, menandakan jika pria itu berendam dalam waktu yang cukup lama. Lucas melirik ke arah Nia yang terlihat masih tertidur lelap, dengan selimut yang menutupi seluruh tubuh wanita itu.

Tapi tunggu, kenapa Lucas merasa jika wajah Nia terlihat sedih dalam tidur?

Ah, mungkin Nia terlihat sedih karena dia menikah bukan dengan orang bukan wanita itu cintai. Tapi, seharusnya wanita itu harus bersyukur, karena sudah menikahi pria tampan dan pintar seperti Lucas. Begitulah seharusnya yang Nia rasakan 'kan? Sesuai dengan pemikiran Lucas ini ya.

Lucas mengambil bantal yang terlihat masih utuh dan tidak bergeser dari tempatnya. Dia berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya di sana.

"Haaah, ini lebih baik." Lucas menutup matanya, tapi dirinya tidak benar-benar tidur.

Ya, matanya hanya tertutup saja, bukan berarti dia sudah tertidur.

"Mark … hiks .. maafkan aku," ngigau Nia yang mana membuat Lucas membuka matanya.

"Mark?" gumam Lucas. "Apa dia punya seorang kekasih? Dan namanya Mark?"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

HAIII READERS SEMUAA ....

YUK, BANTU KASIH RATING /NILAI ⭐⭐⭐⭐⭐ NOVEL INI, BIAR EMAK SEMAKIN SEMANGAT NULISNYA YAA ...

Jangan lupa juga, berikan komen dan like di setiap babnya yaa ... Kalau perlu, kasih vote dong, biar emak lebih semakin semangat nulisnya. 💪💪💪

Terpopuler

Comments

Anik Trisubekti

Anik Trisubekti

semakin penasaran ya Luc

2024-01-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!