3. Bertemu Mantan

Lucas menatap penampilannya yang saat ini sudah berganti pakaian. Entah berapa kali dia menghela napasnya dengan kasar sejak sepuluh menit yang lalu.

"Dasar cewek aneh," geram Lucas, karena wanita yang entah siapa namanya itu dengan berani menyentuh tangannya.

Setelah memastikan jika penampilannya terlihat sempurna, Lucas pun memeriksa saku jasnya, mencari keberadaan hand sanitizer yang memang selalu dia bawa ke mana-mana.

"Rasanya ingin sekali aku memakai sarung tangan," gumam Lucas dan berjalan keluar kamarnya kembali.

"Dokter Lucas?" sapa seseorang yang mana membuat Lucas menoleh ke arah sumber suara.

Lucas sedikit mengernyitkan keningnya, melihat pria yang bertubuh tegap tinggi dan berwajah tak kalah dingin darinya.

"Pak Devan?" tebak Lucas.

Ya, pria yang bernama Devan itu pun tersenyum.

"Ya, ini saya. Apa kabar Dokter Lucas?" sapa Devan tanpa mengulurkan tangannya.

Walaupun tidak pernah menjalin bisnis dengan Lucas, tetapi Devan tahu, jika pria yang berdiri di depannya saat ini adalah keturunan Moza. Dan, siapa yang tidak kenal dengan Dokter Lucas? Di mana pria itu sangat terkenal dengan sebutan 'pria tak bisa tersentuh'.

Ya, sekali pun tidak pernah ada yang berjabatan dengannya, walaupun mereka sudah melakukan perjanjian kontrak. Orang-orang yang beruntung di sentuh oleh Lucas adalah pasien pria itu sendiri. Selebihnya? Jangan pernah harap.

"Bagaimana kondisi anda saat ini, Pak Devan?" tanya Lucas dengan tersenyum ramah.

"Baik."

"Syukurlah kalau begitu."

"Emm, Dokter Lucas sepertinya terlihat sedang terburu-buru?" tanya Devan.

Lucas tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. "Saya sedang ada pertemuan."

"Oh, baiklah kalau begitu. Silahkan Dokter Lucas. Nanti, di lain waktu jika Dokter tidak sedang sibuk, saya ingin mengajak Dokter untuk makan siang atau makan malam bersama," tawar Devan.

"Baiklah. Saya nanti akan menghubungi anda untuk memberikan jadwalnya," jawab Lucas hanya sekedar basa basi saja.

"Ini kartu nama pribadi saya. Silahkan hubungi saya ke sini." Devan memberikan kartu namanya kepada Lucas.

"Hmm, baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu." Lucas pun berlalu meninggalkan Devan yang masih berdiri memandang ke arahnya.

"Ah, di mana kamar Nia?" gumam Devan dan mencari nomor kamar adiknya itu.

*

Lucas sedang mengobrol dengan rekan bisnisnya, di saat seseorang datang dan memperkenalkan kekasihnya kepada Lucas.

"Dokter Lucas, Pak Andre, saya ingin memperkenalkan calon tunangan saya," ujar pria yang bernama Robi.

Lucas pun menoleh eke arah sumber suara, betapa terkejutnya dia di saat melihat wajah yang tak asing berdiri di hadapannya saat ini.

"Stella?" batin Lucas.

Tidak hanya Lucas yang terkejut, tetapi Stella juga. Wanita itu sebenarnya masih mencintai Lucas, akan tetapi dia tidak punya kekuasaan untuk kembali bersama mantan kekasihnya itu, sehingga membuat Stella memilih Robi agar tetap bisa bertahan dengan karirnya saat ini.

"Perkenalkan, ini calon tunangan saya, Stella,." Robi memperkenalkan Stella kepada Lucas dan Pak Andre.

"Stella," ucapnya sambil mengulurkan tangan ke arah Pak Andre, kemudian beralih ke arah Lucas.

Lucas menatap tangan Stella, kemudian tersenyum kecil.

"Lucas," jawabnya singkat tanpa menerima uluran tangan Stella.

Stella menatap tangannya yang diabaikan oleh Lucas, membuat Robi langsung menarik pinggang kekasihnya itu dan membuat Stella refleks menurunkan tangannya.

"Dokter Lucas ini tidak suka bersalaman dengan orang," ujar Robi memberitahu.

"Ah, begitu." Stella pun tersenyum, dia kembali melirik ke arah Lucas yang terlihat mengabaikannya.

"Aku tahu, kalau kamu masih mencinta aku, Luc," batin Stella yang melihat jika tatapan mata Lucas masih sama seperti dulu.

"Baiklah kalau begitu, kami permisi dulu," pamit Robi dan mengaja Stella bersamanya.

Lucas memandang kepergian Stella dan Robi. Di dalam saku celananya, pria itu sudah mengepalkan tangannya dengan erat, karena menahan amarah dan rasa cemburu yang teramat sangat dalam.

Satu hal yang Stella tidak tahu tentang Lucas, selain pria itu anak dari seorang dokter dan akan menjadi dokter hebat. Stella tidak tahu, jika Lucas memiliki darah keturunan Moza.

Ya, sebaik dan serapat itu Lucas menutupi identitasnya. Padahal, dulu dia sangat mencintai Stella, tetapi tetap saja, Lucas menutup identitas keluarganya dari Stella.

Bagi Lucas, cukuplah Stella tahu jika dirinya ini adalah anak orang kaya, tanpa perlu tahu tentang embel-embel keluarganya.

Acara malam ini sungguh membuat Lucas merasa bosan. Selain banyaknya minuman beralkohol yang tersedia, terdapat juga wanita-wanita panggilan yang bertugas untuk menghibur para pria yang merasa kesepian.

Wajar saja jika Papi Leo menolak untuk menghadiri acara di kapal pesiar ini, dan juga, pastinya Mami Anggun tidak akan pernah menyetujui jika Papi Leo pergi menghadiri acara tersebut.

"Mau aku temani?" tawar seorang wanita yang sudah menyentuh lengan Lucas.

Lucas mengangkat tangannya, agar wanita yang berpakaian seksi itu menyingkirkan tangan dari lengannya.

"Menjauhlah," usir Lucas dengan tatapan dinginnya.

Tidak perlu di usir dua kali, wanita itu langsun pergi menjauh dari Lucas.

"Dasar pria tidak sopan," cibirnya yang masih di dengar jelas oleh Lucas.

"Cih, ntar kalau gue bilang cewek murahan, marah," cibirnya pelan sambil berdecih kesal.

Lucas menuangkan sedikit hand sanitizer pada telapak tangannya, kemudian membersihkan jejak tangan wanita tadi yang berada di lengannya.

"Kamu tidak berubah, Luc," ujar seorang wanita yang suaranya sangat familiar di telinga Lucas.

Tanpa menoleh pun, Lucas sudah tahu siapa si pemilik suara itu.

"Hal itulah yang membuat aku masih mencintai kamu."

Lucas tertawa pelan, di saat mendengar apa yang baru saja wanita itu katakan.

"Aku tahu, kamu pasti sedang mengatai aku, jika aku adalah wanita tidak tahu diri atau pun tidak tahu malu," tebak Stella.

Lucas masih diam, dia sedikit pun tidak menoleh ke arah Stella yang masih berada di sampingnya.

"Tapi apa yang aku katakan itu adalah benar, Luc. Aku mencintai kamu. Aku masih sangat mencintai kamu."

Lucas menghela napasnya pelan, akhirnya dia menoleh juga ke arah wanita yang sedari tadi mengajaknya berbicara itu.

"Akhirnya kamu menoleh ke arah aku, Luc," lirihnya sambil tersenyum manis. "Aku sangat merindukan kamu."

Lucas mencium aroma alkohol yang menguar dari napas Stella.

"Kamu sudah terlalu mabuk, Stella," ujar Lucas dan menyesap minumannya sedikit.

"Hmm. Aku memang sedang mabuk. Aku mabuk karena kamu, Luc. Aku mabuk karena nyatanya aku tidak bisa melupakan kamu."

Lucas kembali tertawa pelan, membuat Stella merasa sedih.

"Sebegitu bencinya kah kamu dengan aku, Luc?" tanyanya.

Lucas diam, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Stella.

Melihat tangan Lucas yang berada di atas meja, membuat Stella memberanikan diri untuk menyentuh tangan pria itu.

"Kamu tidak berubah, Luc. Kamu masih sama seperti dulu. Tapi aku yang sudah berubah, Luc. Aku yang berubah."

Lucas menatap tangan Stella yang sedang menggenggam tangannya. Jika saja tangan yang menyentuh tangannya itu adalah milik orang lain, mungkin Lucas akan segera menepis tangan itu. Tapi, entah mengapa Lucas seolah tidak ada tenaga atau pun keinginan untuk menepis tangan Stella dari tangannya.

"Ternyata aku juga masih ada di hati kamu, Luc," ucap Stella dengan tersenyum lebar.

"Katakan jika aku benar, Luc. Aku benar 'kan? Jika aku masih ada di hati kamu."

Terpopuler

Comments

Anik Trisubekti

Anik Trisubekti

lanjut mak ,masih sepi pembacanya

2023-12-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!